Rabu, 17 Februari 2010

KOMUNIKASI POLITIK

Slide 2


Teori dan Model Dasar
1)      Teori Jarum Hipodermik
2)      Teori Khalayak Kepala Batu
3)      Teori Empati dan Teori Homofili
4)      Teori Informasi dan Non-Verbal
5)      Teori Media Kritis dan Teori Media lainnya.

TEORI JARUM HIPODERMIK (hypodermic needle theory)
Asumsi dasarnya: Khalayak tak berdaya dan media perkasa.

Dikenal juga dg nama teori sabuk transmisi (transmission belt theory) atau teori peluru (the bullet theory of communication) dengan Tokoh-2nya: Wilbur Schramm, Everett M. Rogers dan Shoemaker.

Komunikator politik (politisi, aktifis, dan profesional) selalu memandang bahwa pesan politik apapun yg disampaikan kepada khalayak, apalagi melalui media massa, pasti menimbulkan efek positif berupa citra yang baik, penerimaan atau dukungan.
Jadi peran media sangat dipentingkan.

TEORI KHALAYAK KEPALA BATU (the obstinate audience theory)
Adalah kritik thd teori peluru dan tdk percaya bahwa khalayak pasif dan dungu tak mampu melawan keperkasaan media.

Asumsi dasarnya:
Bahwa khalayak justru sangat berdaya dan sama sekali tidak pasif dalam proses komunikasi politik. Khalayak memiliki daya tangkal dan daya serap thd semua terpaan pesan kepada mereka. Tokoh-2nya: L.A. Richard (1936), Raymond Bauer (1964), Schramm & Robert (1977).

Komunikasi merupakan transaksi, pesan yang masuk akan disaring, diseleksi, kemudian diterima atau ditolak melalui filter konseptual.
Fokus pengamatannya terutama kepada komunikan (khalayak), melalui pendekatan psikologi dan sosiologi: apa faktor-2 yg membuat individu mau menerima pesan-2 komunikasi?
Teori ini didukung oleh model uses and gratification (guna dan kepuasan) oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler & Michael Gurevitch (1974) yang beranggapan bahwa manusia merupakan makhluk yg rasional, aktif, dinamis dan selektif terhadap semua pengaruh dari luar dirinya. Aspek kegunaan dan kepuasaan bagi diri pribadi menjadi pertimbangan dalam pilihan khalayak.

TEORI EMPATI & TEORI HOMOFILI
Komunikasi politik akan sukses bila sukses memproyeksi diri ke dlm sudut pandang org lain. Ini erat kaitannya dg citra diri sang komunikator politik untuk menyesuaikan suasana pikirannya dg alam pikiran khalayak.

Komunikasi didasarkan oleh kesamaan (homofili) akan lebih efektif dan lancar ketimbang oleh ketidaksamaan (derajat, usia, ras, agama, ideologi, visi dan misi, simbol politik, doktrin politik, dsb).

Tokoh-2nya: Berlo (1960), Daniel Lerner (1978), Everet M. Rogers & F Shoemaker (1971).

Aplikasinya dalam bentuk; komunikasi interpersonal, lobby, hubungan kemanusiaan, persuasi atau bujukan, dsb.

TEORI INFORMASI DAN NON-VERBAL
Sesuai dg paradigma pragmatik bahwa bertindak sama dengan berkomunikasi.Informasi diartikan sebagai pengelompokan peristiwa-2 dg fungsi utk menghilangkan ketidakpastian. Bertindak juga merupakan sebuah informasi yg mudah diprediksi berdasarkan pola-pola peristiwa dari waktu ke waktu.

Menurut teori informasi, komunikasi politik adalah semua hal harus dianalisis sebagai tindakan politik (bukan pesan) yg mengandung berbagai alternatif. Dkl, tindakan politik adalah komunikasi politik non-verbal. Tanpa menggunakan kata dan bicara, tetapi tindakan dan peristiwa.Berbagai tindakan dan peristiwa politik itulah disebut informasi politik.

Tokohnya: B. Aubrey Fisher (1990)

TEORI MEDIA KRITIS atau teori komunikasi kritis.
Asumsinya: Media massa merupakan produk yg dipengaruhi oleh politik, ekonomi, kebudayaan, dan sejarah. Jadi fokus kajiannya adalah fungsi-2 apa yg harus dilakukan oleh media massa di dalam masyarakat.

Tekanannya bukan kepada efek komunikasi kepada khalayak, tetapi lebih memusatkan perhatian kepada Siapa yg mengontrol atau mengendalikan komunikasi massa atau media massa.

Alvin Toffler, mengatakan siapa yang menguasai dan mengendalikan informasi dan komunikasi akan dapat mengendalikan dan menguasai dunia. Inilah yang disebut dg abad informasi.

Tokohnya: Adorno & Horkheimer.

Bentuk-2 Komunikasi Politik
1)      Retorika Politik
2)      Agitasi Politik
3)      Propaganda Politik
4)      Public Relation Politik
5)      Kampanye Politik
6)      Lobi Politik
7)      Pola Tindakan Politik

KOMUNIKASI POLITIK DAN SISTEM POLITIK
  • Komunikasi politik memungkinkan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik; seperti halnya darah di dalam tubuh manusia yang menyalurkan pesan-pesan ke seluruh tubuh sistem politik.
  • Komunikasi politik, sebagai layaknya darah, mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemprosesan sistem politik; dan hasil pemprosesan itu, yang tersimpul dalam fungsi-fungsi output, dialirkan kembali oleh komunikasi politik yang selanjutnya menjadi feedback sistem politik.  
  • Begitulah komunikasi menjadikan suatu sistem politik menjadi lebih dinamis.

J.D. Halloran; Mengidentifikasi Komunikator Politik
  •  Komunikasi itu terjadi di dalam suatu matriks sosial
  • Situasi tempat dimana komunikasi bermula, berkembang, dan berlangsung terus menerus dalam situasi sosial. Artinya: hubungan antara komunikator dan khalayak/publik merupakan bagian integral dari sistem sosial.
  • Komunikator massa sebagai org yg menduduki posisi penting yg peka di dalam jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan dg menolak dan memilih informasi yg semuanya terjadi di dalam sistem sosial ybs.
  • Karena itu komunikator politik itu memainkan peranan sosial yg utama, terutama dalam proses opini publik.
  • Karl Popper memperkenalkan teori pelopor (pioneer theory) mengenai opini publik: bahwa para pemimpin menciptakan opini publik karena mereka “berhasil membuat beberapa gagasan mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima”.
  • Karena itu opini publik dipahami sebagai sejenis tanggapan publik terhadap pemikiran dan usaha para aristokrat pikiran utk mencipta pemikiran2 baru, gagasan2 baru, argumen2 baru.
  • Penelitian diarahkan tentang pemimpin politik, kaum elit, jurnalis, pemimpin opini, dan persuader profesional.
  • Komunikator dpt dianalisis sbg dirinya sendiri. Artinya melalui sikapnya thd khalayak/publik potensial, martabat yg diberikannya kpd mereka sbg manusia.
  • Ia memiliki kemampuan-2 tertentu yg dpt dikonseptualkan sesuai dg kemampuan akalnya, pengalamannya sbg komunikator dg publik yg serupa atau yg tak serupa, dan peran yg dimainkan di dlm kepribadiannya oleh motif utk berkomunikasi.
  • Leonard W. Doob mengatakan bhw: komunikator harus diidentifikasi dan kedudukan mereka dlm masy. hrs ditetapkan.
  • Maka ada tiga kategori yg diidentifikasi, yaitu: politikus (yg bertindak sbg komunikator politik), komunikator profesional dlm politik, dan aktivis (komunikator paruh waktu).
  • Komunikator dpt dianalisis sbg dirinya sendiri. Artinya melalui sikapnya thd khalayak/publik potensial, martabat yg diberikannya kpd mereka sbg manusia.
  • Ia memiliki kemampuan-2 tertentu yg dpt dikonseptualkan sesuai dg kemampuan akalnya, pengalamannya sbg komunikator dg publik yg serupa atau yg tak serupa, dan peran yg dimainkan di dlm kepribadiannya oleh motif utk berkomunikasi.
  • Leonard W. Doob mengatakan bhw: komunikator harus diidentifikasi dan kedudukan mereka dlm masy. hrs ditetapkan.
  • Maka ada tiga kategori yg diidentifikasi, yaitu: politikus (yg bertindak sbg komunikator politik), komunikator profesional dlm politik, dan aktivis (komunikator paruh waktu).
Opini Publik
  1. Kumpulan pendapat orang mengenai hal ihwal yg mempengaruhi atau menarik minat komunitas (Brice, 1924:153)
  2. Cara singkat utk melukiskan kepercayaan atau keyakinan yg berlaku di masyarakat tertentu bhw hukum2 tertentu bermanfaat (Dicey 1914)
  3. Suatu gejala dari proses kelompok (Bentley 1967: 185)
  4. Opini pribadi orang-2 yg oleh pemerintah dianggap bijaksana utk diindahkan (Key, 1961)

Proses opini, adalah kaitan antara:
  1. Kepercayaan, nilai, dan usul yg dikemukakan oleh perseorangan di depan umum, dengan
  2. Kebijakan yang dibuat oleh pejabat terpilih dalam mengatur perbuatan sosial dalam situasi konflik, yakni dlm politik.
3 tahap proses Opini:
  1. Konstruksi personal,
  2. Konstruksi Sosial
  3. Konstruksi Politik
Konstruksi Personal
Ú     yaitu tahap di mana individu mengamati segala sesuatu, menginterpretasikannya, dan menyusun makna objek-objek politik secara sendiri-sendiri dan subyektif.
Konstruksi Sosial
Opini pribadi yang diungkapkan di depan umum.
3 bentuk pernyataan, yaitu:
  1. Opini kelompok
  2. Opini Rakyat
  3. Opini Massa
Konstruksi Politik
Tahap yg menghubungkan opini publik, opini rakyat, dan opini massa dengan kegiatan para pejabat publik (eksekutif, legislator, hakim) yang sama-2 bertanggung jawab atas prakarsa, perumusan, penerimaan, penerapan, interpretasi, dan penilaian kebijakan-2.


TOKOH YANG BERJASA DALAM KOMUNIKASI

1. Nabi Muhammad SAW.
Biografi singkat Muhammad.
Muhammad lahir pada tanggal 11 Rabiul Awal pada tahun 570 M, atau bertepatan dengan ekspansi raja Abrahah dengan menggunakan pasukan gajah ke kota Mekkah untuk menghancurkan ka’bah –simbol suci tempat peribadatan kaum muslim- ia dilahirkan di kota Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupaun ilmu pengethauan. Ayahnya bernama Abdullah dan ibunya bernama Aminah Muhammad telah menjadi yatim–piatu di umur enam tahun, dibesarkan oleh kakek dan pamannya dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati. Muhammad seorang ummi seorang yang buta hurup dan buta tulis
Pada umur 40 tahun, Muhammad diangkat seorang rosul /komunikator hasil dari perenungan (tahanus) beberapa hari dig au hiro, sampai tibanya malaikat jibril yang menyampaikan risalah Allah SWT kepada Muhammad dengan lapadz pertama; Iqra!. Sejak itulah Muhammad telah menjadi seorang Nabi dan Rosul, selama tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya, .
Tatkala memasuki tahun 613 dia muali tampil di depan public. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandang sebagai orang yang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di uatara Mekkah berjarak 200 mil. Di kota itu Muhammad ditawari posisi kekuasaan politik yang meyakinkan.
Peritiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah di susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Madinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat Muhammad dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara mekah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 M dengan kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk, Sisa dua setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luarbiasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632 M dalam usia 63 tahun, Muhammad sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantro jazirah Arab bagian selatan.
Sampai sepeninggalnya, kejayaan islam tidak padam bahakan Islam menemukan kejayaan yang amat besar, Isalm tersebar kesluruh pelosok dunia, hingga saat ini Islam masih dan akan tetap eksis dan berjaya sampai hari akhir nanti.
Konsep komunikasi yang digunakan oleh Muhammad.
Tak bisa dipungkiri lagi bagaimana kapabelitas Muhammad sebagai seorang komunikator ulung, dengan segala kecerdasannya Muhammad mampu mengajak seseorang bahkan sekelompok orang untuk mengikuti jalannya. Ia tahu betul kapan komunikasi secara tidak langsung (dakwah sir/sembunyi-sembunyi) atau komunikasi secara langsung (dakwah zahar/ terang-terangan)
Dari araian di atas ukankah ini bagian dari proses komunikasi, seorang Muhammad adalah komunikator dan orang-orang kafir dan musyrik adalah komunikan, sedangkan pesannya adalah tauhid terhadap Allah SWT feedback dari proses komunikasi (dakwah) ini adalah mengkitunya seseorang pada apa yang dikatakan Muhammad atau masuk islam.
Secara tidak sadar muhhammad telah menjalankan proses komunikasi yang ideal, dengan wahyu Allah SWT menjadi pegangan Muhammad menjadi seorang komunikator yang sama sekali tidak pernah salah dan cela –Muhammad adalah seorang yang makshum atau dilindungi dan terjaga dari al-hal yang salah oleh Allah SWT
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…”. (Q.S. An-Nahl:125)
Inilah yang menjadi inti konsep komunikasi yang dijalankan oleh Muhammad. Ada tiga tahapan komunikasi dilihat dari metode dan cara tempuh untuk kesuksesan berkomunikasi, yaitu:
1) Bil hikmah, dengan hikmah atau pengetahuan yang baik dan memcukupi. Proses komunikasi dapat berhasil manakala seorang komunikator cukup “bekal” baik untuk mengenal komunikan ataupun pengetahuan tentang komuniaksi itu sendiri. Dengan hikmah berarti seseorang talh siap segalanya, ilmu tentang komunikasinya, ilmu psikologinya serta ilmu-ilmu yang lain yang mendukung terciptanya komunikasi yang berhasil.
2) Mauditul hasanah, dengan pelajaran yang baik. Artinya seorang komunikator dalam komunikasi dengan komunikan menggunakan metode kehalusan dan kelemahlembutan agar para komunikan dapat menangkap isi dan esensi apa yang disampaikan oleh komunikator.
3) Jadalah, atau berdebat artinya jika proses dan metode komunikasi yang diatas belum juga berhasil dengan apa yang diharapakn maka langkah yang dimabil adalah jadalah, atau berusaha semaksimal mungkin apapun caranya, baik denganmenggunakan media, sarana dan perantara agar proses komunikasi berhasil.
Itulah yang menjadi modal dasar Muhammad dalam melakukan proses komunikasi, yang menjadi catatan bagi kita bahwa, keberhasilan sebuah komunikasi manakala seorang komuikan (yang diajak/lawan komunikasi) mampu menangkap apa yang disampaikan oleh seorang komunikator, pada akhirnya seorang komunikan akan memberikan feedback dengan mengikuti apa yang kita sampaikan atau kita seru/.ajak.
Tak pelak dan tidak terbantahkan lagi bahwa Muhammad telah menjadi seorang komunikator yang handal dengan konsep dan pemikiran-pemikirannya. Muhammad saya tempatkan pada urutan yang pertama untuk tokoh yang paling berjasa dalam dunia komunikasi sebab Muhammad telah mampu meraalisasikan kponsep-konsep tak sekedar kata-kata tapi menjadi hal yang nyata, dan ini tidak ditemukan pada tokoh-tokoh komunikasi lainnya yang hanya kata-kata dan pemikiran menjadi konsep belaka tanpa bukti dan perealisasian oelh dirinya sendiri secara konkret. Sehingga konsep tersebut merupakan hasil dari perenungan dan pemahaman seseorang buakn berdasarkan pada kenyataan.
Maka sudah saatnya, jika kita ingin menjadi seorang komunikator yang handal sudah saatnya kita berguru pada Muhammad. Kaum muslim boleh bagga dengan mempunyai seorang tokoh no.1 yang paling berpengaruh di dunia (seratus tokoh yang paling berpengaruh di dunia, Michael Heart) dan tokoh yang paling berjasa dalam dunia komunikasi (Versi Oki sukirman). Konsep dan pemikiran muhammad secara tidak langsung menginspirasi dan mengilhami tokokh-tokoh baik muslim ataupun non-muslim dalam menelurkan konsep dan pemikiran yang berhubungan dengan komunikasi. Dan tentu yang menjadi kitab wajib untuk pegangan menjadi seorang komunikator handal adalah mengacu pada ”warisannya” yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.


2. Aristoteles.
Biografi singkat Aristoteles.
Nama:
Aristoteles
Lahir:
Stagirus, Macedonia, 3384 sM
Meninggal:
Chalcis, Yunani, 322 sM
Ayah:
Nicomacthus (Dokter di istanan Amyntas II, raja Macodenia, kakek Alexander Agung)
Istri:
Pythias
Hepryllis
Anak:
Nicomachus ( sama dengan nama ayahnya)
Julukan:
- Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman.
- Bapak peradaban barat.
- Bapak ensiklopedi.
- Bapak ilmu pengetahuan atau guru (nya) para ilmuan.
Penemuan:
- Logika (Ilmu mantic: pengethaun tenatng cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat.
- Biologi, fisika, botano, astronomi, kimia, meteorology, anatomi. Zoology, embriologi, dan psikologi eksperimental.
Pendiri.
- Akademi di assus.
- Akademi di Mytillene.
- Akademi di Lyceum, Athena, 335 sM.

Istilah-istilah ciptaan aristoteles masih dipakai samapai sekarang:
Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi, dsb.
Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman, bapak peradaban barat, bapak eksiklopedi, bapak ilmu pengetahuan, atau guru(nya) para ilmuwan adalah berbagai julukan yang diberikan pada ilmuan ini. Berbagai termuannya seperti logika yang diebut juga ilmu mantic yaitu pengethaun tentang cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat, membaut namanya begitu dikenal oleh setiap orang di seluruh dunia yang pernah mengecap penididkan.
Pria yang lahir di Stagmirus, Macedonia. Pada tahun 384 sM. Inilah orang pertama di dunia yang dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukaknya dengan jalan meliaht gerhana.
Sepluh jenis kata yang dikenal orang saat ini seperti. Kata kerja, kata benda, kata sifat dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil pemikirannya. Dia jugalah yang mengatakan bahwa manusia adalah mahluk social.
Ayahnya yang bernama Nicomachus, seorang dokter di sitana Amyntas III, raja Mecodinia, kakek Alexander Agung. Meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun. Karennanya, ia kemudia dipelihara oleh proxenus, pamanya- saudara dari ayahnya, pada usia 17 tahun ia masuk akademi milik plato di Athena. Dari situlahia kemudian menjadi murid plato selama 20 tahun
Dengan meninggalnya plato pada tahun 347 sM. Aristoteles meninggalkan Athena dan mengembara selama 12 tahun. Dalam jenjang waktu itu ia mendirikan akademi di Assus dan menikah dengan Pythias yang tak lama kemudian meninggal. Ia lalu menikah lagi dengan Herpyllis yang kemudian melahirkan baginya seorang anak laki-laki yang ia beri nama Nicomachus seperti ayahnya. Pada tahu-tahun berikutnya ia juga mendirikan akademi di Mytilele. Saat itulah ia sempat jadi guru Alexander Agung selama 3 thun.
Di Lyceum, Athena pada tahuan 355 sM. Ia juga mendirikan semacam akademi. Di sinilah ia selama 12 tahun memberikan kuliah, berpikir, mengadakan riset dan eksperimen serta membuat catatan-catatn dengan tekun dan cermat.
Pada tahun 323 sM Alexander Agung meninggal. Karena takut di bunuh orang yunani yang membenci pengikut Alexander, Aristoteles akhirnya melarikan diri ke Chalcis. Tapi ajal emmang tal menganl tempat. Mau bersembunyi kemanapun, kalau ajal sydah tiba tidak ada yang bisa menolak. Demikian juga dengan tokoh ini, satu tahun setelah pelariannya ke kota itu, yaitu tepatnya pada tahun 322 sM, pada usia 62 tahun ia meninggal juga di kota tersebut, Chalcis Yunani..

Konsep komunikasi yang digunakan oleh Aritoteles.
Model yang disuguhkan oleh Aristoteles pada dasarnya adalah model komunikasi paling klasik, model ini disebut model retoris (rhetorical model). Inti dari model komunikasi ini adalah persuasi, yaitu komunikasi yang terjadi ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaraanya kepada khlayak dalam upaya mengubah sikap mereka. Aristoteles adalah filsof Yunani tokoh paling dini mengkaji komunikawsi sehingga ia berjasa dalam merumuskan model komunikasi verbal pertama. Aristoteles mengemukakan 3 unsur dasar komunikasi yaitu pembicara (speaker), pesan (message),dan pendengar.
Aristoteles memfokuskan komunikasi pada komunikasi retoris atau yang saat ii dikenal dengan komunikasi public (public speaking)atau pidato. Sebab pada masa itu seni berpidato merupakan suatu keterampilan penting yang digunakan dio pengadilan dan di masjlis legislatilatur dan pertemuan-pertemuan masyarakat.
Oleh karenanya publis speaking atau pidato melibatkan persuasi. Menurutnya persuasu dapat dicapai oleh siapa anda (etos –kepercayaan anda), argument anda (logos –logika dalam pendapat anda) dan dengan memainkan emosi khalayak) singkatnya factor yang menentukan efek persuasive suatu pidato meliputi inti pidato, susunannya, cara penyampaiannya, dan peran khalayak pendengar.
Model komunikasi yang dikemukakan oleh Aristoteles memang sederhana, malah terlalu sederhana jika dibandingkan dengan model-model yang diebrikan tokoh yang lain, karena memuat unsur-unsur lainnya yang dikenal dalam model komunikasi seperti saluran umpan balik, efek dan kendala/gangguan.komunikasi. meskipun demikian, model ini dapat merangsang pertanyaan penting misalnya unsure-unsur apa yang harus ada dalam pidato agar persuasive bagi khalayak? Apakah bentuk susunan pidato tertentu lebih baik dari bentuk lainnya? Apakah gaya bahsa dalam suatu pidato mempengaruhi derajat persuasuif?
Salah satu kelemahan model ini adalah bhwa komunikasi dianggap sebagai fenomena statis. Seorang berbicara pesannyaberjalan pada khalayak dan khalayak mendengarkan tahap-tahap dalam peristiwa ini berurutan alih-alih terjdi secara simultan. Selain itu juga moel ini tidak dibahasnya aspek-aspek nonverbal dalam persuasi.
Pada dasarnya komunikasi yang diberikan oleh Aristoteles telah mengilhami para pakar komunikasi lainnya untruk merangsang model-model komunikasi yang lebih baru. Yakni tetap mengandung 3 unsur yang sama yani suber yang mengirimkan pesan-pesan yang dikirim dan penerima pesan tersebut.

3. Harold Lasswell.
Konsep komunikasi yang digunakan oleh Harold Lasswell.
Pada intinya model yang dikemukakan oleh Laswell menggambarkan proses komunikasi dan fungsi-fungsi yang diembannya dalam masyarakat. Laswell mengemukakan e hal, pertama, pengawasan lingkungan, kedua, korelasi berbagai bagian terpisah dalam masyaakat yang meresponsnya lingkungan, ketiga, transmisi warisan social dari suatu generasi ke generasi lainnya.
Selanjutnya ada 3 kelompok spesialis yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi-fungsi ini, misalnya pimpinan politik dan diplomat, yang termasuk kedlama kelompok pengawas lingkunagn, pendidik, jurnalis dan penceramah membantu mengkorelasikan atau mengumpulkan respons orang-orang terhadap informasi baru. Anggota keluarga dan penididk sekolah mengalihkan warisan soisal.
Selain itu menurutnya bahwa tidak semua komunikasi bersifat 2 arah, engan suatu aliran yang lancer dan umpan balik yang terjadi antara pengriim dan penerima.
Dalam masyarakat yang kompelks banyak informasi yang disaring oleh pengendali pesan-Editor, penyensor atau propagandis yang menerima informasi menyampaikannya kepada public dengan beberapa perubahan dan penyimpanannya.
Model Lasswell sering diterapkan dalam komuniaksi massa. Model tersebut mengisyaratkan bahwa lebih satu saluran dapat membawa pesan. Unsure sumber (who) merangsang pertanyaan mengani pengendalian pesan sedangkan unsure pesan (say what) merupakan bahan untuk analisis isi. saluran komunikasi (in which channel) dikaji dalam analisis media. Unsure peneriam (to whom) dikaitkan dengan analisis khalayak. Sementara unsure pengaruh (with what effect) jelas berhubungan dengan studi mengenai akibat yang ditimbulakan pesan komunikasi masssa pada khalayak pembaca, pendengar dan pemisrsa.
Model lasswell ini dikritik karena model itu tampaknya mengisyaratkan kehadiran komunikator dan pesan yang bertujuan. Model ini dianggap terlalu menyederhanakan masalah, tetapi seperti setiap model yang baik, model ini memfokuskan perhatian pada aspek-aspek yang penting komunikasi.
 
4. Shannon & Weaver.
Konsep komunikasi yang digunakan oleh Shannon & Weaver.
Salah satu model komunikasi yang dikemukakan Calude Shannon dan Weaver pada tahun 1949 dalam bukunya The mathematical theory of communication. Model yang sering disebut model matematis atau model teori informasi itu mungkin adalah model yang pengaruhnya peling kuat atas model dan teori komunikasi lainnya. Shannon adalah seorang insinyur pada Bell telephone dan ia berkepentingan dengan penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Weaver mengembangkan konsep Shannon untuk menerapkannya pada semua bentuk komunikasi. Model Shannon dan weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Model Shannon dan Weaver mengamsusikan bahwa sumber informasi menghasilakn suatu pesan untuk dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi suatu sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke peneriam (receiver) yakni mekanisme pendengaran melakukan operasi yang sebaliknya dilakukan transmitter dengan merekontruksi pesan dari sinyal sasaran (destination) adalah (otak) orang yang menjadi tujuan pesan itu.
Suatu konsep penting dalam model Shannon dan Weaver ini adalah gangguan (noise) yakni setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Menurut Shannon dan Weaver, gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama pesan tersebut yang diterima oleh penerima. Ahli-ahli komunikasi memperluas konsep ini pada gangguan psikologis dan gangguan fisik.
Konsep lain yang merupakan andil Shannon dan Weaver adalah netropi (entropy) dan redundansi (redundancy) serta keseimbangan yang diperlukan diantara keduanya untuk menghasilkan komunikasi yang effisien dan pada saat yang dam mengatasi gangguan dalam saluran. Singkatnya, semakin banyak gangguan semakin besar kebutuhan akan redudansi yang mengurangu entropi relative pesan. Dengan menggunakan redundansi untuk mengatasi gangguan dalam saluran, jumlah informasi yang adapt ditransmisikan treduksi pada suatu saat tertentu.
Model Shannon dan Weaver diterapkan pada kontek-kontekj komunikasi lainnya seperti kouminkasi natar pribadi, komunikasi public, atau komunikasi massa, sayangnya model ini juga memberikan gambaran yang parsial menbgenai proses komunikasi. Salin itu, komunikasi dipandang sebagai fenomena statis dan satu arah, juga tidak ada konsep umpan balik atau transaksi yang terjadi dalam penyandian dan penyandian-balik dalam model tersebut.
 
5. Wilbur Schramm.
Konsep komunikasi yang digunakan oleh Wilbur Schramm.
Wilbur Schramm membaut serangkai model komunikasi, dimulai dengan model komunikasi manusia yang sederhana (1954). Lalu model yang lebih rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi, hingga ke model komunikasi yang dianggap interkasi dua individu. Medel pertama mirip dengan model Shannon dan Weaver. Dalam modelnya yang kedua Wilbur Schramm memperkenalkan gagasan bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaran-lah yang sebenarnya dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran. Model ketiga Wilbur Schramm menganggap komunikasi sebagai interaksi dengan dua pihak yang menyandi, menafsirkan, menyandi-balik, mentransmisiskan, dan menerima sinyal. Menurut Wilbur Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsure: sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination).
Wilbur Schramm berpendapat, meskipun dalam komunikasi lewat radio atau telepon encoder dapat berupa mikrofon dan dekoder adalah earphone, dalam komunikasi manusia, sumber dan encoder adalah satu orang, sedangkan dekoder dan sasarna adalah seorang lainnya, dan sinyalnya adalah bahasa. Untuk menuntaskan suatu tindakan komunikasi (communication act), suatu harus disandi-balik.
Menurut Wilbur Schramm, seperti ditunjukan model ketiganya, jelas bahwa setiap orang dalam proses komunikasi adalah komunikasi sebagai encoder dan decoder.
Proses kembli dalam model diatas disebut umpan balik (feed-back), yang memainkan peran sangat penting dalam komunikasi karena hal itu memberi tahu kita bagaimana pesan kita ditafsirkan, baik dalam bentuk kata-kata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening berkerut, menguap, wajah yang melengos, dan sebagainya.

6. Theodore Newcomb (1953)
Konsep komunikasi yang digunakan oleh Theodore Newcomb.
Theodore Newcomb memandang komunikasi dari perspektif psikologi-sosial.modelnya mengingatkan kita paa diagram jaringan kelompok yang dibuat oleh para psikolog social dan merupakan formulasi awal mengani konsistensi kognitif. Dalam model komunikasi tersebut- yang sering diebut juga dengan model ABX atau moel simetri- Theodore Newcomb menggambarkan bahwa seseorang, A, menyampaikan informasi kepada seorang lainnya, B, mengenal sesuatu, X. model tersebut mengamsusikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X saling bergantung, dan ketiganya merupakan suatu system yang terdiri dari empat orientasi.
Orientasi A terhadap X, yang emliputi sikap terhadap X sebagai objek yang ahrus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif)
Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama.
Orientasi B terhadap X.
Orientasi B terhadap A.
Dalam model Theodore Newcomb, komunikasi adalah suatu cara yang lazim dan efektif yang memungkinkan orang-orang mengorienyasikan diri terhadap lingkungan mereka. Ini adalah suatu model tindakan komunikatif dua-orang yang disengaja (intensional). Model ini mengisyaratkan bahwa setiap system apapun mungkin ditandai oleh suatu keseimbangan kekuatan-kekuatan dan bahwa setiap perubahan dalam bagian mana pun dari system tersebut akan menimbulkan suatu ketegangan terhadap keseimbangan atau simetri, karena ketidakseimbangan atau kekurangan simetri secara psikologis tidak menyenangkan dan menimbulkan tekanan internal untuk memulihkan keseimbangan. X
 
7. Melvin L. DeFleur .
Konsep komunikasi yang digunakan oleh Melvin L. DeFleur.
Melvin L. DeFleur menggambarkan model komunikasi massa alih-alih komunikasi anatrpribadi. Seperti diakui DeFleur, modelnya merupakan perluasan dari model-model yang dikemukankan para ahli lain, khususnya Shannon dan Weaver, dengan memasukan perangkat mediamassa (mass medium device) dan perangkat umpan balik (feedback device). Ia menggambarkan sumber (source), pemancar (transmitter) penerima ( receiver) dan sasaran (destination) sebagai fase-fase terpisah dalam proses komunikasi massa, serupa dengan fase-fase yang digambarkan Schramm (source, encoder, signal, decoder, destination) dalam prose komunikasi massa.
Transmitter dan receiver dalam model DeFleur, seperti juga Transmitter dan receiver dalam model Shannon dan Weaver, parallel dengan encoder dan decoder dalam model Schramm. Source dan transmitter adalah dua fase / fungsi yang berbeda yang dilakukan seseroang.
Fungsi receiver dalam model DeFleur adalah menerima informasi dan menyandi-baliknya –mengubah peristiwa fisik informasi menjadi pesan (system symbol yang signifikan). Dalam percakapan biasa, receiver ini merujuk kepada alat pendengan manusia, yang menerima getaran udara dan mengubahnya menjadi implus saraf, sehingga menjadi symbol verbal yang dapat dikenal. Dalam komunikasi tertulis, mekanisme visual mempunyai fungsi sejajar.
Menurut DeFleur komunikasi bukanlah pemindahan makna. Alih-laih, komunikasi terjadi lewat suatu operasi seperangkat komponen dalam suatu system teoritis, yang keonsekuensinya adalah isomorfisme (isomorphism) diantara respons internal (makna) terhadap seperangkat symbol tertentu pada pihak pengirim dan penerima. Isomorfisme makna merujuk pada upya membauta makna terkoordinasikan antara pengirim dan khalayak.
 
8. John C. ZAcharis dan Coleman C. Bender.
Konsep komunikasi yang digunakan oleh John C. ZAcharis dan Coleman C. Bender.
Model stimulus-respons (S - R) adalah model komunikasi paling asar. Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khusunya yang beraliran behavioristik. Model tersebut menggambarkan hubungan stimulus-respons.
Stimulus Respons.
Model S - R
(Sumber: John C.Zacharis dan Coleman C. Bender, Speech communication: A Rational Approach. New York: John Wiley & Sons, 1976, hlm, 35)
Model ini menujukan komunikasi sebagai suatu proses “aksi reaksi” yang sangat sederhana. Model S – R mengamsusikan bahwa kata-kata verbal (lisan –tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain tuk memberikan respons dengan cara tertentu. Oleh karena itu proses ini sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbale-balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi (communication act) berikutnya. Nsamun model S –R ini dapat pula berlangsung negative.
Model S – R mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses, khususnya yang berkenaan dengan factor manusia. Secara implicit ada asumsi dalam S – R ini bahwa perilaku (respons) manusia dapat diramalkan. Ringkasnya, komunikasi dianggap sebagai sebagai statis, yang menganggp manusia selalu berprilaku karena kekuatan dari luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendak, keinginan atau kemauan bebasnya. Model ini lebih sesuai bila diterapkan pada system pengendalian suhu udara laih-laih para perilaku manusia.
 
9. Gerbner (1959).
Konsep komunikasi yang digunakan oleh Melvin Gerbner.
Model yang diajukan oleh Gebner merupakan perluuasan dari moel Lasswell. Model ini terdiri dari model verbal dan model diagramatik. Model verbal Gerbner adalah sebagai berikut:
Seseorang (sumber, komunikator)
Mempersespsi suatu kejadian.
Dan bereksaksi.
Dlama suatu situasi.
Melalui suatu alat (saluran; media; rekayasa fisik; fasilitas administrative dan kelembagaan untuk distribusi dan control)
Unutk menyediakan materi.
Dalam suatu bentuk.
Dan konteks.
Yang mengandung isi
Yang mempunyai suatu kosekuensi.
Sementara itu, model diagramtik Gebner adalah seperti yang tampak berikut ini:
(Sumber: Wenner.J. Severin dan James W. Tankard Jr. Cpmunication Theories origins, Methods, and Uses in the Mass Media. New York: Logman, 1992, hlm, 52)

Model Diagramatik Gebner (dibandingkan model Shannnon dan Weaver)
Model Gerbner menujukan bahwa seseorang mempersepsi suatu kejadian dan mengirimkan suatu pesan kepada pesan transmitter yang pada gilirannya nmengirimkan sinyal kepada penerima (receiver); dalam transmisi itu sinyal menghadapi gangguan dan muncul sebagai SSEE bagi sasaran (destionation)
 
10. Judy C. Pearson dan Paul E Nelson.
Judy C. Pearson dan Paul E Nelson mengemukakan bahwa komunikasi ada dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri-sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran diri, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambsisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan social dan mengembangkan keberadaan sutau masyarakat.

Daftar pustaka:
(1) Al-Quran
(2) www.tokohindonesia.com / www.indonesianfamous.com
(3) www.wikipedia.org
(4) Mulayana, Deddy.M.A,Ph.d. 2002 “Ilmu Komunikas; Suatu Pengantar” Bandung. PT Remaja RosdaKarya.
(5) Heart, Michael. “Seratus Tokoh Yang paling Berpengaruh Di Dunia”.
Dalam komunikasi politik terdapat teori-teori yang berkaitan dengan komunikasi politik, secara garis besar teori ini terbagi pada dua macam yaitu teori kepribadian dan diri politik[1].

Teori kepribadian dalam politik.
Jumlah teori tentang kepribadian sama banyaknya dengan jumlah defenisinya. Pada tulisan ini akan difokuskan pada beberapa saja diantaranya, tetapi lebih spesifik pada yang memberikan gambaran tentang belajar politik.

1. Teori kebutuhan.

Teori kebutuhan mengemukakan bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan psikologis, rasa mana dan kepastian, kasih sayang, penghargaan diri, dan katualisasi diri. Perilaku manusia merefleksikan upaya untuk memenuhi kebutuhan ini. Kecuali jika orang telah memenuhi kebutuhan pokok tertentu –kebutuhan akan makanan, pakain, rumah, energi, keturunan, dsb- sedikit seklai kemungkinan bahwa mereka akan berpikir, merasa atau bertindak secara politis. Orang hanya berbalik kepada politik hanya setelah memenuhi kebutuhan pokok fisik dan sosial.

Para perumus teori kebutuhan berargumentasi bahwa banyak diantara yang dipelajari orang tentang politik bergantung pada kepribadian yang diperoleh pada masa kanak-kanak sementara berusaha memenuhi kebutuhan pokok psikologis dan sosial pada masa dini usianya.

Tulis Knutson, betapa pentingnya pola kepribadian yang dipelajari anak sebelum memulai pendidikan formalnya. Sehingga “Kperibadian individu, sebagai mana dibentuk dalam tahun-tahun pertama usianya, akan merupakan sumber yang lebih penting meskipun kurang tampak dari ‘informasi, nilai, atau perasaanya di hadapkan kepada’ peraturan dasar yang pokok yang mengerjakan dan menghubungkan seluruh sistem kemanusiaan –sosial, politik, dan ekonomi –kepada ketimbang sosialisasi yang terjadi bersamaan dan di kemudian hari terwujudnya yang mempengaruhi dirinya. Ringkasnya, kebutuhan membuat anak itu menjadi bapak manusia politik.

2. Teori psikoanalitik.

Dua variasi yakni personal dan interpesoanal, bagaimana kepribadian mempengaruhi belajar dan perilaku politik.

Personal. Aliran personal dari teori psikoanalitik adalah tradisi Sigmund Freud. Freud berpendapat bahwa orang bertindak atas dasar motif yang tak disadarinya maupun atas dasar pikiran, perasaan dan kecenderungan yang disadari dan sebagaian disadari. Freud berpendapat tentang proses yang menjadi pokok berfungsinya kepribadian:

(1) Id, yaitu proses orang yang berusaha memaksakan keinginnanya akan hal yang menyenangkan.

(2) Ego, alat yang digunakan untuk menliai sekitar orang itu, atau realitas.

(3) Superego, yaitu gagasan orang diturunkan (biasanya melalui pengalaman dengan orang tuanya) tentang apa baik dan buruk itu.

Proses id mencari kesenangan dan perasaan benar atau salah, direfleksiakn didalam superego, sering berselisih. Ego menyeleseikan konflik ini melalui berbagai mekanisme pertahanan.

Mekanisme ini mencakup represi (memaksakan kepercayaan nilai, dan pengharapan yang mengancam keluar dari kesadaran), pengalihan (mengalihkan reaksi emosional dari satu objek ke objek yang lain), sublimasi (mencari cara yang dapat diterima untuk mengungkapkan dorongan yang dengan cara lain tidak diterima), rasionalsasi ( memberikan alasan yang meragukan untuk membenarkan perilaku atau utnuk menghilangkan kekecewaan), regresi (kembali kepada perilaku yang tidak dewasa, pembentukan reaksi (beralih dari satu ekstrem kepada ekstrem yang berlawanan), introjeksi (memungut pendirian orang lain sebagai pendirian sendiri), atau identifikasi ( meningkatkan rasa kuat, aman dan atau terjamin dengan mengambil sifat orang lain)

Teori psikoanalitik yang dibawa ke dalam dunia politik ini mengemukakan bahwa mekanisme pertahanan yang tidak disadari menghalangi belar politik yang adaptif.

Interpersonal. Varian intrepersonal dari teori psikoanalitik sebagian besar berasal dari karya Harry Stack Sullivan. Dalam kata-kata Sullivan, “Keprinadian adalah pola yang relatif kekal dari situasi interpersonal yang berulang yang menjadi ciri kehidupan manusia.” Sullivan menerima pandangan bahwa manusia memiliki kebutuhan biologis sebagai pembawaan. –kebutuhan akan makanan, air, kehangatan, dan pembuangan yang tidak diperlukan oleh tubuh. Tambahnya, bahwa manusia membutuhkan rasa aman dari pengalaman dengan orang lain yang membangkitkan kecemaan maupun jaminan pemuasan ketegangan yang bersifat biologis. Dan dalam mengurangi kecemasan dan memuasakan tuntutan bilogis orang sering terbentur pada hubungan sengan oarang lain yang rumit dan menyimpang.

Dalam keadaan ini orang mengembangkan mekanisme pertahanan, atau apa yang oleh Sullivan disebut “operasi keamanan”., untuk memelihara rasa aman bersama sesamanya. Sullivan menekankan empat operasi yaitu:

(1) Sublimasi, yang sama dengan mekanisme pertahanann yang diakui dalam teori Freud.

(2) Obsesionalime, yaitu kecenderungan gagasan atau dorongan untuk tumbuh begitu mendesak dan mengganggu sehingga individu tidak dapat menghilangkannya dari kesadaran (dalam beberapa hal, dorongan ini mengambil bentuk verbalime ritualisitk dengan sifat hampir magis.

(3) Disosiasi, yaitu mekanisme untuk menjaga agar pikiran yang bertentangan tetap terpisah,

(4) Keacuhan selektif dan lawannya, perhatian selektif, atau kebiasaan melihat apa yang kita ingin melihatnya dan menghindari informasi yang mengancam. disosiasi dan keacuhan selektif memilki gabungan langsung dengan komunikasi politik dan proses opini.

Selain itu para peneliti sosialisasi politik yang mengambil dari pemikiran Sullivan, mengemukakan bahwa salah satu cara utama anak-anak memperoleh kepercayaan dan nilai politik ialah melalui proses pengalihan interpersonal.

3. Teori Sifat.

Teori-teori dalam kategori ini berfokus pada kecenderungan atau predisposisi yang menentukan cara orang berprilaku. Setiap kepribadian mengandung seperangkat sifat yang unik dan individual. Oleh karena itu, orang dapat dibandingkan satu sama lain berdasarkan perbedaan sifat mereka –perbedaan yang diukur dengan skala yang menujukan berapa banyak sari setiap sifat itu yang dimiliki seseorang.

Contohnya sifat kepribadian yang diukur dengan skala seperti ini meliputi apakah seseorang mudah menyesuaikan diri atau kaku, emosional atau tenang, cermat atau ceroboh, konvensional atau eksentrik, mudah cemburu atau tidak, sopan atau kasar, pembosan atau tekun, lembut atau keras, rendah hati atau sombong, dan lemah atau bersemangat. Sejumlah ilmuwan sosial menerangkan politik sebagai refleksi sifat kepribadian. Studi lain berusaha menentukan sifat yang mencakup kepribadian konservatif.

4. Teori tipe.

Teori ini mengklasifikan orang ke dalam kategori-kategori berdasarkan karakteristik yang dominan atau tema pokok yang timbul berulangkali dalam perilaku politik mereka. Meskipun kebanyakan upaya untuk menguraikan kepribadian politik telah menerapkan teori tipe berfokus pada karakter dan gaya pemimpin politik, di sini perhatian kita adalah pada mereka yang etlah menggunakan teori tipe untuk memperhitungkan bagaimana khalayak komunikasi politik belajar menanggapai dengan berbagai cara.

Dalam teori ini berdasarkan perbedaan dalam pengaruh orang tua terhadap kepribadian seseorang terbadi pada beberapa tipe golongan, diantaranya:

(1) Golongan Inaktif adalah sesorang yang berpartisipasi dalam organisasi politik atau sosial di suatu tempat, mereka sama memiliki tipe asuhan orang tua yang sama. Orang tua mereka mengkhawatirkan kesehatan, konformitas, dan kepatuhan akan tuntutan orang tua.

(2) Golongan kovensionalis terdiri dari anggota perkumpulan laki-laki dan perempuan. Orang yang relatif sedikit keterlibatannya dalam politik dan merupakan stereotif “Orang Biasa” yang konvensional, orang tua yang konvensional pada umumnya setia kepada nilai sosial tradisional seperti tanggung jawaban, konformitas, prestasi, dan kepatuhan serta menuntut perilaku yang patut secara sosial dari anak-anak mereka. Oarang tua ini menggunakan hukuman fisik fisik dan psikologis dalam mendidik anak-anak mereka.

(3) Golongan konstruktivis bekerja pada proyek pelayanan sosial, tetapi jarang menjadi peserta protes yang terorganisasi; orang tua mereka menekankan disiplin, prestasi, dan keandalan, pengungkapan diri yang terbatas, dan menggunakan hukuman nonfisik. Mereka lebih diakrabi anak-anak mereka ketimbang orang tua golongan konvensionalis.

(4) Golongan aktivis mengajukan protes ataus kekecewaan mereka terhadap kejelekan masyarakat yang dipersepsi dan juga turut dalam proyek pelayanan masyarakat untuk memperbaiki keburukan itu, orang tua mereka mendorong anak-anak merela untuk independen dan bertanggungjawab, mendiring ekspresi diri berupa jenis agresi fisik, dan keurang menekan disiplin jika dibandingkan dengan kelompok yang diuraikan diatas. Namun mereka mengenang hubungan dengan orang tua sebagai hubungan yang kaku.

(5) Golongan penyingkin (disenter) adalah yang hanya terlibat dalam protes-protes terorganisasi. Orang tua golongan ini tidak konsisten dalam melaksanakan pendidikan anak. Mereka serba membolehkan (permisif) dalam bidang tertentu,d an sangat ketast (restriktif) dalam bidang lain, mereka kurang menekankan indenpedensi dan kedewasaan yang dini dibandingkan dengan orang tua yang lain, namun menuntut prestasi melalui persaingan. Golongan pengingkar jauh lebih cenderung unturk memprotes sebagai bentuk pemberontakan terhadap orang tua daripada dalam golongan yang lain.

Kebaikan atau kekurangan tipologi seperti itu di sini bukan pokok masalah, melainkan hanya contoh tentang bagaimana para sarjana kadang-kadang mencoba menerangkan politik sebagai refleksi kepribadian. Berbeda dengan teori sifat, pandangan tipe bukan menujukan kecenderungan yang menentukan perilaku, melainkan berfokus pada konsfigurasi perilaku yang memisahkan orang terhadap satu sama lain. Namun, baik dalam teori sifat maupun teori tipe, masa kanak-kanak mempengaruhi permainan peran utama dalam memberi bentuk kepada pengungkapan politik. Tema bahwa manusia politik itu dilahirkan dari anak, sekali lagi terjadi.

5. Teori fenomenologis.

Teori fenomenologis adalah pandangan bahwa peran kepribadian dalam perilaku (termasuk kepribadiandalam politik) paling mudah dipahami dengan melukiskan peranan langsung orang –yaitu proses yang digunakan oleh mereka yang memeprhatikan dan memahami fenomena yang disajikan langsung oleh mereka.

Oleh sebab itu, teori fenomenologis menekankan bahwa cara orang mengalami dunai secara subjektif –sensasi, perasaan, dan fantasi yang terlibat- adalah titik tolak untuk meneliti bagaimana orang menanggapi berbagai objek.

Dua garis uatam berpikir merefleksikan pendekatan fenomenalogis yaitu:

(1) Teori Gestalt tentang persepsi. Penganut teori ini berargumentasi bahwa aspek utama kepribadian ialah bagaimana orang menyusun pengalaman ke dalam pola atau konsfigurasi. Mereka menekankan prinsip kesederhanaan dalam menyusun persepsi.

(2) Teori medan. Teori ini berargumentasi bahwa kepribadian (pola perilaku yang kekal dan diperoleh dengan belajar) saja tidak dapat menerangkan bagaimana orang berprilaku. Setiap orang memilki ruang hidup yang tersusun dari medan gaya. Dalam bertindak, individu mendekati atau menghindari gaya dan objek dalam ruang hidupnya sebagaiaman ia memahami gaya itu saat bertindak.

Pengalaman yang lalu tentu bisa merupakan gaya di dalam medan itu, tetapi tidak menentukan bagaimana orang akan bertindak terhadap objek dalam situasi tertentu. Teori medan. Menolak gagasan bahwa penyebab tindakan manusia terletak pada masalah yang sudah lama dari setiap individu; sebaliknya, bidang pada saat sekarang adalah produk dari bidang tersebut menurut keadaanya pada masa yang baru saja lewat pengalaman masa lalu jauh turut membentuk bidang masa sekarang secara tidak langsung dengan perjalanan waktu, tetapi pengalaman yang segera memberikan keterangan yang lebih pasti tentang mengapa orang berperilaku seperti apa yang dilakukannya dalam bidang masa sekarang.

Teori bidang mencakup dua gagasan yang mempunyai relevansi khusus dengan politik, yang pertama ialha bahwa belajar politik merupakan proses kumulatif, bahwa pengalaman yang sedang dialaminya membantu seseorang mendiferensiasikan kepercayaan, nilai dan pengharapan yang difus yang dipungutnya pada msa kanak-kanak. Manusia politik mengajari anak masa lalu dengan melibatkan diri ke dalam pengalaman yang baru yang sebelumnya tidak diperhitungkan.

Kedua, sekelomok ilmuwan sosial menggunakan teori medan untuk mengarahkan riset ke dalam perilaku suatu bangsa.

Diri Politik.

Pada bahasan diatas telah jelas bahwa kepribadian adalah totalitas perilaku individu yang terwujud dalam kecenderungan yang berulang dan berpola pada seluruh variasi situasi dan mengenai berbagai objek dan berpola pada seluruh variasi situasi dan mengenai berbagai objek. Salah satu objek tindakan orang sehari-hari adalah diri sendiri. Tidak berbeda dengan tindkan terhadap orang lain, orang bisa menghargai dan mendorong diri sendiri atau merasa jijik, menayalahkan dan menghukum diri sendiri.

Banyak orang yang memperoleh diri politik, yakni bagian da\ri diri yang terdiri atas “paket orientasi indibidual mengani politik sosialisasi poltik menghasilkan diri politik”. Ada beberapa teori mengani cara terjadinya hal ini, diataranya:

1. Teori adopsi.

Dengan memberikan perhatian mereka kepada bagaiman orang memperoleh pikiran, perasaan, dan kecenderungan, psikolog sosial mengajukan berbagai model yang melukiskan cara memperoleh “semua pengetahuan di dunia, dengan benar atau keliru, yang dimiliki oleh organisme tertentu katakanlah manusia”, dan cara memperoleh “signifikansi yang efektif, pada neraca yang dinginkan lawan yang tak diinginkan, yang diletakkan kepada setiap keadaan tertentu.

Label umum yang diterapkan pada model-model ini ialah teori belajar sosial. Teori belajar sosial mengatributkan cara memperoleh kepercayaan, nilai, dan pengaharapan personal kepada pengalaman individual dengan orang lain, objek, atau peristiwa. Ada dua tipe pengalaman demikian- langsung dan tidak langsung.

2. Teori perubahan.

Teori belajar sosial menekankan berbagai cara yang mungkin digunakan orang dalam mengadopsi pikirna, perasaan, dan kecondongan awal mereka. Namun, seperti yang dikemukakan, teori ini tidak banyak membicarakan proses mental yang terlibat, juga tidak menerangkan perubahan dalam opini awal.

Teori konsistensi adalah seperangkat model yang berfokus pada perubahan opini. Model-model ini memperhitungkan bahwa orang tidak hanya mempersepsi tanda, atau rangsangan –pokok dasar gagasan belajar sosial- tetapi juga menginterpretasi dan menanggapi tanda berdasarkan interpretasi itu.

Teori penjulukan (labelling theory) mengatakan bahwa proses penjulukan adapat sedemikian hebat sehingga korban-korban msinterpretasi ini tidak dapat menahan pengaurhnya. Karena berondongean julukan yang bertentangan dengan pandangan mereka sendiri, citra-diri asli mereka sirna, digantikan citra-diri baru yang diberikan orang lain. Dampak penjulukan itu jauh lebih hebat dan tidak berhubungan dengan kebenaran penjulukan tersebut, terutama bagi orang dalam posisi lemah, rakyat jelita misalnya, benar atau salah, penjulukan itu reaksi yang diberikan objek yang dijulukui terhadap orang lain “membenarkan” penjulukan tersebut. Maka nubuat itu telah dipenuhinya sendiri, dan dalam kasusu ini menjadi realitas bagi si penjuluk dan orang yang dijuluki (phlip fones, 1985:65). Pernyataan klasik sosiolog ternama William I Thomas “if men define situation as real they are real in their consequences” yang terkenal itu masih aktual. Manusia memutuskan melakukan sesuatu beradsarkan penafsiran atas dunia di sekeliling mereka[2].

Pustaka Acuan.

Mulyana, Deddy.Dr, M.A.2005 Nuansa-Nuansa Komunikasi.Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Dan Nimmo, 2001 Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Malik Djamaludin, Dedy dan Inantara, 1994. Yosat. Komunikasi Persuasif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
[1] Dan Nimmo, 2001 Komunikasi Politik Khalayak dan Efek. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Hal: 91.
[2] Mulyana, Deddy.Dr, M.A.2005 Nuansa-Nuansa Komunikasi.Bandung: PT Remaja Rosda Karya Hal: 69.

AGENDA SETTING


Studi efek media dengan pendekatan agenda setting (penentuan/pengaturan agenda) sudah dimulai pada tahun 1960-an, namun popularitas baru muncul setelah publikasi hasil karya McCombs dan Shaw di Chapel Hill pada tahun 1972. Mereka menggabungkan dua metoda sekaligus, yaitu analisa isi (untuk mengetahui agenda media di Chapel Hill) dan survey terhadap 100 responden untuk mengetahui prioritas agenda publiknya (Haryanto, 2003). Studi tersebut menemukan bukti bahwa terdapat korelasi yang sangat kuat (0,975) antara urutan prioritas pentingnya 5 isu yang dilansir oleh media di Chapel Hill bersesuaian dengan urutan prioritas pada responden.
Walaupun penelitian tersebut hanya dapat membuktikan pengaruh kognitif media atas audiens, namun studi agenda setting tersebut sudah dapat dipakai sebagai upaya untuk mengkaji, mengevaluasi, dan menjelaskan hubungan antara agenda media dan agenda publik. McCombs dan Shaw (dalam Griffin, 2003) meyakini bahwa hipotesa agenda setting tentang fungsi media terbukti- terdapat korelasi yang hampir sempurna antara prioritas agenda media dan prioritas agenda publik[1].
Setelah publikasi karya tersebut, banyak eksplorasi dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi analisa isi dan survey. Hasil-hasil penelitian lanjutan adalah beragam. Ada yang memperkuat, akan tetapi tidak sedikit yang memperlemah temuan McCombs dan Shaw. Mengapa demikian? Rogers (1997) dalam A Paradigmatic Hystory of Agenda Setting Research, berpendapat bahwa kurang diperhatikannya on going process dalam framing[2] dan priming[3] agenda media; maupun on going process dalam agenda public, seringkali menyebabkan kesimpulan yang diperoleh dalam studi agenda setting tidak sesuai dengan realita yang ada. Dengan begitu, bisa jadi hasil-hasil penelitian yang beragam itu ada yang bersifat semu. Artinya hubungan yang terjadi disebabkan karena pilihan sampelnya kebetulan mendukung/tidak mendukung hipotesis yang dikembangkan, atau mungkin pilihan isu-nya kebetulan menyangkut/tidak menyangkut kepentingan kelompok responden.
Variabel dalam studi Agenda Setting
Sampai dengan penerbitan hasil studi yang dilakukan oleh McCombs dan Shaw tahun 1972, hampir semua studi agenda setting yang dilakukan memfokuskan pada dua variabel, yaitu agenda media (sebagai variabel independen) dan agenda publik (sebagai variabel dependen). Analisis hubungan antar variabel yang dilakukan biasanya menekankan pada pola hubungan satu arah atau bersifat linear, yaitu bahwa agenda media mempengaruhi terbentuknya agenda publik. Ini merupakan bukti bahwa kebanyakan peneliti pada saat itu masih percaya bahwa efek media bersifat langsung, sehingga studi mereka lebih banyak berorientasi pada upaya pengukuran besarnya efek media.
Banyak kritik dilontarkan, yang mempertanyakan dimanakah perbedaan substansial antara efek media di masa lalu dengan aplikasi pendekatan agenda setting dalam menjelaskan sifat dan derajad efek media terhadap audiens.
Dalam model tersebut, realita yang mengarah pada hubungan timbal balik antara agenda media dan agenda publik kurang mendapatkan perhatian. Seringkali terlupakan bahwa framing dan priming agenda media, dan tingkat kemenonjolan (salience) isu/kejadian pada agenda publik, merupakan proses tidak berujung dan tidak berpangkal. Kurang perhatian terhadap ’proses’ baik dalam bentuk agenda media maupun agenda publik, menyebabkan studi agenda setting kurang mampu menjelaskan mengapa isu-isu tertentu, yang disiarkan oleh media tertentu mempunyai pengaruh tertentu, bagi audiens tertentu.
Respon terhadap kenyataan tersebut adalah terjadinya perubahan orientasi dalam studi agenda setting bahwa agenda setting bukan hanya suatu gejala melainkan sebuah proses yang berlangsung terus menerus (on going process). Berdasarkan perspektif ini, pemenuhan (coverage) variabel dalam studi agenda setting menjadi sangat luas, karena melibatkan faktor-faktor yang merupakan bagian dari proses terbentuknya agenda media dan agenda publik dan sekaligus bisa digunakan untuk menjelaskan mengapa efek media sangat besar, kecil, atau tidak ada sama sekali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ada tidaknya pengaruh agenda setting (pengaruh agenda media terhadap agenda publik) disebut faktor kondisional, yang dapat dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) sebagai berikut:
1. Dari perspektif agenda media adalah sebagai berikut: framing; priming; frekuensi dan intensitas pemberitaan/penayangan; dan kredibilitas media di kalangan audiens.
2. Dari perspektif agenda publik adalah sebagai berikut: faktor perbedaan individual; faktor perbedaan media; faktor perbedaan isu; faktor perbedaan salience; faktor perbedaan kultural.
Perbedaan individual, pengaruh agenda setting akan meningkat pada diri individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang disajikan oleh media massa. Bukti-bukti empirik menunjukkan bahwa perhatian individu terhadap isi media dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, luas pengalaman, kepentingan, perbedaan ciri demografis, sosiologis.
Bukti-bukti eksperimental (Iynenger & Kinder, dalam Haryanto:2003) menunjukkan bahwa efek agenda setting akan meningkat pada individu-individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang dikaji, sedangkan intensitas perhatian sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan derajat kepentingannya.
Perbedaan media, yang dimaksudkan disini adalah perbedaan coverage media yang ada pada komunitas, kelompok masyarakat, wilayah atau negara tertentu. Diyakini bahwa sekalipun ada kecenderungan uniformitas dalam menyiarkan berita (isu), namun beberapa media tertentu memberikan tekanan dan porsi yang berbeda dalam menyiarkan berita. Framing dan priming merupakan salah satu bukti akan hal ini. Tekanan dan porsi yang berbeda berpengaruh terhadap aseptibilitas agenda media di kalangan audiens. Ini berarti bahwa media yang lebih diterima oleh audiens akan mempunyai efek agenda setting yang lebih besar.
Penerimaan audiens terhadap media merupakan salah satu faktor yang bisa meningkatkan prestige media tersebut di kalangan audiens yang bersangkutan. Berkaitan dengan masalah ini, diasumsikan bahwa bila media mampu mengangkat prestige audiens maka efek agenda setting akan meningkat. Hal lain yang bisa mengangkat prestige media di kalangan audience adalah sirkulasi (nasional, internasional), segemen pasar (kelas menengah, atas, eksekutif).
Perbedaan isu, dilihat dari isinya, isu bisa berupa pengungkapan masalah yang sedang dihadapi oleh individu, kelompok, atau masyarakat, isu juga bisa berupa usulan solusi untuk memecahkan masalah. Masing-masing jenis isu mempunyai efek yang berbeda dalam proses agenda setting. Oleh karena itu, seharusnya diberikan pertimbangan khusus dalam penelitian agenda setting. Sedangkan dilihat dari jenisnya, isu bisa dibedakan sebagai berikut:
  • Obtrusive issues adalah isu-isu yang berkaitan langsung dengan pengetahuan dan pengalaman individu atau khlayak. Artinya, bahwa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh khalayak tentang isu yang bersangkuatan bukan berasal dari media, akan tetapi sudah dimiliki sebelumnya. Sebaliknya, unobstrusive issues adalah isu-isu yang tidak berkaitan langsung dengan pengetahuan/pengalaman audiens. Bukti empirik menunjukkan bahwa efek agenda setting lebih besar ditemukan pada individu-individu yang mempunyai keterlibatan langsung dengan isu yang disiarkan.
  • Selective issues adalah isu-isu atau sejumlah isu yang dipilih secara khusus, dengan alasan tertentu kemudian diukur pengaruhnya pada khalayak tertentu. Pemilihan isu(sejumlah isu) bisa dilakuakan dengan melakukan analisa terhadap isi media massa, kemudian memilih sejumlah diantaranya yang dianggap lebih menonjol dibandingkan yang lain, atau bisa juga dengan cara mengambil topik-topik yang sedang menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat.
  • Remote issues adalah isu-isu yang sama sekali di luar individu, kelompok, atau masyarakat, baik secara geografis, psikologis, maupun politis. Bukti-bukti yang dikumpulkan untuk mengevaluasi pengaruh agenda setting berkaitan dengan remote issues masih bersifat debatable. Artinya, beberapa temuan menyebutkan bahwa remote issues mempunyai efek agenda setting lebih besar. Tetapi pada saat yang hampir bersamaan, temuan yang lain menyebutkan bahwa remote issues tidak memunyai efek sama sekali.
Perbedaan salience, yaitu pemilihan isu berdasarkan perbedaan nilai kepentingan, dilihat dari sisi khalayak; apakah isu yang dipilih untuk menjangkau kepentingan sosial (komunitas yang lebih luas), kepentingan interpersonal (keluarga teman bergaul, tempat kerja, dsb.) ataukah kepentingan individu. Masing-masing pilihan, tentu saja, akan menimbulkan efek agenda setting yang berbeda. Oleh karena itu sangatlah bijaksana mempertimbangkan masalah ini dalam studi agenda setting.
Perbedaan kultural, setiap kelompok masyarakat akan menanggapi dan merespon isu yang sama secara berbeda, yang secara otomatis akan mempengaruhi efek agenda setting yang ditimbulkan. Teori norma budaya yang dikembangkan de Fleur (dalam Haryanto, 2003) menyebutkan bahwa pesan-pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa bisa menimbulkan kesan-kesan tertentu, yang oleh individu disesuaikan dengan norma-norma budaya yang berlaku pada masyarakat dimana individu itu tinggal. Sekalipun dipercaya bahwa media mampu membentuk dan merubah norma baru sebagai acuan hidup bagi kelompok masyarakat tertentu, namun bukti-bukti yang ditemukan belum sepenuhnya mendukung hipotesa tersebut. Bukti-bukti empirik yang paling kuat adalah media massa lebih mudah memperkokoh sistem budaya yang sudah berakar dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pengukuran efek agenda setting seharusnya mempertimbangkan dengan hati-hati sistem budaya yang dianut oleh individu, kelompok atau masyarakat.
Sampai di sini, konsep kita mengenai agenda setting menjadi semakin kompleks. Studi agenda setting bukan hanya menguji hubungan antara agenda media dan agenda publik an sich, akan tetapi mencakup bagaimana faktor-faktor eksternal mempengaruhi pemberitaan media, dan bagaimana faktor-faktor sosio-kultural mempengaruhi individu dalam memperhatikan, merespon, dan memahami isi pesan media massa. Oleh karenanya, konsep kita tentang hubungan antar variabel dalam studi agenda setting dapat digambarkan sebagai berikut:


[1] Dalam salah satu perkembangannya, studi ini diarahkan juga untuk meneliti korelasi antara agenda media; agenda publik; dan agenda kebijakan (baca Manheim: Model Agenda Setting Dinamis).
[2] Framing adalah sebuah proses yang mana jurnalis, reporter, editor mengemas isu/kejadian menjadi sajian yang lebih menyentuh dan lebih menarik. Apa yang ditemukan oleh Shaw dan McCombs (1977) merupakan contoh yang bagus untuk menjelaskan makna framing. Mereka menemukan perbedaan efek agenda setting pada isu tentang kejahatan. Efek akan menjadi semakin kuat pada saat isu tersebut dipotret sebagai masalah sosial daripada disajikan sebagai laporan berita dalam bentuk straigh news. Kesimpulannya adalah bagaimana isu/kejadian dikemas merupakan faktor penentu terhadap derajad pentingnya isu di kalangan audiens.
[3] Sedangkan priming mengacu pada sebuah metafora, yaitu kemampuan program pemberitaan untuk mempengaruhi kriteria yang dapat digunakan oleh para individu untuk menilai performance pemimpin politik mereka. Misal, pemberitaan yang berkelanjutan(terus menerus) mengenai keterlambatan resufle kabinet dapat dipakai audiens untuk menilai sejauh mana willingness, komitmen, dan kredibilitas politis Presiden SBY dalam mengelola pemerintahan.