Kamis, 18 November 2010

PERAN LAIN DARI PUBLIC RELATIONS

Tujuan utama dari sebuah departemen PR adalah untuk meningkatkan reputasi perusahaan. Staf yang bekerja yang  berhubungan dengan publik, atau  yang biasa umumnya dikenal sebagai Public Relations adalah publisis terampil.  Mereka dapat menpublikasikan nama perusahaan atau individu untuk untuk penciptaan image terbaik. Peran departemen PR dapat dilihat sebagai pelindung reputasi.

Dunia bisnis saat ini sangat kompetitif. Perusahaan perlu memiliki strategi  yang membuat mereka berdiri kokoh didepan publik konsumennya, sesuatu yang membuat mereka jauh lebih menarik, baik bagi masyarakat maupun media disekelelingnya. Publik yang dimaksud disini adalah para customer produk dan media yang bertanggung jawab untuk menjualnya.  Public relations menyediakan pelayanan terhadap perusahaan untuk membantu memberikan pemahaman yang positif terhadap masyarakat dan media tentang bagaimana perusahaan bekerja.

Dalam sebuah perusahaan, hubungan masyarakat juga dapat berhubngan dengan informasi publik atau hubungan pelanggan. Departemen ini membantu pelanggan jika mereka memiliki masalah dengan perusahaan. selain membantu, dengan menunjukkan perusahaan terbaik mereka.

PR juga membantu perusahaan untuk meningkatkan  potensi yang dimilikinya. Mereka memberikan umpan balik kepada perusahaan dari hasil pendapat dan tanggapan masyarakat baik terhadap produk maupun terhadap potensi perusahaan. Namun terkdang masrakat salah mempersepsikan  tentang  PR sebagai sekelompok orang memanfaatkan berbbagai  situasi yang buruk yang nantinya digunakan untuk  keuntungan perusahaan. Memang benar bahwa bagian dari tujuan PR adalah untuk menunjukkan perusahaan brand image yang positif apapun yang terjadi.

Ada beberapa PR ahli di perusahaan bisa berpindah profesi dari departemen satu ke departemen lainnya, seibarat kutu loncat dan Publik sering menganggap PR sebagai pekerjaan glamor. PR orang tampaknya telah tercipta dalam sebuah  jaringan yang sangat luas dibandingkan para manajer lainnya untuk menemukan kontak baru bagi pribadinya. Kenyataannya biasanya melalui pengalaman kerja dan kerja keras untuk siapa pun yang terlibat dalam hubungan masyarakat.

Ada keterampilan tertentu yang diperlukan untuk bekerja di dunia PR. Hal ini termasuk keterampilan tingkat  tinggi yaitu keterampilan komunikasi, verbal dan tertulis. Orang PR juga harus sangat mahir multitasking dan manajemen waktu. Dia juga mungkin memiliki beberapa bentuk latar belakang media atau pelatihan dalam rangka memahami bagaimana media dan bekerja periklanan. Organisasi dan keterampilan perencanaan juga sangat penting dipahami dalam hubungan publik ini . Pekerja PR juga harus mampu mengatasi berbabagi macam permasalahan dan biasanya bekerja di bawah tekanan. Selain itu, harus memiliki kemampuan untuk mengatasi rentetan pertanyaan dari media dan publik. Jika sebuah perusahaan berada di bawah serangan kritikal, itu adalah departemen PR yang harus mengambil alih situasi. Mereka efektif harus menjawab kritik dan memutarnya untuk melindungi reputasi perusahaan.

Sabtu, 13 November 2010

9 Langkah Menulis Buku

Menulis buku tidakllah mudah, bisa memakan waktu lama dan kemungkinan batal tanpa hasil. Pengalaman pahit tersebut tidak seharusnya dialami penulis muda sekarang. Ikuti 9 langkah menulis buku berikut ini.

  1. Eksplorasi tema yang akan diangkat. Biasanya kita harus ‘hunting’ fenomena yang sedang hangat dibicarakan. Atau, bisa juga tema ‘abadi’ seperti masalah cinta. Tapi, kita coba bahas dari sudut pandang lain. Meski nilainya Islam, tetapi ‘rasanya’ khas: bahasa, metode penyampaian, segmentasi pembaca, dan solusi praktis/sistemik.
  2. Setelah tema kita genggam. Langkah kedua adalah menentukan judul yang kira-kira menarik. Usahakan judul untuk buku nonfiksi, ‘cuma’ terdiri dari 3 kata. Maksimal boleh 4 kata. Selain menarik, juga hemat kata. Simple deh.
  3. Membuat outline. Ini diperlukan supaya pembahasan tidak melebar ke mana-mana. Pagari dengan beberapa bab yang mungkin untuk dibuatkan tulisannya. Jumlah bab bergantung kepada berapa banyak materi yang akan kita kupas habis dalam satu buku tersebut. Contohnya bisa lihat buku-buku yang sudah ada. Simak bagaimana para penulis itu menuangkan gagasannya dalam sebuah buku. Khusus untuk buku JNC, saya dan Iwan cuma butuh 4 bab. Itu pun terdiri dari 4 ide pokok; filosofi cinta, fakta perwujudan cinta, bagaimana mengendalikan cinta, dan solusi akhir dari ‘masalah’ cinta. Dan dengan catatan, cinta di sini adalah yang langsung berhubungan dengan perwujudan dari naluri mempertahankan jenis. Masing-masing bab terdiri dari beberapa tulisan yang memungkinkan untuk dibahas. Dikelompokkan dengan amat rapi, dan sedetil mungkin sehingga tidak ada pembahasan yang terlewat. Ini memang relatif, bergantung kepada faktor si penulis sebagai manusia dan sudut pandang yang dimilikinya selama ini (ideologis atau tidak).
  4. Pastikan dalam pembuatan outline itu terdiri dari formula standar: pemaparan fakta, pembahasan terhadap fakta, dan solusi Islam (baik praktis maupun sistemik). Arahnya harus sudah jelas. Jika keroyokan, maka ini kudu sering didiskusikan supaya terjaga alurnya. Alurnya boleh detil boleh secara global saja. Tapi untuk kedua buku kami (JJS dan JNC) yang ditulis berdua itu tidak dilakukan karena kebetulan sudah bisa dipahami alur penulisannya. Bahkan outline yang dibuat pun langsung fixed jadi daftar isi. Pengalaman yang agak melelahkan sewaktu membuat buku Yes! I am MUSLIM. Itu buku tebel banget karena saya ingin jadikan buku itu sebagai masterpiece dari semua karya saya. Buku itu saya buat dalam waktu setahun. Lambat banget, tapi waktu setahun itu habis untuk nyari data dan editing. Sementara nulis mentahnya sendiri selama 1 bulan. Itu pun saya nulis nggak tiap hari, seminggu paling 3 atau 4 hari dengan durasi maksimal 3 jam.
  5.  Langkah selanjutnya adalah penelusuran fakta yang akan dijadikan sebagai bahan/data penulisan. Ini amat penting bagi sebuah buku nonfiksi. Jangankan nonfiksi, buku fiksi saja harus jelas datanya yang akan digunakan sebagai latar cerita tersebut. Seakurat mungkin. Sebab, kalo salah ambil fakta atau sekadar cuap-cuap aja kan nggak mutu istilahnya. Jadi tahapan ini amat penting dilakukan. Data-data itu bisa didapat dari berbagai sumber; digital dan nondigital. Saya dan Iwan sejauh ini mengandalkan sourcing data di internet. Untuk menghemat waktu, pencarian data biasanya saya dan Iwan mempercayakan kepada seorang kawan yang memang ‘tekun’ banget dalam penelusuran datanya. Asal diberi batasan dan spesifikasinya insya Allah bisa berjalan. Kalo pun ada kekurangan di sana-sini, biasanya kami langsung hunting lagi sebagai pelengkap. Tapi untuk buku JNC, saya dan Iwan langsung memburu data sendiri. Beda dengan Jangan Jadi Seleb, karena harus kuat di data, kami menyerahkannya kepada seorang kawan untuk mengumpulkan bahan-bahan yang kami inginkan. Enaknya lagi, ‘perpustakaan digital’ yang dimiliki media tempat kami bekerja (sekarang udah ‘almarhum’, yakni Majalah Permata) udah cukup memberi kesegaran untuk membuat tulisan lebih berbobot. Catatan: datanya terdiri dari ‘dalil aqli’ dan ‘dalil naqli’. Jadi, selain data dari fakta di lapangan, juga data yang sifatnya untuk menguatkan argumentasi, yakni dari al-Quran, hadits, ijma sahabat, dan juga qiyas. Tapi yang pasti, tulisan itu kudu ideologis!
  6. Setelah data terkumpul, jika sendiri menulisnya, maka saya biasanya langsung saja menyusun tulisan (seperti pada buku Jangan Jadi Bebek). Tapi untuk Jangan Jadi Seleb dan Jangan Nodai Cinta, saya membagi tanggung jawab penulisan dengan Iwan. Untuk JNC, masing-masing dua bab. Terserah aja mau pilih yang mana. Tapi karena saya dan Iwan udah tahu karakter tulisan masing-masing (maklum, sejak tahun 1989 bareng terus dan punya keterampilan menulis untuk segmen remaja), maka posisi penanggung jawab utama untuk bab-bab yang sudah dibuatkan outlinenya langsung saya tentukan; bab 1 dan bab 3 bagian Iwan, sementara bab 2 dan bab 4 saya yang pegang. Setelah kelar, tukar posisi dalam mengedit. Terakhir, saya yang edit total dari semua tulisan. Termasuk pengaturan font, footnote dan kroscek data. Melelahkan memang. Tapi alhamdulillah, hasilnya juga lumayan. J
  7. Selama penulisan, update data terbaru tetap dilakukan. Supaya terasa hangat terus. Itu dilakukan sampe editing akhir. Sangat boleh jadi fakta-fakta terbaru akan menggeser data yang sudah kita buat. Tak masalah, selama memang itu memiliki nilai jual tinggi sebagai sebuah ide.
  8. Jangan lupa, tentukan deadline penulisan. Kalo nggak, bisa jadi akan molor terus. Bukankah kita perlu target dan itu harus terukur? Buku JJS kami patok maksimal 3 bulan (karena sourcing datanya yang agak lama, yakni hampir 2 bulan. Sementara untuk penulisan kami membutuhkan 1 bulan). Untuk JNC kurang lebih sama. 3 bulan adalah patokan standar kami untuk buku nonfiksi. Bahkan kalo keroyokan lebih enak lagi. Karena kadang muncul ide-ide segar dari teman nulis kita. Jadi lengkap kan? Meski tentunya bukan berarti menulis sendiri tidak bagus, lho. Itu mah bergantung kepada kreativitas penulisnya.
  9. Menerbitkan buku kita. Nah, kalo udah semua dilakukan, langkah berikutnya adalah ‘mencari’ penerbit. Modal nekat aja. Kirim ke berbagai penerbit secara berurutan print out dari buku kita. Pokoknya pede. Harus tahu diri juga kalo kita belum dikenal siapa pun. Ini yang lumayan lama euy. Karena biasanya naskah ngendon di sana minimal 1 bulan. Maksimal 3 bulan. Bayangkan, jika satu penerbit menolak, maka mulai lagi dari nol. Di penerbit kedua, dengan waktu yang kira-kira sama. Wuih, jenuh juga kan nunggunya? Daripada manyun, akhirnya saya suka ‘iseng’ nyari tema lain dan siap-siap bikin buku baru. Sekadar tahu saja, buku JJB sudah mampir di tiga penerbit. Tapi semuanya mengembalikan draft buku tersebut. Tapi alhamdulillah semangat saya yang menggebu disambut penerbit GIP, sekarang alhamdulillah jadi buku best seller. Tapi berbeda jika kita kebetulan udah ‘ngetop’ prosesnya jadi lebih mudah. Menyenangkan sekali bukan? Bahkan sangat boleh jadi kita akan diuber beberapa penerbit yang minta naskah ke kita.
Moga-moga tips singkat ini membuka wawasan dalam menulis buku. Tapi semua yang saya paparkan tersebut, hanya satu yang harus tetep dijaga agar jangan sampe padam: MOTIVASI. Tanpa itu, saya kira keinginan hanya sebatas lamunan saja. Oke deh, jangan berhenti nulis dan tetep semangat
 

sumber: osilihin.com

CARA KERJA PERS : TEKNIK MENULIS EDITORIAL (1)

ISTILAH editorial   menurut bahasa
  1. A person responsible for the editorial aspects of publication; the person who determines the final content of a text (especially of a newspaper or magazine) 
  2. In computer science :  a program designed to perform such editorial functions as rearrangement or modification or deletion of data
  3. One who edits; esp., a person who prepares, superintends, revises, and corrects a book, magazine, or newspaper, etc., for publicatio
Dalam media komunikasi editor adalah orang yg mengedit naskah tulisan atau karangan yg akan diterbitkan dl majalah, surat kabar, dsb; penyunting; -- bahasa penyunting naskah yg akan diterbitkan dng memperhatikan ejaan, diksi, dan struktur kalimat; -- pengelola petugas yg bertanggung jawab atas penyampaian berita di televisi dan radio (pd surat kabar dan majalah disebut redaktur pelaksana); -- penyelia manajer penyunting yg bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas para penyunting secara tepat dan efisian sesuai dng yg telah ditentukan.

Jadi editorial sendiri adalah artikel yang mewakili opini atau sikap media terhadap sebuah isu. Editorial merefleksikan sikap mayoritas dari dewan redaksi. Penulis editorial mencoba membangun argumentasi dan mencoba mengajak pembaca berpikir seperti apa yang tengah dipikirkannya. Editorial dimaksudkan untuk mempengaruhi opini publik, menyodorkan pemikiran kritis, dan terkadang dapat untuk membuat pembaca mengambil sikap. Esensinya, editorial adalah berita yang dogmatis.

Sebuah editorial memiliki:
  1. Pendahuluan
  2. Penjelasan objektif tentang isu
  3. Sudut pandang yang tengah berkembang
  4. Opini dari sudut pandang yang berseberangan
  5. Opini penulis yang disampaikan dengan cara profesional
  6. Solusi alternatif dari masalah atau isu yang dikritisi. Setiap orang dapat mengeluhkan sebuah persoalan, namun sebuah editorial yang baik harus mengambil pendekatan yang proaktif untuk membuat situasi menjadi lebih baik dengan menggunakan kritik yang konstruktif dan memberi solusi
  7.  Sebuah solusi yang padat dan singkat mampu meringkas opini dari penulis
Tipe editorial:
  1. Memaparkan atau menginterpretasikan: Redaksi terkadang menggunakan editorial untuk menjelaskan alasan mengapa medianya mengangkat sebuah subjek yang sensitif atau kontrovesial.
  2. Mengkritik: Editorial semacam ini menyampaikan kritik secara konstruktif terhadap sebuah kebijakan, keputusan, atau keadaan, sembari memberikan solusi terhadap persoalan yang sudah diidentifikasi. Tujuan editorial semacam ini adalah agar pembaca dapat melihat persoalan, bukan solusinya.
  3. Mengajak: Editorial bertipe mengajak bertujuan untuk melihat solusi, bukan masalah. Dari paragraf pertama, pembaca akan didorong untuk turut memikirkan solusi yang positif.
  4. Pujian: Editorial semacam ini mengomentari orang dan lembaga atas sesuatu yang dilakukan dan memberikan hal yang baik. Editorial ini berbeda dengan tiga sebelumnya.
Menulis editorial:
  1. Ambil topik penting yang tengah menjadi perhatian publik
  2. Kumpulkan informasi dan fakta; lakukan riset
  3. Ungkapkan opini anda dengan singkat
  4. Uraikan persoalan/isu secara objektif, dan sampaikan alasan mengapa hal ini penting
  5.  Berikan sudut pandang yang berseberangan
  6.  Sangkal (bantah) sisi berseberangan itu dengan fakta, detail, angka, atau kutipan
  7. Berikan pula pengakuan (jika perlu) terhadap sikap yang berseberangan –karena, meski bertolak belakang dengan sikap kita, itu tentu juga memiliki argumentasi. Ini agar editorial yang kita buat menjadi rasional
  8. Ulangi kata-kata kunci untuk menguatkan ide ke pikiran pembaca
  9. Berikan solusi yang realistis terhadap persoalan
  10. Akhiri dengan “pukulan” yang mengulangi kata-kata pembuka
  11. Buatlah sebanyak 500 kata; Jangan pernah gunakan kata “Saya”

Contoh struktur editorial:
  1. Awali dengan penjelasan persoalan/isu/kontroversi
  2.  Hadirkan opini anda
  3. Sangkal opini yang berseberangan dengan anda
  4. Berikan alasan lain atau analogi
  5. Akhiri dengan “pukulan” yang menohok
Cara kerja para editor
Cara kerja pertama yang membutuhkan perhatian khusus yang menyangkut berbagai bahan yang dibutuhkannya. seorang redaksi majalah, misalnya harus menentukan salah dari sekian topik yang menarik sebagai sajian utama seeprti topik pekanan, topik rublik, feature, dll.

Hal berarti bahwa para editor harus memiliki suatu pola kerja yang jelas serta memastikan bahwa mereka selalu memperoleh pasokan materi yang memadai dari bulan kebulan. Para editor tidak boleh menunggu sesuatu menjadi basi bahkan untuk suatu berita yang masih berkembang, para editor harus menyajikan sesuatu yang aktual dan menarik mengenai berita tersebut, karena beritanya masih berkembang dan belum bisa dipastikan, misalnya musibah meletusnya gunung merapi yang super panjang, atau berita aktual kehadiran Obama ke Indonesia atau lolosnya Gayus yang sedang nonton pertandingan tennis dunia di Bali padahal dalam amsa tahanan POLRI..

Para editor juga harus mempertimbangkan berapa halaman dan kandungan beritanya sesuai dengan efisiensi biaya. ia harus mengatur penempatan artikel berita sedemikain rupa sehingga hemat dan masih bisa menyisakan kolom-kolm untuk iklan. Kemampuan editorial inipun harus dikuasai para praktisi public relations, mereka juga harus memahami dan mengenali berbagai macam tekanan dan hambatan yang seringkali dihadapi para editor.

Berikut ini beberapa metode pengumpulan berita, kolom iklan, gambar-gambar dan berbagai macam materi editorial lainnya yang sudah sering dipraktikan. Disini titik beratnya diletakan pada fungsi-fungsi atau orang yang menjalankan peranannya.

Reporter.
Mereka dalah para jurnalis yang secara lansgung berada dibawah editor dan dibebani tugas meliput subjek tertentu. mengingat bdiang liputan yang demikian luas, pada umumnya mereka mengkhususkan dri pada bidang tertentu saja, seeprti kriminalitas, politik, olahraga. di orarn-koran besar bahkan dibakukan dengan maksud agar setiap reporter benar-benar menguasai bidangnya, selain reporter spesialis, reporter generalis yakni para reporter yang dituntut untuk menguasai banyak bidang sekaligus meskipun tidak terlalu mendlaam. suatu berita yang dimuat biasanya disertai dengan insiial nama reporer yang melaporkannya, praktik ini biasa disebut by-line.

Koresponden khusus(Special correspondents)
mereka adalah para penulis yang sengaja mengkhususkan diri pada bidang-bidang tertentu seperti bidang insustri, iptek, pendidikan dan sebagainya.para jurnalis ini mengisi koloms ecara teratur atau ditugaskan secara insidental ketika subjek yang mereka kuasai sedangan hangat dibicarakan. banayk pula diantara mereka yang menjalankan fungsi editing disuatu majalah muingguan atau budlana emngenai subjek yang mereka kuasai serta mnegisi koom-kolom khusus pada berbagai suarat kabar sebagai penulis kontributor.
Wartawan lokal (stringers)
tidak semua surat kabar mampu untuk memperkerjakan sejumlah besar karyawan guna meliput berbagai daerah. oleh karena itu, cukup banyak penerbit koran, khususnya korankecil yang menjali kerjasama dengan para jurnalis lokal (biasanya mereka bekerja pada koran-koran daerah setempat) guna meliput berbagai berita dan peristiwa menarik di daerah tersebut. para wartawan lokal ini memang sering memasok berita-berita lokal kepada pers nasional.
Koresponden asing/luar negeri (Foreign  correspondents)
koran-koran yang besar biasanya memperkerjakan sejumlah koresponden asing dibebrapa kota utama dunia. mereka bisa kerja secara penuh atau paruh waktu (freelance). bagi koresponden yang berkekrja secara paruh waktu, mereka biasanya sudah memiliki perkjaan pada koran-korn lain dinegaranya sendiri.
Penulis artikel
mereka adalah para jurnalis yang menulis artiekl di luar laporan berita. artikel itu bisa berupa ulasan latar belakakng atau pelengkap yang mendampigi berita utama untukmenciptakan suatu kupasan lebih mendalam dan lengkap. pada ummnya mereka mengkhususkan diri pada bidang tertentus eprti seni, politik atau hmaniora, dll.

Hal lain selain diatas adalah Kontributor lepas, jasa telegram,kantor berita, agen-perpustakan photo, sindkikasi (syndication).

 Langkah-langkah menulis editorail
Ketika menulis editorial, Anda harus berusaha mengidentifikasi isu, melihat dari sudut pandang yang berbeda, dan menawarkan tindak lanjut menghadapinya (Holland).

Dalam bahasa Sebranek dan Kemper, langkah penulisan editorial dapat disimpulkan dalam empat kata kerja: memilih (selecting), mengumpulkan (collecting), mengaitkan (connecting), dan memperbaiki (correcting).

Pada langkah pertama, pilihlah isu-isu yang hendak diangkat. Perlu pertimbangan tersendiri untuk menentukan isu apa yang hendak diangkat. Perbedaan pertimbangan inilah yang membedakan pengangkatan isu setiap media berbeda-beda. Misalnya saja, pada Kamis, 7 September 2007, Media Indonesia mengangkat masalah buruknya kompetensi transportasi di Indonesia. Sementara Seputar Indonesia mengangkat masalah siginifikansi APEC.

Tahap berikutnya, kumpulkan pendukung yang akan memperkuat opini yang hendak disampaikan. Pendukung berupa fakta-fakta seputar topik yang diangkat ini akan memberi nilai objektivitas pada tulisan daripada sekadar opini belaka. Untuk memberikan nilai yang lebih kuat, kumpulkanlah pendapat-pendapat yang berotoritas agar opini yang hendak dikemukakan lebih berbobot.

Langkah ketiga ialah menghubungkan atau mengaitkan. Sebelum menyusun draf editorial, rembukkan dulu dengan anggota redaksi (ingatlah bahwa editorial itu mewakili sikap media terkait). Isi editorial yang disampaikan harus jelas dan menyampaikan detail-detail yang akurat, dilengkapi dengan contoh-contoh pendukung. Berikan argumen yang kuat pada awal dan akhir editorial. Dalam hal ini, argumen yang dipertentangkan, berikut kelemahan-kelemahannya dapat ditunjukkan. Jangan lupa, tawarkan solusi pada akhir editorial

Akhirnya, lakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap hasil tulisan tersebut. Editorial itu harus jelas dan bertenaga. Tapi jangan sampai menyerang pihak lain. Upayakan pula untuk tidak terlalu mengajari. Susunan paragraf sebaiknya ringkas dan lugas. Sekali lagi, berbagai contoh dan ilustrasi akan bermanfaat. Apalagi kutipan-kutipan yang berbobot, akan menguatkan opini kita. Yang lebih penting lagi, kemukakan semua dengan jujur dan akurat.

Langkah-langkah yang ditawarkan oleh Alan Weintraut berikut mungkin perlu diperhatikan pula.

  1. Tentukan topik yang signifikan dengan sudut pandang berita terkini yang akan menarik minat pembaca.
  2. Kumpulkan berbagai informasi dan fakta,termasuk laporan objektif; lakukan penelitian.
  3. Kemukakan opini Anda secara singkat dengan model pernyataan tesis.
  4. Jelaskan isu tertentu secara objektif sebagai wartawwan dan katakan mengapa situasi tersebut sangat penting dibicarakan.
  5. Berikan terlebih dahulu sudut pandang berlawanan bersama beberapa kutipan dan fakta yang ada.
  6. Sanggah atau tolak sisi yang lain dan kembangkan kasus Anda dengan menggunakan fakta-fakta, detail-detail, tokoh-tokoh, dan kutipan-kutipan. Kesampingkan sisi logika lainnya.
  7. Akui poin yang berlawanan--poin-poin tersebut tentu memiliki poin yang baik yang dapat diakui untuk membuat Anda tampak rasional.
  8. Ulangi frasa kunci untuk memperkuat ide hingga melekat dalam benak pembaca.
  9. Berikan solusi yang realistik kepada masalah yang di luar pengetahuan umum. Berikan dorongan untuk pemikiran kritis dan tindakan yang proaktif.
  10. Ringkaslah menjadi suatu kesimpulan yang menegaskan kembali pernyataan pada tesis awal.
  11. Jagalah agar tidak lebih dari 500 kata; setiap tulisan diperhatian, hindari penggunaan kata "saya". (Pada faktanya, hal ini tergantung kebijaksanaan dari masing-masing media.)

Ada beberapa struktur yang bisa digunakan untuk menyusun sebuah editorial. Berikut ini salah satunya.

1. "Lead" dengan penjelasan yang objektif terhadap isu/kontroversi tertentu. Jangan lupa menyertakan prinsip 5W 1H.
* Tariklah beragam fakta dan kutipan dari bahan-bahan yang relevan.
* Untuk memperkuat posisi, lakukan riset tambahan seperlunya.
 

2. Kemukakan opini oposisi Anda terlebih dahulu.
Sebagai penulis editorial, Anda tidak hendak menyetujui suatu opini yang mengemuka. Identifikasikan pihak-pihak yang bertentangan dengan Anda.
* Gunakan beragam fakta dan kutipan untuk menyatakan opinin mereka secara objektif.
* Berikan posisi oposisi yang kuat. Anda tidak akan mendapat apa pun kalau menyanggah posisi yang lemah.
 

3. Sanggah keyakinan pihak oposisi secara langsung.
Sebelum benar-benar menyanggah, artikel Anda dapat diawali dengan sebuah transisi.
* Tariklah fakta-fakta dan kutipan-kutipan dari orang-orang lain yang mendukung posisi Anda.
* Akui poin yang valid dari pihak oposisi yang akan membuat Anda tampak rasional, yang mempertimbangkan seluruh pilihan.
 

4. Berikan alasan/analogi asli lainnya.
Untuk mempertahankan posisi Anda, berikan alasan yang disajikan dalam urutan semakin kuat.
* Gunakan alusi budaya atau literer yang akan memberikan kredibilitas dan rasa inteligensi.
5. Simpulkan dengan tegas.
Berikan solusi dari masalah atau tantang pembaca untuk berbagian memecahkan masalah.
* Sebuah kutipan akan efektif, khususnya jika berasal dari sumber terpercaya.
* Pertanyaan retoris dapat menjadi simpulan yang efektif juga. Sebab sering kali pertanyaan seperti ini menyadarkan kalangan tertentu.

Hampir serupa dengan itu, Sebranek dan Kemper juga menawarkan lima butir berikut ini.

1. Kemukakan pengalaman pribadi dalam bentuk pernyataan yang menjadi sebuah tesis.
2. Berikan penjelasan dari sudut pandang yang berbeda dengan isu yang diangkat.
3. Angkat contoh-contoh yang akan mendukung sudut pandang kita.
4. Berikan alasan terhadap opini yang kita kemukakan.
5. Paragraf terakhir hendaknya diakhiri dengan penegasan ulang akan tesis yang dikemukakan di awal. Akhiri pula dengan catatan yang positif.
Dirangkum oleh: R.S. Kurnia/www.pelitaku.sabda.org

Kebjakan editorial dalam penulisan hasil liputan
Apa yang membedakan satu koran dengan koran lainnya dalam liputan ? Jawaban simplenya: kebijakan editorial. Editorial masing-masing surat kabar atau media berbeda satu sama lain. Boleh dikatakan tidak ada media yang sama persis kebijakan editorialnya dalam pemberitaannya.
Kebijakan editorial inilah yang “membimbing” seorang jurnalis menuliskan laporan liputannya. Dengan adanya editorial ini juga memudahkan liputan di lapangan, menggarisbawahi liputan dan mengangkat tema-tema liputan.

Kompas misalnya sangat kuat dalam kebijakan editorial dengan menyandarkan apa yang disebut humanismei transendental. Humanisme atau kemanusiaan dipahami dalam konteks manusia sebagai orang yang memiliki nilai hidup keagamaan. Humanisme transedental merupakan pilar Komapas dalam semua liputan mulai dari hiburan sampai dengan berita politik.

Dalam sebuah tulisan tepat 40 tahun Kompas, Jacob Oetama menulis seperti ini soal kebijakan editorial:

Pandangan, sikap hidup, dan orientasi nilai Kompas adalah faham kemanusiaan yang beriman, yang percaya kepada nilai abadi dan nilai kemanusiaan.

Bukan saja pendidikan yang diperlukan anak manusia, tetapi juga pencerahan, pendidikan akal budi. Ilmu, kepandaian, kecerdasan menjadi bagiannya. Tetapi juga watak atau karakter, kepribadian, rasa tanggung jawab, kejujuran, dan ketulusan.

Orang Perancis menyebut surat kabar sebagai un journal c’est un monsieur, surat kabar bersosok, berpribadi justru karena memiliki pandangan hidup yang transenden serta pandangan hidup kemasyarakatan.

Lebih dari sekadar suatu informasi dan peliputan perihal peristiwa dan permasalahan, surat kabar adalah juga interaksi. Dalam bahasa sehari-hari karena itu surat kabar mempunyai policy, editorial policy, kebijakan editorial. Juga kebijakan perusahaan.

Pandangan dasar koran atau media apapun memang penting untuk memiliki semacam falsafah atau hal-hal fundamental yang membuat sebuah lembaga media berdiri. Jika hanya kebutuhan komersial, lembaga media memang bisa menjadi kaya tetapi tidak memberikan “daya pikat” yang kuat untuk sebuah bangsa secara keseluruhan. Media komersial hanya akan memperkaya para pemilik media itu secara materi tetapi mungkin tidak akan “memperkaya” khasanah kebudayaan bangsa.

Oleh sebab itulah maka sebuah kebijakan redaksi sangat penting dalam liputan di lapangan. Terjun ke lapangan tanpa panduan akan menyulitkan para jurnalis. Selain itu tanpa sebuah semangat kebersamaan dalam sebuah media maka bisa terjadi ketidakharmonisan dalam penyajian berita dan liputan. 

Sumber : 
Public Relation, Frank Jefkins, Ed V, terj. Haris Munanadar, Airlangga, Jakarta, 2003.
http://www.menuliscepat.com/
http://blogfajri.wordpress.com 

Jumat, 12 November 2010

Keahlian komunikasi bagi sekretaris

Komunikasi berasal dari bahasa latin, yaitu Communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Istilah Commucatio bersumber dari kata communis yang arinya sama maknanya. Jadi sekelompok orang yang terlibat dalam komunikasi harus memiliki kesamaan makna, jika tidak maka komunikasi tidak dapat berlangsung. Bila seseorang menyampaikan pesan, pikiran dan perasaan kepada orang lain dan orang tersebut mengerti apa yang dimaksudkan oleh penyampaian pesan maka komunikasi berlangsung.
Pengertian komunikasi adalah suatu proses penyampaian pikiran dan perasaan oleh seseorang kepada orang lai dengan menggunakan lambang-lambang yang mempunyai arti bagi kedua belah pihak. Proses penyampaia tersebut pada umumnya manggunakan bahasa, karena bahasa menggunakan lambang yang dapat mewakili sesuatu, baik yang berwujud maupun tidak. Selain bahasa dapat juga digunakan gerak isyarat atau mimik dan pant mimik. Kounikasi dengan bahasa disebut komunikasi verbal sedangka komunikasi dengan menggunakan lambang disebut komunikasi non verbal.
Bagi sekretaris terutama perlu mengetahui dan menguasai tehnik komunikasi langsung (face to face). Jenis komunikasi ini yaitu
  1. Komunikasi langsung antara seorang komunikator dengan seorang komunikan
  2. Komunikasi kelompok yaitu komunikasi antara seseorang atau lebih dengan sekelompok orang secara tatap muka.
Keuntungan komunikasi antar pribadi untuk melakukan persuasi adalah terjadinya kontak pribadi, sehingga komunikator memahami , mengetahui dan mengkaji sejauh mana pesan yang disampaikan dapat diterima baik oleh komunikan. Dengan mengetahui, memahami dan mengkaji hal-hal tersebut, komunikator dapat memperbaiki sikap antara lain:
  1. Mengontrol setiap kata dan kalimat yang diucapkan
  2. Mengulangi kata-kata yang mempunyai maksud penting disertai berbagai penjelasan secukupnya
  3. Memberi kepastian pengertian apa yang telah di ucapkan
  4. Memberi intonasi kata-kata yang penting
Yang perlu dilakukan oleh komunikator agar dalam berkomunikasi berjalan lancar:
  1. Berperilaku empatik yaitu memahami perasaan orang lain dan berperilaku simpatik
  2. Tanamkan percaya pada diri sendiri tanpa pengaruh orang lain
  3. Bersikap sebagai fasilitator yaitu memberi arah kemudahan
  4. Apa yang di ucapkan harus dapat dipertanggung jawabkan
  5. Apa yang dikemukakan berdasarkan fakta dan kebenaran
Tinggalkan rasa super, senang mengkritik da emosional

Teknik mengelola rapat pimpinan

Secara general, rencana rapat harus memenuhi unsure 5W + 1H, yakni :
  1. Why, mengapa rapat diselenggarakan
  2. What, agenda rapat atau materi yang akan dibahas dalam rapat.
  3. Who, siapa peserta rapat, ini menyangkut penetuan orang yang akan diundang rapat sesuai dengan materi rapat.
  4. Where, di mana rapat akan diselenggarakan.
  5. When, Kapan rapat akan diselenggarakan.
  6. How, bagaimana rapat akan diselenggarakan. Formal atau non formal, terbuka atau tertutup.
Pengelolaan Konsumsi dan Akomodasi.
  1. Sekecil dan se non formal apapun rapat yang diselenggarakan, urusan konsumsi dan akomodasi perlu mendapat perhatian. Berikut hal yang perlu diingat :
  2. Konsumsi diberikan dalam setiap rapat. Pemberiannya tergantung pada sikon keuangan perusahaan, dan lama rapat yang digelar.
  3. Jika rapat diacarakan kurang dari 3 jam, konsumsi cukup snack dan minuman teh/kopi. Tetapi jika berlangsung seharian, perlu diberikan beberapa penyajian konsumi. Biasanya penyajian makan siang (lunch), dan pemberian dua kali coffee break.
  4. Coffee break pertama diberikan sejam setengah sebelum lunch ( biasanya jam 11 an). Coffee Break kedua diberikan sesaat sebelum sholat ashar, sekitar jam 3 an.
  5. Jika rapat diselenggarakan di perusahaan, akomodasi biasanya berupa pemberian “uang transport” kepada peserta rapat. Tetapi jika rapat diselenggarakan perusahaan atau bahkan di luar kota , akomodasi diberikan dalam bentuk layanan pemberian penginapan gratis beserta uang transport.
  6. Urusan penginapan ditangani langsung oleh perusahaan. Dalam hal ini yang melakukan reservasi tempat untuk rapat dan tempat unguk menginap, adalah sekretaris.
Pengelolaan Tempat Rapat.
Di manapun rapat dilaksanakan, sekretaris bertugas penuh mengatur dan menyiapkan tempat rapat.
  1. Jika rapat diselenggarakan di perusahaan, sekretaris bertugas mempersiapkan ruangan yang akan dipakai rapat lengkap dengan semua perlengkapan pendukung rapat.
  2. Jika rapat diselenggarakan di luar kantor, sekretaris juga yang bertugas mengurus reservasi tempat, dan memastikan perlengkapan rapat di ruangan/tempat yang akan digunakan rapat, benar-benar tersedia.
Mempimpin Rapat
Yang bertindak sebagai pemimpin rapat biasanya pimpinan perusahaan langsung. Namun tidak jarang karena berbagai pertimbangan, sekretaris diminta untuk memimpin rapat oleh
pimpinan.
Karena itu, mau tidak mau, sekretaris selain mampu dalam mengelola rapat, juga harus piawai memimpin rapat. Ada beberapa hal yang perlu disiapkan dalam memimpin rapat, yakni;
  1. Memahami Tujuan rapat yang akan diselenggarakan.
  2. Mengetahui wewenang dan tugas pemimpin rapat
  3. Memahami Setiap acara rapat
  4. Memahami Perencanaan prosedur rapat
  5. Menghubungi/menyiapkan notulen rapat
  6. Mengatur/memanage petugas konsumsi dan akomodasi
  7. Mempersiapkan perlengkapan rapat
  8. Memeriksa ruangan rapat.
Pimpinan rapat yang baik memenuhi criteria sebagai berikut ;
  1. Berbicara spontan,
  2. Mengemukakan gagasan cemerlang
  3. Mampu memotivasi peserta rapat untuk aktif dalam rapat.
  4. Mewakili kepentingan pimpinan dengan baik, sehingga tanpa kehadiran pimpinan, rapat tetap mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Dari beberapa hal yang telah disampaikan tadi, ada dua hal yang harus senantiasa diperhatikan secara detail dan bahkan memerlukan bantuan penanganan pihak lain. Yakni :
  1. Pengelolaan konsumsi dan akomodasi
  2. Pengelolaan tempat rapat

Contoh Agenda Rapat Sehari

No
Jam/Waktu
Acara
Petugas
1
08.30-09.00
Regristrasi peserta rapat
Penerima tamu
2
09.00-09.05
Pembukaan
Pembawa acara
3
09.05-09.15
Sambutan Pimpinan Perusanaan
Pim.Perusahaan
4
09.15-10.30
Strategi Penjualan dan Pemasaran
Manajer Pemasaran
5
10.30-10.40
Coffee Break I
Konsumsi
6
10,40-12.00
Laporan Hasil Penjualan
Manajer Penjualan
7
12.00-13.30
Lunch, Sholat Dhuhur
Konsumsi/acara
8
13.30-15.15
Sessi Workshop
Peserta rapat
9
15.15-15.30
Coffeee Break II

10

Strategi Pemasaran dan Penjualan 2008
Pim/wakil pimpinan Perusahaan
11
16.00
Penutup, Doa
Acara

Sekretaris dalam perusahaan

Apa yang anda bayangkan tentang seorang sekretaris? Perempuan cantik, menarik, dengan dandanan dan busana up to date dan siap 24 jam melayani semua kebutuhan pimpinan?

Pendapat kurang sedap mengenai eksistensi sekretaris dalam sebuah organisasi seperti itu, sudah sepantasnya dihilangkan. Karena berbagai perkembangan menunjukkan, pandangan positif terhadap seorang sekretaris harus sudah mulai diterapkan. Eksistensi dan fungsi sekretaris tidaklah sekadar “pembantu atau penggembira atasan”. Lebih jauh lagi, sudah jadi merupakan bagian penting dan tak terpisahkan. Ibarat dalam sebuah mesin, sekretaris merupakan item penting yang keberadaan dan kinerjanya akan berpengaruh terhadap kinerja mesin itu secara keseluruhan.
Sebagai suatu profesi, sekretaris memiliki masa depan cerah. Karena meski perkembangan teknologi tak bisa dibendung, alat-alat perkantoran canggih terus diperkenalkan, “sentuhan” tangan trampil dan buah pikiran seorang sekretaris tetap diperlukan.
Definisi Sekretaris
“Secretary is an employee in an office who deals with coresspondence, keep record, maka arrangements and appointments for particular member of the staff.”-A.S. Hornby ( Oxford Advanced Dictionary)
Sekretaris berasal dari bahasa Inggris secret dan secretum dari bahasa Latin yang artinya rahasia. Berasal pula dari kata secretaries /secretarium yang berarti seseorang yang diberi kepercayaan memegang rahasia.
Beberapa defenisi sekretaris lainnya,
1. ”Secretary is an person employed to keep record, take care coresspondence and other writing task, etc, for organization or individual”. Webster New Dicitonary of American Language College.
2. Person employed by another to assit him in coresspondence, literary work getting information and other confidential matters”. H.W.Flower & F.G. Flower
3. “Secretary is a personal office assitance to designed supervisor who has close and direct working relationship with supervisor. Ruth J.Anderson
Dari beberapa definisi jelaslah bahwa sekretaris bukan sekadar pembantu atasan semata, tetapi seseorang dengan kualifikasi tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab yang sangat tinggi. Seorang pimpinan/atasan memiliki tugas dan tanggung jawab besar dalam memimpin dan mengelola perusahaan/organisasi. Mulai dari mengurus appointement, soal administrasi, mengatur rapat sampai urusan korespondensi. Dan tugas-tugasnya ini akan bisa lebih maksimal jika dibantu dengan keberadaan seorang sekretaris.
Fungsi sekretaris

“A Secretary assist an excecutive in carrying out the detail o his work. The executive depend ons upon his secretary primarly for assistance in handling the details of communications such as telephoning, telegraphing, filling and duplicating.’’Beamer, Hanna, Popham ( Effective Secretarial Practise).
Secara general peranan sekretaris menyangkut :
1. Terhadap atasan :
  • Sumber dan filter informasi bagi pimpinan, dalam memenuhi fungsi, tugas dan tanggung jawab.
  • Assiten/tangan kanan pimpinan dalam mengatur aktivitas perusahaan. Mulai dari administrative sampai human relations.
  • Perantara bagi pimpinan dan pihak-pihak yang ingin berhubungan dengan pimpinan.
  • Alternatif pemikiran dari pimpinan dalam hal penuangan ide-ide.
  • Secret Keeper/pemegang rahasia pimpinan kaitannya dnegan tugas perusahaan.
  • Mediator pimpinan dengan bawahan.
2. Terhadap bawahan/karyawan :
  • Membantu memberikan motivasi kepada karyawan lain.
  • Mediator antara bahawan/karyawan dengan pimpinan.
  • Membantu/memfasilitasi bawahan ketika hendak bertemu dengan pimpinan.
  • Memberikan rasa puas dan bangga kepada bawahan terhadap hasil kerja mereka.
TUGAS SEKRETARIS
Di banding dengan posisi lain, sekretaris termasuk karyawan yang memiliki multi tugas, di antaranya :
1. Menurut wewenangnya.
  • Tugas rutin. Meliputi pengetikan, making call, menerima tamu, korespondenci, filling, surat menyurat.
  • Tugas instruksi. Meliputi penyusunan jadwal perjalanan, making appointment, pengaturan keuangan, persiapan dan penyelenggaraan rapat, arrange schedule.
  • Tugas kreatif. Meliputi pembuatan formulir telepon, dokumentasi,mengirim ucapan kepada klien, mengatur ruang kantor pimpinan.
2. Menurut jenis tugasnya.
  • Tugas administrasi.perkantoran. meliputi surat menyurat, pembuatan laporan, filling.
  • Tugas resepsionis. Meliputi making call, melayani tamu, menyusul jadwal pertemuan pimpinan.
  • Tugas social. Meliputi mengatur rumah tangga kantor, mengirim ucapan selamat kepada relasi, mempersiapkan respsi/jamuan.acara resmi kantor.
  • Tugas insidentil. Meliputi mempersiapkan rapat,mempersiapkan pidato, presentasi, dan mempersiapkan perjalanan dinas pimpinan.
Syarat-sayarat profesional

Selama ini, orang cenderung mendeskripsikan seorang sekretaris sebagai sosok wanita berpenampilan cantik dan menarik. Anggapan ini jelas salah besar. Karena seorang sekretaris tidak melulu ahrus selorang wanita. Dan kalaupun ia wanita, tidak selalu harus cantik dan menarik.
Secara professional, ada sejumlah syarat seorang sekretaris yang baik.
  1. Personality. Di antaranya sabar, tekun, disiplin, tidak cepat menyerah, berpenampilan baik, jujur, loyal, pandai berbicara, sopan dan bisa menjaga image perusahannya.
  2. General Knowledge. Memiliki kemampuan memadai terhadap segala sesuatu perubahan dan perkembangan yang terjadi, terutama yang berkaitan dengan aktivitas organisasi.
  3. Special knowledge. Memiliki pengetahuan yang berkaitan khusus dengan posisinya sebagai seorang sekretaris.
  4. Skill and technic, di antaranya meliputi kemampuan mengetik, koresponednsi, stenografi (sekarang bukan syarat mutlak) dan kearsipan.
  5. Practice, kemampuan melaksanakan tugas seharu-hari seperti menerima telepon, menerima tamu, menyiapkan rapat, membuat agenda pimpinan dll

Selasa, 09 November 2010

Kedudukan jurnalisme online dan jurnalisme konvensional yang saling melengkapi

Oleh : Siska Dian Klaresia*)

Jurnalisme pada umumnya dapat diartikan sebagai kegiatan dalam mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita kepada khalayak atau masyarakat luas. Jurnalisme tidak bisa dilepaskan dengan masalah media, karena media merupakan institusi sedangkan jurnalisme sendiri adalah seperangkat pengetahuan yang membahas seluk-beluk kegiatan yang memungkinkan institusi tersebut hadir dan berfungsi dalam masyarakat.

Kegiatan dalam jurnalisme itu sendiri pada intinya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas informasi., sedangkan media yang digunakan dapat berupa media cetak, maupun media elektronik. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, berita / informasi tidak hanya bisa kita dapatkan lewat media cetak seperti suratkabar, majalah, dsb maupun media elektronik seperti televisi dan radio, namun internet yang dipandang sebagai media interaktif juga dapat berfungsi sebagai media yang menyediakan berbagai informasi di dalamnya termasuk berita.

Dewasa ini, setiap orang bisa menulis berita dengan bebas melalui media internet. Baik yang merupakan wartawan sungguhan dan mempunyai lembaga resmi, maupun hanya wartawan “dadakan” yang merupakan personal individu yang tidak mempunyai lembaga resmi namun juga dapat menulis berita lewat internet. Rasa tidak puas akan informasi yang diperoleh masyarakat lewat media cetak maupun elektronik berupa televisi, serta kemudahan yang disediakan fasilitas internet untuk mengakses segala informasi dan menulis berita lewat internet, salah satunya adalah lewat situs weblog yang kita ketahui selama ini, menjadi salah satu penyebab munculnya apa yang disebut jurnalisme online yang kedudukannya dapat menggeser atau mempengaruhi jurnalisme tradisional atau konvensional tersebut.
Tulisan ini akan berisi mengenai opini-opini saya mengenai keberadaan jurnalisme online, dimana keberadaannya dapat menggeser, mempengaruhi atau bahkan menjadi sebuah persaingan dengan media tradisional seperti media cetak dan media elektronik lainnya yang didalamnya menyajikan suatu jurnalisme konvensional.

PERKEMBANGAN YANG SEMAKIN PESAT

Perkembangan tekhnologi komunikasi dan informasi di Indonesia saat ini memang berkembang dengan pesat, terutama di bidang elektronik. Kegiatan Jurnalisme saat ini pun bukan saja dilakukan melalui media cetak, namun dengan media elektronik juga telah hadir, dalam hal ini yang dimaksud adalah media internet atau e jurnalisme. Suatu kegiatan jurnalisme yang menggunakan komputer / internet sebagai media utamanya. Menurut saya hadirnya atau dengan adanya jurnalisme online ini sangat bagus sekali dengan perkembangan dunia jurnalistik pada umumnya. Kegiatan dalam mencari, mengumpulkan dan mengolah berita tidak hanya dilakukan dengan media cetak saja, namun dengan media internet juga dapat dilakukan, hal ini dapat memudahkan seorang jurnalis untuk dapat bekerja cepat dengan media internet tersebut. Selain berita yang ditampilkan bersifat fresh / selalu baru, pesan yang ditampilkan didalamnyapun bersifat menarik.

Dengan jurnalisme online ini, siapa saja dapat menulis berita dan melaporkan suatu kejadian atau peristiwa penting lewat internet tersebut. Memang untuk sebagian adalah merupakan lembaga resmi jurnalistik yang mempunyai situs sendiri dalam melaporkan berita-beritanya, namun untuk kalangan masyarakat / individu yang bukan “siapa-siapa” dalam arti bukan wartawan, bukan juga seorang editor maupun pekerja media, tetap dapat menuliskan berita lewat internet tersebut.

Pesta blogger yang terjadi di Indonesia, juga memunculkan wacana seputar citizen journalism ( jurnalisme warga ). Berkat kemajuan teknologi tersebut, dimulailah era baru dalam jurnalisme, yakni open source reporting. Sekarang, siapa saja bisa melaporkan apa saja yang dilihatnya, atau yang ingin dikatakannya. Berita, opini, reportase, sampai curhat yang sangat pribadi, semua bisa dibagi kepada yang lain. Tidak perlu menunggu wartawan menjemput dan tidak perlu menjadi somebody agar dilirik media.

Kondisi seperti ini, menurut saya sangat tidak nyaman sekali dipandang atau ditampilkan sebagai suatu berita lewat media internet tersebut. Kredibilitas jurnalis warga tersebut serta kualitas pelaporan perlu dipertanyakan. Mereka belum tentu mempunyai kemampuan yang benar-benar mendalam mengenai bagaimana penulisan berita yang baik serta aturan-aturan lain yang menyangkut dengan kode-kode etik jurnalistik.

Media internet sendiri, sebagai suatu media baru (new media ), pada gilirannya juga telah menghadirkan sekian macam bentuk jurnalisme yang sebelumnya tidak kita kenal yaitu “jurnalisme warga” yang telah saya singgung tadi. Dengan biaya relatif murah, kini setiap pengguna internet pada dasarnya bisa menciptakan media tersendiri. Mereka dapat melakukan semua fungsi jurnalistik sendiri, mulai dari merencanakan liputan, meliput, menulis hasil liputan, mengedit tulisan, memuatnya dan menyebarkannya di berbagai situs internet atau di weblog yang tersedia gratis.

Dengan demikian, praktis sebenarnya semua orang yang memiliki akses terhadap internet sebenarnya bisa menjadi “jurnalis dadakan” meski tentu saja kualitas jurnalistik mereka masih bisa diperdebatkan. Yang jelas, orang tersebut tidak dituntut harus lulusan sarjana Ilmu Komunikasi atau sekolah jurnalistik untuk menjadi seorang “jurnalis dadakan” di dunia maya tersebut. Sebagai contoh, seinget dan setahu saya, berita pertama soal bencana Tsunami di Aceh pada Desember 2005 yang lalu, justru muncul dan diketahui publik lewat blog pribadi di internet, jadi tidak melalui saluran-saluran media yang konvensional. Dapat dikatakan, kehadiran jurnalisme warga ini juga telah menjadi tantangan bagi jenis “jurnalisme mapan” yang diterapkan di media-media konvensional seperti suratkabar, majalah, radio dan televisi.

Dengan jurnalisme online ini, menurut saya memang menguntungkan bagi beberapa pihak saja namun tidak untuk semua masyarakat yang tidak mengetahui dan tidak mengerti tentang keberadaan jurnalisme online tersebut ( belum dapat dikatakan efektif ). Di lain sisi, kemunculan jurnalisme online memang memudahkan kerja wartawan atau pekerja media dalam menyampaikan berita-beritanya, namun masih banyak juga kekurangan-kekurangan yang ada dalam jurnalisme online tersebut.

Selain hal-hal yang saya utarakan tersebut di atas, keberadaan jurnalisme online jika dibandingkan dengan jurnalisme konvensional jelas berbeda sekali. Dalam jurnalisme konvensional, mengandung unsur-unsur seperti Timelines atau termassa, Proximity atau kedekatan, Impact atau dampak, Magnitude, Conflict, Kemajuan, dan Manusiawi. Para jurnalis dalam jurnalisme konvensial ini juga hanya dibekali dengan pengetahuan yang elementer dan dikenal dengan 5W + 1H. Berita dianggap elementer bila didalamnya terdapat what, who, when, where, why, dan how. Serta dalam jurnalisme konvensional ini baru memaparkan reportase faktual, bersifat linier dan hanya dari satu dimensi saja. Penulisan berita jurnalisme konvensional ini juga menganut sistem piramida terbalik, diawali dengan berita-berita yang penting dan hingga akhirnya berita yang kurang penting / tidak penting.
Berbeda sekali dengan jurnalisme online, pelaku / wartawan media online tidak harus selalu turun ke lapangan untuk mendapatkan berita, serta proses yang dilakukan dalam menyampaikan berita melalui media internet, tidak serumit seperti yang terjadi dalam jurnalisme konvensional misalnya saja media cetak seperti suratkabar maupun televisi. Kemampuan tekhnis yang dimiliki seorang pekerja media konvensional tidak hanya terbatas pada pengolahan kata-kata / fakta menjadi sebuah berita, tetapi juga penggunaan atau pengoperasian alat-alat teknis seperti kamera dsb juga teruji, tidak seperti pada jurnalisme online yang selain benyaknya wartawan “amatiran / dadakan”, mereka juga belum tentu memiliki kemampuan dan ketrampilan seperti yang dimiliki pekerja media konvensional.
Dalam jurnalisme konvensional, wartawan juga dituntut untuk memiliki kemampuan / kepekaan terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Perjuangan serta proses yang dilakukan dalam mencari, mengolah sampai menyebarkan berita juga tidak semudah dan se-simple seperti yang terjadi dalam jurnalisme online.

Di Indonesia sendiri, sangat disayangkan bahwa peran pemerintah dalam menanggapi keberadaan media jurnalisme ini, perhatiannya sangat minim sekali. Jangankan jurnalisme online, yang merupakan media baru yang berkembang di masyarakat, jurnalisme konvensional yang lebih dulu ada saja, keberadaannya kurang sekali mendapat perhatian dari pemerintah.
Adanya jurnalisme konvensional ini, sangat membantu masyarakat / publik dalam memenuhi kebutuhannya dalam mendapatkan informasi, terutama bagi masyarakat yang tidak begitu bisa menggunakan media internet ( jurnalisme online ) tersebut. Walaupun publik merupakan pemirsa / penonton yang pasif dalam mendapatkan informasi, karena hanya bersifat satu arah saja tidak seperti pada jurnalisme online, namun jurnalisme konvensional selalu berusaha menyuguhkan berita atau informasi penting bagi masyarakat yang penyampainnya juga faktual serta menurut kaidah-kaidah jurnalisme.

Kemunculan atau keberadaan jurnalisme online, menurut saya keudukannya juga tidak dapat menggeser jurnalisme konvensional. Justru dengan adanaya kedua jenis jurnalisme tersebut, dapat menambah keberagaman serta wawasan dalam dunia jurnalisme serta saling melengkapi antar keduanya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Jurnalisme online dan jurnalisme konvensional memang merupakan jurnalisme yang mempunyai perbedaan yang sangat mendasar, baik dari media yang digunakan, pelaku atau pekerja didalamnya, hingga penyusunan serta penampilan pesannya yang juga berbeda, namun keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Keberadannya tidak bisa dikatakan sebagai media yang berlawanan atau saling berkompetisi, namun juga sebagai media yang dapat saling melengkapi dalam kegiatan jurnalistik atau dalam dunia jurnalisme.
Kehadiran kedua jenis jurnalisme tersebut pada intinya memiliki tujuan yang sama, yakni berusaha untuk memenuhi kebutuhan atau menyajikan informasi atau berita yang penting bagi masrayakat atau khalayak luas. Namun cara, sistem yang digunakan adalah berbeda, serta penyajiannya, menjadikan kedua jurnalisme tersebut terlihat sebagai sebuah jurnalisme atau media jurnalisme yang saling berkompetisi atau bersaing. Sebagai pengonsumsi media / berita sebaiknya dapat memilih saluran yang benar-benar dianggap efektif serta dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi masing-masing individu tersebut.

Saran yang bisa saya ungkapkan, sebaiknya para pelaku / pekerja media dalam kedua jurnalisme tersebut lebih memperhatikan dampak-dampak yang akan terjadi serta baik buruknya jika mereka menampilkan atau menyajikan sebuah berita atau informasi kepada khalayak luas, serta peran pemerintah dalam menanggapi keberadaan media jurnalisme di Indonesia, agar lebih diperhatikan lagi.

Sumber : http://fikom-unpi.blogspot.com/ 

Jurnalisme online Mahasiswa

KALAU  berbicara jurnalisme kampus jadi ingat kegiatan jurnalistik mahasiswa dulu dengan UKM Pers mahasiswa dimana kita bisa mulai menuangkan bauh pikiran kita sebagai mahasiswa dan produktifitas ini berlanjut berani mengirimkan tulisan ke media cetak walau hanya dapat honor Rp. 15.000,- kayaknya bangga banget sebagai mahaiswa. 

Seiring dengan masa bergolaknya mahasiswa yang jaman orba begitu gencar bahkan sebagai media propaganda terhadap mahasiswa tentang rejim orba untuk lingkungan kampus. atau  nasib  jurnalisme kampus sungguh memprihatinkan. Ditengah maraknya media massa baru yang tumbuh subur belakangan ini, produk jurnalisme kampus nyaris sama sekali tidak terdengar. 

Padahal produk Jurnalisme kampus di Indonesia pernah mengalami masa keemasan. Setidaknya, ia diwakili oleh pers mahasiswa yang terbit di awal tahun 1970-an misalnya Mahasiswa Indonesia, Harian KAMI dan Mimbar Demokrasi, yang pembacanya bukan hanya dari kalangan Mahasiswa, tetapi diminati masyarakat umum dengan oplah berkisar tigapuluh ribu sampai tujuh puluh ribu eksemplar. 

 Namun pasca puncak demokrasi mahasiswa dengan lengsernya soeharto ternyata jurnalisme kampus tertidur pulas dan pesta demokrasi sebatas pembelajaran para ativis sebelum mereka terjun ke dunia politik dan menyebar dibeberapa partai politik dan terkadang idealisme mereka hanya saat menjadi mahasiswa setelah lepas mereka menghilang bak dimakan bumi. Kegarangan tulisan mereka hanya saat dikampus, auto kritik terhadap pemerintah sebatas retorika jalanan, idealisme mereka sebatas masih jadi mahasiswa semata, kemana jiwa jurnalistik mereka yang kritis sensitiveable menghilang?

Tidak dipersalahkan, sebab sekarang ini pers mahasiswa dikalangan mahasiswa sendiri tidak populer. Bahkan tidak banyak mahasiswa yang tahu tentang keberadaan pers mahasiswa. Kecuali segelintir saja, yaitu pengelolanya dan paling jauh sesama aktivis mahasiswa, baik dilingkungan kampusnya maupun dikampus lainnya. Ibaratnya, hidup segan mati pun tak mau. Secuil buletin saja tidak begitu diminati, apalagi kegiatan peliputan ataupun merambah secara komersil sebuah jurnal mahasiswa dengan marketshare yang jelas, tapi tidak dilirik bahkan oleh para petinggi kampus itu sendiri.

Padahal saat ini, dikampus negeri dan swasta yang tersebar di Indonesia lembaga pers mahasiswa berjumlah puluhan bahkan mendekati ratusan. Tidak banyak pula yang menyadari pers mahasiswa merupakan wadah yang sangat baik untuk menempa intelektualitas pengelolanya. Disamping itu dapat dijadikan pembelajaran bagi yang berminat terjun dalam dunia jurnalisme profesional. Banyak faktor yang mendukung pers mahasiswa sebagai wadah pembelajaran lahirnya jurnalis sejati. Salah satunya tempat untuk menanamkan idealisme moral, suatu persoalan yang penting dan harus dimiliki oleh seorang jurnalis profesional dalam menjalankan tugasnya. Mengapa? Sebab didalam kultur pers mahasiswa, kita akan dibiasakan untuk memiliki independesi tinggi. Satu-satunya keberpihakan adalah pada realitas itu sendiri.

Sedangkan dari sistem kerjanya, pers mahasiswa tidaklah jauh berbeda dengan keadaan jurnalisme pada umumnya. Mulai rapat redaksi untuk menentukan tema aktual, teknik pemburuan berita, hingga penetapan batas waktu atau deadline dimana semua berita harus siap untuk naik cetak dan pada gilirannya siap diterbitkan.

Menjadi penting untuk diketahui, apa sebab sehingga pers mahasiswa sekarang mati suri. Disini kita akan temukan tiga faktor penyebab utamanya. Pertama, faktor politis sebagai tinjauan historis. Faktor kedua, minimnya budaya menulis dan membaca dikalangan kampus, dan faktor ketiga adalah iklim kapitalisme media yang merajai dinamika kehidupan keseharian kita. Secara historis, keberadaan pers mahasiswa tidak pernah bisa dilepaskan dari pengaruh rezim yang berkuasa. Berkali-kali produk jurnalisme kampus ini jatuh bangun. Pers mahasiswa tumbuh pertama kali dijaman kolonial dengan nama "Indonesia Merdeka", ia menjadi bagian alat perjuangan politik dalam menyuarakan nasionalisme Indonesia di tanah Eropa. Pendirinya adalah indische vereeneging, organisasi mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Kemudian dijaman Jepang, pers mahasiswa menjadi mandul akibat hegemoni janji-janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan.

Dalam sistem demokrasi liberal di tahun 1950-an, dan awal masa demokrasi terpimpin, pers mahasiswa kembali subur. Dengan sudut pandang ilmiah dan bobot berita yang didasari oleh pelbagai penelitian membuat pandangan-pandangan pers mahasiswa dipertimbangkan penguasa maupun masyarakat. Setelah itu, ditahun 1960-an, lonceng kematian pers mahasiswa dimulai justru saat mereka mulai mampu bersaing dengan pers komersial.

Sebab tidak lama kemudian pers mahasiswa terkotak-kotak menurut afiliasi ideologi partai yang bersaing pada jaman itu. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan politik Presiden Soekarno yang memerintahkan semua organisasi mahasiswa menyatakan dengan jelas sikap politiknya. Kendati pun demikian, pers mahasiswa tidak serta merta lantas mati. Harian KAMI, Mimbar Demokrasi dan beberapa media lain yang dikelola mahasiswa meneruskan perjuangannya dengan mengemukakan gagasan tentang pembangunan. Puncaknya, pada saat peristiwa Malari 1974, pers mahasiswa dituduh sebagai agitator yang memprovokasi kerusuhan dan pada gilirannya dilarang terbit oleh pemerintah. Peristiwa ini tidak berselang lama diikuti pembredelan terhadap beberapa media berpengaruh di Indonesia, seperti Indonesia Times, Merdeka,Pelita dan lain-lainnya.

Tekanan pemerintahan orde baru membuat jurnalisme kampus seperti hidup dibonsai. Isi surat kabar dikontrol ketat, bahkan tidak jarang isi berita dan artikel harus dirubah atau digagalkan karena intervensi pejabat kampus yang begitu ketakutan terhadap pemerintah. Beberapa pers mahasiswa yang nekad, dengan materi kritis langsung dibredel. Sedangkan yang lebih moderat, membiarkan halaman yang dilarang tetap kosong, bahkan secara berani sering ditulis " halaman ini sengaja dibiarkan kosong karena dilarang Pemerintah." Hal ini pernah penulis lakukan bersama kawan-kawan aktivis, pada masa itu, karena memuat wawancara khusus, dengan nara sumber Faisal Basri (ekonom dari UI) bertema "Bisnis Militer dan Keluarga Cendana" dalam sebuah edisi semester genap di tahun 1995, Majalah Dimensi Ekonomi yang dikelola Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DIMEK FE UMM

Selain tekanan dari pemerintah, kerap pula pers mahasiswa harus berhadapan dengan kebijakan rektorat karena bersikap kritis. Di kampus-kampus perguruan tinggi negeri, ancamannya lebih berat. mulai dari ancaman skorsing sampai dengan mempersulit kelulusan seorang aktivis. Lambat laun atas risiko yang berat itu, aktivitas jurnalisme kampus menjadi semacam "organisasi terlarang" dan pada gilirannya banyak dihindari mahasiswa.

Adapun minimnya budaya menulis dan membaca dikalangan mahasiswa maupun dosen di perguruan tinggi termasuk faktor-faktor penyebab kemerosotan jurnalisme kampus. Jamak diketahui, kegiatan menulis dikalangan mahasiswa biasanya hanya dikaitkan dengan kewajiban menulis laporan perkuliahan dan menulis kewajiban skripsi. Akibatnya, karena tidak terbiasa menulis, mahasiswa tidak sedikit yang melakukan penjiplakan (plagiasi) atas karya orang lain. Disini sebenarnya, mahasiswa bisa menarik manfaat dari keberadaan jurnalisme kampus. Sebab sejak awal ia akan mempelajari bagaimana teknik-teknik penulisan sehingga tidak sampai melakukan penjiplakan.

Kurangnya apresiasi dari pengelola kampus terhadap budaya menulis menyebabkan secara tidak langsung image jurnalisme kampus sebagai kegiatan kurang bermanfaat untuk dilakukan mahasiswa. Disamping itu ketatnya jam perkuliahan memang membutuhkan siasat tersendiri bagi yang ingin masuk dalam kegiatan ini. Mereka harus mampu mengatur kesibukan mengelola media dan mengatur jadwal masuk kelas.

Di luar itu, iklim kapitalisme media yang menjadikan acara infotainment di televisi lebih menggugah kesenangan masyarakat membuat jurnalisme kampus semakin tergeser. Peredaran surat kabar, yang berbau politis sampai pornografi, setidaknya menurut pengamatan penulis, tidak jarang membuat media yang dikelola mahasiswa kesulitan menentukan potitioning segmen pasar. Seringkali materi berita atau pun gagasannya sudah basi sehingga kurang menarik bagi pembaca.

Lebih memprihatinkan lagi, kemerosotan nilai dan mutu itu cenderung mematikan secara perlahan pers-pers kampus. Contohnya, apresiasi Goenawan Mohamad dan prestasi yang pernah dikalungkan oleh Institut Studi Arus Informasi (ISAI) Jakarta kepada majalah DIMEK FE UMM sebagai pers mahasiswa bermutu tingkat nasional, tidak mampu menghalangi majalah yang diterbitkan dalam tiga bulanan- dan pernah beroplah sampai lima ribu eksemplar sekali terbitnya itu- berubah menjadi sebuah buletin tidak bermutu yang diterbitkan enam bulanan sekali.

Sebagai konsekuensi adanya kapitalisme media, dewasa ini kita betul-betul merasakan kebutuhan untuk menerima informasi secara netral, jujur dan objektif. Oleh sebab menjamurnya media-media baru secara paradoksal justru membingungkan masyarakat pembaca. Fenomena ini ditangkap juga oleh Yasraf A Piliang. Dikatakannya, kuatnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik sesungguhnya menjadikan media tidak dapat netral, jujur, adil, objektif dan terbuka. Akibatnya, informasi yang disuguhkan oleh media telah menimbulkan persoalan objektivitas pengetahuan yang serius pada media itu sendiri.

Lebih lanjut dikatakan Yasraf, kepentingan-kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik akan menentukan apakah informasi yang disampaikan oleh sebuah media mengandung kebenaran (truth) atau kebenaran palsu (pseudo-truth); menyampaikan objektivitas atau subjektivitas; bersifat netral atau berpihak; mempresentasikan fakta atau memelintir fakta; menggambarkan realitas (reality) atau menyimulasi realitas (simulacrum) (2004:134).

Terkadang di satu media kita melihat, pihak yang disalahkan oleh media lain muncul sebagai pihak yang benar. Begitu pula sebaliknya. Sangat terasa, media menjadi alat pemutarbalikan fakta, tergantung media itu punya kepentingan apa dan dibawah pengaruh kekuasaan siapa. Sebenarnya hal ini merupakan peluang bagi pers mahasiswa untuk dapat maju dan berkembang. Tentu akan sangat menarik melihat munculnya jurnalisme kampus. Sebab, ia tidak seperti jurnalisme umum, yang tampaknya selalu tidak bisa dilepaskan dari aspek kepentingan ekonomi (economi interest) dan aspek kepentingan kekuasaan (power interest) dibalik adanya media.
 
Selain itu pers mahasiswa telah memiliki pasar yang jelas yaitu mahasiswa itu sendiri. Tinggal bergantung pada pengelola pers mahasiswa, mampukah mereka mengembangkan kreativitas dan peka dengan kebutuhan pasar? Tulisan ini diharapkan menjadi bahan perenungan bagi para jurnalis kampus.

 Disadari Jurnalisme kampus ada yang mengatakan sebagai sarana pelatihan candradimuka sebelum mereka terjun sebagai pengamat kehidupan sosial dan politik yang terus berkembang dinamis.sehingga apa yang perlu diperbaiki biar ada link and match antara jurnalisme kampus dengan jurnalisme media yang realis dan bisa mempublikasikan kualitas keintelektualitasan mereka. perlu adanya pelatihan yang langsung bersinggungan dengan media sebenarnya, tapi apakah para jurnalist senior mau berbagi ilmu di kampus-kampus dan apakah media juga mau menampung permagangan wartawan dari mahasiswa?

Pendidikan jurnalistik
Jurnalisme kampus ada yang mengatakan sarana pelatihan candradimuka sebelum mereka terjun sebagai pengamat kehidupan sosial dan politik yang terus berkembang dinamis. Pendidikan jurnalistik, tidak bisa hanya di ruang kelas. Akan tetapi, harus diperkaya dari sisi praktis. Karena itu, mata kuliah jurnalisme di perguruan tinggi, setiap subyek, harus dilengkapi dengan program magang di lembaga penerbitan. Sehubungan dengan itu, sekolah jurnalisme harus membangun kemitraan dengan media atau lembaga penerbitan setempat. Sisi lain, perlu adanya kemitraan dalam proses magang dapat memperkecil jurang antara program jurnalisme akademis dan kenyataan yang ada di industri. 

Industri penyedia berita harus didorong untuk memberikan kesempatan kepada jurnalis untuk mengajar di universitas. Hal itu penting untuk memberikan peluang bagi para instruktur jurnalisme di sekolah tersebut meningkatkan keterampilan profesionalismenya. pada semester tertentu, mahasiswa diwajibkan untuk magang di perusahaan media. Sayangnya, hingga saat ini, belum terdapat satu model magang di perusahaan media.

Padahal, model atau panduan magang bermanfaat besar bagi perusahaan media untuk menyusun persyaratan bagi mahasiswa yang hendak magang di perusahaan tersebut. Juga, berguna bagi perguruan tinggi untuk mengetahui seperti apa persyaratan magang yang dikehendaki media. 

Jurnalisme online mahasiswa
Perkembangan media dan teknologi di era global saat ini memberi pengaruh pada semua bidang kehidupan manusia tak terkecuali jurnalisme. Jurnalisme online di Indonesia saat ini semakin pesat perkembangannya. Hal itu terlihat hampir semua media cetak besar di Indonesia sudah memiliki versi online. Perkembangan mobile phone dan wifi juga semakin mempermudah masyarakat mengakses internet. 

 Seiring perkembangan teknologi untuk publikasi sebenarnya tidak serumit dulu untuk mempublikasikan pikirannya mahasiswa bisa melalui media online sehingga dikenal dengan istilah jurnalisme online yang jauh lebih independen tanpa batas, tanpa ruang redaksi, dikelola sendiri dan luas jangkauan publikasi luar biasa yang tadinya aksi kritis melalui lapangan berubah medannya melalui publikasi online melalui blog, jurnal online kampus, media jejaring sosial seperti halaman facebook, twitter, media blog lainnya yang lebih dinamis. 

Dari kajian Jurnalistik sangat erat kaitannya dengan istilah jurnalisme, jurnalisme sendiri berarti bidang disiplin dalam mengumpulkan, melaporkan, dan menganalisis data fakta atau informasi yang mengenai kejadian aktual kemudian melaporkannya ke khalayak. Orang yang mempraktekkan kegiatan jurnalistik disebut jurnalis atau wartawan.

Lantas apa yang dimaksud dengan online? Online istilah bahasa dalam internet yang artinya sebuah informasi yang dapat diakses dimana saja selama ada jaringan internet.
Oleh sebab itu jurnalisme online adalah perubahan baru dalam ilmu jurnalistik. Laporan jurnalistik dengan menggunakan teknologi internet maka disebut dengan media online yang menyajikan informasi cepat dan mudah diakses dimana saja.

Media online detik,com di Indonesia yang telah sukses menyajikan ragam berita, selain itu kantor berita Nasional Antara juga menggunakan teknologi internet. Seiring berjalannya waktu, media online mulai bermunculan seperti astaga.com, satunet.com, suratkabar.com, berpolitik.com, dan pekan ini muncul ok-zone.com. dengan lahirnya media online maka media cetakpun tidak mau kalah, dengan dua penyajian media cetak dan media online seperti kompas.com, temporaktif.com, republika.com, pikiran-rakyat.com, klik-galamedia.com. dan masih banyak lagi. Itu adalah langkah baru berkembangnya teknologi yang telah melahirkan jurnalisme online.

Direktur Kompas Cyber Media (KCM) Ninok Leksono menyebutkan, kehadiran media online ini jelas telah mengubah paradigma baru pemberitaan, yakni event on the making. Maksudnya, berita yang muncul tidak disiarkan beberapa menit, jam, hari, atau minggu, tetapi begitu terjadi langsung di-upload (dimasukkan) ke dalam situs web media online. Itulah keunggulan media online yang serba cepat.

Pelajari dan Pahami Internet
Sebagai calon jurnalis memahami internet sangatlah penting, karena teknologi internet memudahkan melaksanakan kegiatan kejurnaslitikan, internet harus menjadi bagian hidup jurnalis. Dilihat dari tahun sebelumnya jauh sebelum internet berkembang di Indonesia jurnalis sangat kesulitan melaporkan kegiatan kejurnalitikannya.

Internet membawa berkah bagi perkembangan dunia jurnalistik, begitu juga para pers kampus yang sudah kekeringan dana untuk percetakan kini beralih menggunakan teknologi internet dengan gratis seperti weblog yang disingkat menjadi blog.

Kini Blog sudah tidak terhitung lagi, tapi Blog tidak bisa sepenuhnya disebut dengan kegiatan kejurnalistikan, perlu proses yang cukup signifikan menyatakan Blog sebagai jurnalisme online.
Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik tergantung pengelolanya tapi banyak yang memang berisikan laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita. (Zaky/”Pikiran Rakyat” Senin, 07 Februari 2005)
Namun, setidaknya bagi mahasiswa jurnalistik perlu andil dalam perkembangan teknologi, salah satunya dengan mempelajari dan memahami internet. Apalagi sekarang ini kegiatan kejurnalistikan dari kegiatan mahasiswa perlu adanya pelaporan luas, maka hal itulah yang disebut dengan jurnalisme online walaupun cangkupannya tidak luas hanya sebatas internal kampus adapun ekternal hanya sekilas saja. Dan tentunya web setiap unit kegiatan mahasiswa lebih condong pada kajian keilmuan kejurnalistikan.
Setidaknya kita sadar bahwa dalam perkuliahan selama ini kita tidak mempelajari kajian ilmu jurnalisme online secara focus apalagi menambahkan mata kuliah baru yang berisikan teori pengenalan internet dan praktek mempelajari dunia internet padahal seperti penjelasan sebelumnya internet di zaman sekarang ini sudah menjadi kebutuhan pokok, khususnya bagi yang menggeluti dunia jurnalistik.  
Karakteristik dari Jurnalistik online adalah :
  1. Audience Control. Jurnalisme online memungkinkan audience untuk bisa lebih leluasa dalam memilih berita yang ingin didapatkannya.
  2. Nonlienarity. Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri sehingga audience tidak harus membaca secara berurutan untuk memahami.
  3. Storage and retrieval. Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah oleh audience.
  4. Unlimited Space. Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan / ditayangkan kepada audience dapat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.
  5. Immediacy. Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada audience.
  6. Multimedia Capability. Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita yang akan diterima oleh audience.
  7. Interactivity. Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audience dalam setiap berita.
Jurnalisme online akan selalu berkaitan dengan media internet yang meliputi tiga hal yaitu :
  1. Jalur online communication membantu wartawan dalam memperoleh bahan baku yang akan ditulis menjadi sebuah berita. Melalui akses online communication, wartawan dapat melakukan observasi tentang berbagai masalah yang akan dilaporkan. Hal ini selanjutnya akan menjadikan berita yang ditulis lebih komprehensif. Khalayak yang membacanya akan menjadi senang dan makin setia dengan surat kabar yang bersangkutan.
  2. Email, bisa digunakan reporter di lapangan untuk mengirimkan informasi yang diperoleh pada redaktur. Informasi menjadi lebih cepat sampai. Redaktur juga memiliki waktu yang cukup banyak untuk menulis dan menyunting berita. Jika ada fakta yang kurang atau membutuhkan informasi lebih lanjut maka redaktur masih mempunyai waktu. Jadi, redaktur jadi lebih rileks dalam menulis dan menyunting berita. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri bagi redaktur sekaligus reporter di lapangan.
  3. Web sites, digunakan dalam sebuah surat kabar untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Pada tingkat lebih tinggi, web bahkan dapat dipakai oleh sebuah surat kabar untuk mengirimkan berita kepada pembacanya. Seperti yang dilakukan Kompas. Media tersebut disebarluaskan dalam bentuk terbitan cetak sekaligus media online. Hal tersebut akan semakin memudahkan khalayak untuk mendapatkan sebuah informasi yang up to date bahkan berita-berita yang telah lampau hanya dengan fasilitas web tersebut.
  Kekurangan Jurnalisme Online :
  1. Jurnalisme online merupakan “mainan” masyarakat supra rasional. Masyarakaat yang tidak tergolong supra rasional tidak akan betah dengan mengakses jurnalisme online. Kalau mereka tidak mengakses jurnalisme online maka mereka akan dilanda oleh kecemasan informasi (information anxiety)
  2. Tidak memiliki kredibilitas. Ini karena logis sebab, orang yang tidak memiliki ketrampilan yang memadai pun bisa bercerita lewat jurnalisme online. Orang yang tidak mengenal selik-beluk jurnalisme bisa menyampaikan idenya pada orang-orang di berbagai belahan bumi melalui internet. Yang kedua tingkat kebenaran jurnalisme online masih diraguklan. Berita televisi dan berita surat kabar yang notaben dihasilkan oleh orang - orang yang memiliki keterampilan jurnalistik memadai dianggap masih mengandung kesalahan.
Setelah mengetahui karakter dan kelemahan dari jurnalistik online mahasiswa juga diajarkan untuk membuat sebuah Blog yaitu suatu  tempat untuk mengatualisasikan diri dalam dunia jurnalistik. Pada Blog seorang penulis bebas untuk memuat tulisannya agar  dapat dibaca oleh semua orang yang mengakses Blog tersebut. Selain diberi bagaimana cara membuat Blog juga diajarkan tentang Portal berita. Portal berita ada dua macamnya yaitu : Portal berita yang bayar dan Portal berita yang gratis.

Jurnalisme online mahasiswa perlu dihidupkan kembali oleh pihak kampus bukan sekedar pormalitas semata tapi benar-benar bisa memberikan motivasi yang besar mahasiswa untuk menulis yang jelas minat ini dirasa masih jauh dan lebih lanjut dengan budaya menulis ini akan meningkatkan bduaya meneliti dikalangan mahasiswa. Dulu susah sekali mencari media, sekarang mudah sekali tinggal sosialisasi jurnalime online, kenapa tidak? 
(Dari Berbagai sumber)