Minggu, 27 Februari 2011

Kondisi PR dan Periklanan di Indonesia


Humas:
Segenap kegiatan dan teknik/ kiat yang digunakan oleh organisasi atau individuuntuk menciptakan atau memelihara suatu sikap dan tanggapan baik dari pihak luar terhadap keberadaan dan sepakterjangnya. (Sumber : Kamus Fund and Wagnal, American Standard Desk Disctionary).

public_relations_mid.jpgHumas Pemerintah:Humas yang diselenggarakan oleh lembaga PemerintahPusat maupun Pemerintah Daerah yang meliputi kegiatan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan publik intern dan publik ekstern, dalam rangka membina kerjasama yang akrab demi kepentingan bersama yang dilandasi azaz saling pengertian dan saling mempercayai. (Sumber : Kamus Komunikasi, Drs. Onong Uchjana Effendy, MA). Istilah Public Relations (PR) atau yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai hubungan masyarakat (Humas) pastilah sudah dikenal luas. Fungsi humas juga dikenal luas di lembaga pemerintahan maupun perusahaan profit. Sebagai bagian penting yang tak terpisahkan dalam kegiatan rutin lembaga, PR terus dikembangkan dan luwes bergerak sesuai keadaan dan kebutuhan. 

Apa dan bagaimana Public Relations itu berkembang dan dilaksanakan ?
Presiden Amerika Serikat Thomas Jefferson pertama kali mengenalkan istilah Public Relations (PR) di hadapan Konggres pada tahun 1807  www.aboutpublicrelations.net). Dalam kenyataannya, banyak ahli percaya bahwa pemunculan istilah Public Relations (PR) ada dalam Year book of Railway Literature pada tahun 1897. Perang Dunia I juga membantu pengembangan PR sebagai sebuah profesi.

Beberapa praktisi PR seperi Ivy Lee, Edward Bernays dan Carl Byoir memulai pekerjaan mereka saat bergabung dengan “Committee on Public Information” atau juga yang dikenal dengan “Creel Byoir” yang mengatur publikasi selama Perang Dunia I. Banyak ahli sejarah percaya Ivy Lee merupakan praktisi PR pertama. Namun Erward Bernays lah yang diakui hingga sekarang sebagai peletak dasar profesi PR. Saat menggambarkan pengertian asli dari PR, Bernays mengatakan : “Ketika saya kembali ke Amerika Serikat, saya memutuskan bahwa jika Anda dapat menggunakan kata Propaganda untuk perang, Anda juga dapat menggunakannya untuk perdamaian. Dan propaganda menjadi sebuah kata yang buruk karena digunakan oleh Jerman. Karenanya saya mencoba menemukan kata lain Dewan dalam Public Relations.”
Pada tahun 1950, Public Relations Society of America (PRSA) mengemukakan standar profesional untuk praktek PR yang pertama. Dalam standar itu termaktub beberapa prinsip PR seperti pembelaan, kejujuran, keahlian, kebebasan, kesetiaan dan keterbukaan. Selain itu juga memperhatikan kebebasan arus informasi, persaingan sehat, menjaga kepercayaan serta pengembangan profesi.
Ahli PR Scott Cutlip, Allen Center dan Glen Broom menggambarkan proses PR dalam empat tahapan (1994). Pertama adalah mengidentifikasi dan menentukan masalah hubungan dengan khalayak menggunakan analisa SWOT (Strength, weakness, opportunities, threats). Secara singkat, tahapan ini harus mampu menjawab pertanyaan “apa yang sedang terjadi sekarang?”
Tahap kedua adalah merencanakan strategi yang akan dilakukan untuk mengatasi keadaan. Proses ketiga adalah menjalankan strategi yang telah ditentukan dan mengkomunikasikan dengan khalayak. Terakhir, harus dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi PR. Seberapa dalam dan luas dampak pelaksanaan strategi itu mempengaruhi pendapat umum terhadap citra positip lembaga.
 
Model proses lain yang dikembangkan Sheila C Crifasi (2000) menggunakan akronim ROSIE. Akronim itu mendefinisikan lima tahap proses yakni Research, Objectives, Strategies, Implementation and Evaluation. Sedangkan Dr. Kathleen S Kelly menjelaskan lima tahapan yakni Research, Objectives, Program, Evaluations and Stewardship.
 
Para profesional PR menggunakan metode yang berbeda untuk menganalisa hasil pekerjaan mereka. Metode yang sama digunakan untuk mendefinisikan media komunikasi mana yang akan digunakan dalam proses dan strategi PR. Selain itu alat apa yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan seperti press release, brosur, web site, paket media, video berita, konferensi pers maupun penerbitan media internal lembaga.

Teknik dan Metode
Praktek PR modern mengenal teknik dan metode yang baku dalam menjalankan fungsinya
Sebuah teknik dasar yang digunakan dalam PR adalah mengidentifikasi khalayak sasaran dan menjalin setiap pesan yang menarik bagi khalayak itu. Khalayak disini bisa masyarakat umum, ditingkat nasional maupun internasional.
 
Pesan yang disampaikan oleh PR bisa dalam bentuk press release. Press release adalah sebuah pernyataan tertulis yang disebarluaskan ke media massa. Bentuk ini merupakan alat dasar dari kegiatan PR. Untuk menyusun press release, ada aturan 5 W 1 H yang harus dimuat didalam paragrap-paragrap sebagai sebuah fakta penting. Yaitu What yang menjelaskan kejadian atau peristiwa apa yang akan disiarkan. Who memaparkan siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Kapan (When) kejadian itu berlangsung dan dimana (Where) serta latar belakang mengapa (Why) peristiwa itu terjadi. Sedangkan perincian peristiwa itu terjadi dan bagaimana (How) peristiwa itu berlangsung.
 
Kemajuan teknologi informasi yang memunculkan teknologi internet membuat PR juga memanfaatkan kelebihan internet menyebarluaskan press release. Salah satu bentuknya adalah penggunaan Newsroom. Trend atau kecenderungan mengoptimalkan teknologi internet ini merupakan bagian dari bentuk baru dari press release.
 
Newsroom mampu menampilkan lebih banyak press release dalam waktu lebih singkat dan dengan tampilan yang enak dipandang mata. Karenanya muncul pula bentuk baru yang lebih lengkap dari hanya sekadar teks dan photo. Press release dalam format video (video news releases) dan audio news releases dapat menampilkan informasi yang lebih lengkap dan menarik yang dapat dimanfaatkan khalayak termasuk pekerja pers. Pada kondisi ini, peran PR akan lebih sangkil mendukung citra lembaga yang diwakili PR.
 
Kesimpulannya, fungsi PR dalam menjalin hubungan baik dengan khalayak umum akan lebih mudah dilakukan bila memahami teknik, taktik dan metode PR. (*/Junaedi, Penulis adalah Pranata Humas Muda Bagian Humas Setda Kabupaten Semarang, redaktur pelaksana majalah gema serasi on line www.gemaserasi.web.id)

Salah satu contoh informasi, dimana PR di Indonesia harus lebih memantabkan perannya!
Sekitar 200 tokoh Public Relations dari 21 negara saat ini berkumpul di Bali untuk mengikuti konferensi regional Asia Pacific International Public Relations Association (IPRA). Konferensi yang bertemakan ?Building Brigde Through Dialogues? ini akan berlangsung 5-6 September.

Menurut National Chair IPRA Indonesia Teddy Kharsadi, tema itu dipilih karena globalisasi telah membuat hubungan antar bangsa terasa amat dekat. Selain membuka peluang untuk saling bekerjasama, globalisasi berpotensi menimbulkan konflik akibat kesalahan persepsi. ?Disini kita ingin melihat peran humas untuk mendorong kebersamaan dan menghindari masalah,?
 
Tema itu kemudian dibahas dalam enam isu pokok. Yakni, Etika dalam Public Relations, Dialog dan Diplomasi, Komunikasi Lintas Budaya, Country Branding, Tanggungjawab Sosial Institusi dan Tantangan Global di Tengah Isu Lokal.

Digelarnya konferensi IPRA di Bali merupakan yang pertama kalinya di Indonesia sejak PR Indonesia menjadi anggota pada tahun 1985. ?Ini merupakan kesempatan untuk meyakinkan dunia bahwa Bali sangat aman untuk kunjungan wisatawan,? sebut Teddy. Sebab, IPRA merupakan organisasi yang sudah eksis sejak 50 tahun yang lalu dan para anggotanya dipercaya oleh kalangan internasional untuk memberikan saran mengenai kondisi suatu negara.

Sementara itu Presiden IPRA 2007 Philip Sheppard menyatakan, dalam konferensi akan dipaparkan mengenai kode etik PR yang baru yang disebut sebagai ?Code Of Brussel 2007?. Dia menyebut, dalam masa kepemimpinannya, masalah etik mendapat perhatian utama, khususnya dalam etika saat seorang PR berperan dalam lobi-lobi internasional.

Code of Brussel berisi 20 ketentuan etika yang harus dipegang seorang PR. Dua diantaranya yang sangat penting adalah integritas dan dialog. Prinsip Integritas mengharuskan seorang PR untuk menyampaikan informasi sesuai fakta yang ada, sedang prinsip dialog berarti keharusan untuk memberi kesempatan kepada pihak lain untuk mengungkapkan pikiran dan persepsinya terhadap suatu masalah.

Kondisi PR di Indonesia
Di Indonesia Public Relations perlu merubah perannya dalam mempromosikan corporate, dengan menerapkan suatu strategi Public Relations untuk dapat mempromosikan perusahaan dalam mencapai tujuan bersama dari organisasi perusahaan tersebut.

Di Indonesia harus juga meningkatkan Strategi Marketing Public Relations yaitu kiat dan teknik promosi penjualan dan pengenalan produk atau perusahaan yang memadukan kekuatan publisitas dengan pendekatan teknik-teknik jurnalistik dan pemanfaatan saluran khusus dengan mengadakan kegiatan atau event yang mengandung unsur penerangan tentang informasi produk-produk baru dan hingga upaya mempengaruhi atau menciptakan opini publik yang menguntungkan, selain itu melakukan perubahan struktur organisasi dengan menempatkan Public Relations pada posisi yang tinggi langsung dibawah Managing Director atau pembuat keputusan / kebijakan dan terdiri dari dua bagian yaitu PR Event dan PR Media Relations.

Di Indonesia PR di pemerintahan kurang dianggap penting. Tetapi disadari atau tidak PR sangat menentukan kesuksesan suatu lembaga atau organisasi, guna mempertahankan dan meningkatkan image dan citra positif pada lembaga atau organisasi tersebut.

Idealnya memang antara PR dan marketing terjalin sinergi atau saling memperkuat. Marketing Public Relations, yaitu program pemasaran yang simpatik dan bernuansa PR; atau sebaliknya trik PR yang bisa mendukung promosi atau penjualan produk. Di Indonesia, tren ini mulai diterapkan, antara lain program Rinso Kasih yang mengumpulkan pakaian bekas dari masyarakat, lalu disumbangkan (setelah dicuci dulu dengan Rinso Anti Noda…!). Program yang mirip dilakukan oleh Morinaga yang mengumpulkan mainan anak, juga untuk disumbangkan (untuk menarik simpati publik).
 
Masih banyak contoh lain, seperti Panasonic Awards, Lifebuoy Berbagi Sehat, dan baru-baru ini Telkom 007 menyisihkan Rp 100,- untuk setiap percakapan internasional (tahun 1996, SLI Indosat 001 sudah melakukan lebih dulu). Dalam hubungannya dg Marketing, PR adalah Pemasaran terselubung.Selain tentunya menjaga citra organisasi, tujuan akhir PR campaign adalah SELLING.

PR itu ruang lingkupnya sangat luas, bukan hanya hubungan masyarakat, media massa, pemerintah ataupun pemasaran.PR adalah manajemen komunikasi antara sebuah organisasi dg PUBLIK, Bagaimana organisasi berkomunikasi dgn PUBLIK utk berbagai kepentingan. Kuncinya skrg adalah siapa saja yg dianggap PUBLIK oleh sebuah organisasi dan sejauh mana tingkat kepentingannya bagi organisasi. PUBLIK adalah pihak2 yg berpengaruh thd suatu organisasi baik lgsung maupun tdk lgsung. Semakin besar & luas ruang lingkup sebuah organisasi semakin bervariasi PUBLIK yg harus diperhitungkan. Inilah yg menyebabkan munculnya berbagai macam TITLE yg membuat opini masyarakat menjadi ter-kotak-kotak ttg apa itu PR. Title itu mencerminkan PUBLIK dgn siapa organisasi itu BERKOMUNIKASI yaitu: Pemerintah (Government Relations), Media (Media Relations),Masyarakat luas (Community relations), Karyawan (Employee relations), investor (investor relations), ataupun dgn industri secara luas (Corporate Communication). Semua itu adalah PR.

Salah satu fungsi PR yg sgt penting yaitu pada saat ada ISU/CRISIS menerpa sebuah organisasi.Ketika Tsunami melanda Aceh, isu merebak di dunia pariwisata bahwa daerah lain juga terkena Tsunami karena terjadinya di INDONESIA ataupun waktu ada kerusuhan etnis di Jakarta, semua daerah pariwisata di Indonesia terkena imbasnya padahal Indonesia tdk hanya Jakarta. Untuk itulah diperlukan sebuah strategi PR yg efektif utk meng-counter isu tsb agar turis ttp berkunjung. Fungsi PR disini adalah membuat strategi komunikasi efektif agar isu tsb tdk merugikan organisasi.

Teknologi dalam pelaksanaan peran PR :
  • Video Conferences
Marak pada tahun 1980 an, dapat menjangkau audience yang cukup besar dan penyampaian pesan nya dapat mencakup domestic dan global audience kemudahannya dapat dilihat dengan video conference kita dapat berbicara bahkan kita bisa melihat lawan bicara kita, dapat digunakan di tempat - tempat yang telah disediakan, seperti di Hotel,dan Teater. maksud dan tujuan digunakannya video conferences yaitu untuk digunakan oleh karyawan yang berkomunikasi khususnya jika sedang menyelenggarakan acara atau untuk berhubungan dengan media.Di Indonesia sudah ada yang menggunakan teknologi tersebut, namun masih dalam jangkauan prusahaan besar.
  • Video New Release
Dikembangkan dari Televisi dan teknologi VCR, video new release (VNRs) setara dengan news releases yang di print, tetapi bukan hanya dapat dibaca, tetapi juga dapat dilihat dan didengarkan dengan seksama. Biasanya video dan audio bersatu, namun dalam konsep news realeases video dan audio terpisah, dikarenakan televisi tersebut memberikan audio tersendiri. Edited B-roll merupakan salah satu bentuk VNRs yang berbahan kasar dan berdurasi 3 sampai 5 menit tanpa diedit, yang apabila sudah di tambah kan fitur - fitur yang kreativ akan menjadi menarik. Di Indonesia sepertinya belum menggunakan teknologi tersebut, namun jika digunakan mulai tahun 2010 mungkin dapat memperbaiki kondisi komunikasi Indonesia yang sering terhambat untuk melakukan komunikasi singkat dan mempercepat hubungan antar media atau PR.
  • Webcasting
Live press conference biasanya menggunakan teknologi yang memiliki tipe produksi broadcasting tersebut. Pada kasus yang terjadi dengan media, reporter, atau produser dapat dilihat dari desktop yang ia miliki tidak hanya video nya saja, bahkan tulisan dan foto nya pun dapat dilihat.Teknologi ini sudah marak digunakan di Indonesia, khususnya di prusahaan besar.
  • Personal Computer
Penyimpanan berkas - berkas penting yang digunakan oleh PR di komputer nya, teknologi ini sudah berkembang sangat pesat di Indonesia, karena data base yang sangat penting yang berkaitan dengan prusahaan disimpan oleh PR yang bersangkutan.
  • On - Line Monitoring
Analisa yang digunakan oleh PR dari sebuah perusahaan dalam menganalisa perbandingan pekerjaan melalui media dengan kompetitor, klient, dan pelanggan yang memerlukan pelayanan ekstra agar dapat bersaing dengan komptitor. Di Indonesia teknologi ini sangat dibutuhkan dan sudah mengalami perkembangan yang cukup pesat.
  • The E - Mail Revolution
Teknologi e - mail lebih sering dilakukan oleh organisasi - organisasi kecil, karena mereka dapat mengumpulkan pendukung untuk menaikkan keuntungan bagi prusahaan. PR yang bekerja dalam organisasi besar tidak menjadikan e- mail sebagai satu pilihan dalam menerbitkan news release. Di Indonesia e - mail masih cukup sering digunakan, namun lebih sering menggunakan fax dan surat.
  • Interactive PR
Elektronik presskit adalah semua presskit yang dikemas dalam bentuk e - mail atau internet. yang terdiri atas tulisan, suara, foto, audio, dan video. Keuntungan dari interaktif news release dan elektronik presskit adalah mereka dapat di update setiap waktu. Di Indonesia teknologi ini sudah sangat lumrah dilakukan karena merupakan basic atau dasar dalam penjalanan peran sebagai PR.


PR dan Teknologi = LESS STRESS WORK
Dalam buku “Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis” yang ditulis oleh Prof.Drs.Onong Uchjana Effendy, M.A., dijelaskan mengenai operasionalisasi Hubungan Masyarakat bahwa humas memiliki aktifitas seperti:

1. Penyusunan pidato
Kahumasan yang terampil akan menugasi salah seorang karyawannya untuk mengolah segala data yang mungkin pada suatu ketika diperlukan. Pengolahan data ini meliputi kegiatan-kegiatan : pengumpulan (filling), pencarian (retrieval), pemeliharaan (file maintenance), pemeriksaan (verifying), pembandingan (comparing), pemilihan (sorting), peringkasan (ex-tracting), dan penggunaan (manupulating). Dengan demikian, setiap kahumasan memerlukan data tertentu yang dalam waktu yang relative amat singkat dapat diperolehnya. Jadi dalam aktivitas ini perkembangan teknologi dibidang komputerisasi sangatlah membantu dalam sistem filling, file maintenance dan kegiatan lainnya.

2. Penerbitan berskala organisasi
Organisasi kekaryaan (work organization) seperti departemen pemerintahan, perusahaan, lembaga pendidikan, dan badan-badan lainnya biasanya menerbitkan suatu berkala (periodicals) sebagai sarana publikasi organisasi kepada public. Biasanya – dan memang seharusnya bila ditinjau dari kegiatan komunikasi – pengelolaan berkala organisasi dibebankan kepada kahumasan.
Kahumasan yang ditugasi menerbitkan publikasi seperti itu dapat mengklasifikasikannya berdasarkan public yang dijadikan sasaran, yakni sebagai berikut :

a. Berskala intern
Untuk skala intern atau menurut communication domain merupakan bentuk internal communication, merupakan fungsi humas yaitu mengatur komunikasi antara public intern yang umumnya adalah para karyawan. Bagaimana bentuknya tergantung besar dan kecilnya perusahaan atau organisasi. Di sinilah pentingnya perkembangan teknologi bagi profesi humas karena jaringan intranet yang dapat diakses melalui komputer para karyawan untuk perusahaan besar dapat membantu proses pengiriman informasi dari satu karyawan ke karyawan lainnya dengan lebih efektif.

b. Berskala ekstern
Dari istilahnya mudah dipahami bahwa berkala ekstern adalah penerbitan untuk public di luar organisasi melalui media massa, yang adalah orang-orang yang ada kaitannya, dan diduga atau akan ada kaitannya dengan organisasi.

Sebagai publikasi organisasi, terutama organisasi bentuk perusahaan, penerbitan ini amat penting untuk menunjukkan citra perusahaan dan untuk menanamkan kepercayaan public kepada perusahaan. Oleh karena itu sebaiknya penerbitan berskala ekstern ini menggunakan media yang informative, edukatif namun juga harus efektif seperti teknik terbaru dari marketing yaitu viral marketing salah satu bentuk usaha meningkatkan publikasi dan awareness yang menggunakan media seperti Word of Mouth dan Internet. 

Terdapat hubungan antara viral marketing ini dengan teknik dalam kahumasan yaitu bagaimana humas menyampaikan pesan-pesan kepada public eksternal melalui forum atau blog di internet. Seperti misalnya bagi target yang ingin membeli handphone, mereka akan membuka Komunitas Handphone sebuah forum yang dapat diakses melalui internet dan hanya dengan mengetik tipe handphone yang diinginkan maka sederet informasi dari orang-orang yang telah memiliki pengalaman dengan handphone tersebut dan mempostingkan pengalamannya melalui forum tersebut menjadi sumber informasi bagi target untuk menjadi bahan pertimbangannya dalam memilih handphone.

Berskala intern-ekstern
Isi berskala internal – eksternal dan sendirinya harus memenuhi kebutuhan kedua jenis public tersebut. kegiatan humas sering berhubungan dengan media, misalnya saja untuk launching sebuah acara atau iklan, seorang humas harus menyebarkan undangan kepada public baik itu internal atau eksternal seperti para undangan dan wartawan. Disini teknologi email sangat memudahkan proses pengiriman baik mengirim Press release, foto, undangan atau bahan-bahan lainnya kepada wartawan dan menyampaikan informasi lainnya tanpa harus memakan biaya besar untuk proses pengiriman dan memakan waktu yang lama.

3. Pembuatan film dokumenter dan media massa
Sebagai media komunikasi yang merupakan citra bergerak (audio –visual moving image) film semakin lama semakin penting dalam kehidupan manusia begitu pula bagi dunia kahumasan. Dalam abad ke-20 ini fuilm mengalami kemajuan pesat, apalagi semenjak diperkenalkan media televise kepada masyarakat, kalau film bersifat mekanis dengan bahan seluloid dan dipertunjukkan melalui proyektor, televise bersifat elektronik melalui udara.

Sifat elektronik yang dimiliki televise menyebabkan film bergeser karena public tidak perlu lagi ke gedung bioskop tetapi cukup di rumah yang dengan santai dapat menikmati beraneka ragam acara. Bukan saja cerita tapi juga berita, pengetahuan, musik dan sebagainya yang semuanya memenuhi kebutuhan masyarakat.
Bagi seorang humas perkembangan teknologi dalam bidang citra bergerak (moving image) yang didukung oleh media elektronik televisi itu merupakan suatu keuntungan, hal ini juga merupakan bentuk alat yang digunakan oleh humas untuk menyampaikan informasi untuk menjangkau masyarakat secara luas, biasa diketahui dengan iklan televisi.

Melalui media elektronik departemen humas dapat mempromosikan baik itu bertujuan untuk mempromosikan produk dari perusahaan atau untuk mempromosikan image dari perusahaan itu sendiri di mana pemilihan dari media massanya juga menjadi pengaruh terhadap penilaian dan hasil interpretasi public yang melihat atau mendengar.

Bagi kegiatan humas film documenter dianggap penting yakni sebagai rekaman sejarah perkembangan organisasi dan untuk evaluasi kemajuan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu kahumasan perlu memahami sedikit-banyak mengenai seluk-beluk film documenter tersebut. Dan teknologi seperti kamera digital dan kamera video merupakan sarana kemudahan dalam proses dokumentasi bagi seorang humas.

Kondisi Periklanan di Indonesia
banyak dari kita yang sering merasa kesal menonton acara TV bukan saja karena acaranya tidak bagus tetapi juga karena iklannya yang berlimpah. Sering terjadi, di saat seru-seru nya menonton kita terganggu karena iklan muncul. Dan yang tambah mengesalkan, jeda iklan itu cukup panjang.

Pesan
berdasarkan kode etik periklanan, iklan seharusnya bersifat mendidik dan memberikan penawaran yang baik terhadap masyarakat.Saat ini banyak iklan yang cenderung melewati batas dan tidak tepat sasaran,seperti halnya iklan yang seharusnya untuk orang dewasa dapat dengan mudah ditemukan di berbagai jam tayang. jadi waspadalah jika anda sekalian mempunyai anak kecil karena mereka butuh perhatian saudara.

Manfaat vs dampak
sebagai konsumen iklan tv kita tentu memiliki beberapa pengalaman baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitar rumah tentang perilaku/kejadian-kejadian yang diakibatkan oleh iklan tv. baik aibat positif/negatif. misal anak jadi sering jajan dan lain sebagainya. dari artikel diatas, terkesan per UU periklanan di Indonesia masih kacau, tidak seketat di Barat.

Selain begitu banyaknya iklan mungkin yang sangat perlu dan penting buat kita perhatikan adalah kualitas iklan tersebut, bagaimana akibat yang ditimbulkan, masyarakat kita sudah banyak yang menjadi korban iklan, terutama anak-anak.

Perkembangan Surat kabar di Jawa
Kondisi suratkabar dan periklanan di luarJawa memang tak sebaik di Jawa, baik dan segi tiras maupun pendapat iklannya. Di Makasar dan sekitarnya, misalnya,jumlah suratkabar yang besar malah menimbulkan kompetisi yang tidak fair, khususnya ketika berebut mendapatkan iklan. Hal mi malahan menjadi bumerang yang memberikan pukulan bahkan bagi kehidupan suratkabar di sana. Sejak pemasang iklan mengetahui isi dapur suratkabar, dengan mudah mereka mendapatkan ruang iklan yang besar dengan pengeluaran uang yang sedikit. Kondisi ekonomi itu karena bukanlah barang yang mencari uang tapi uang yang memburu barang (seller’s market).

Sekarang perkembangan suratkabar di Jawa relatif jauh lebih baik. Apalagi, pada 1954 beberapa suratkabar sudah memiliki mesin percetakan atas prakarsa pemerintah. Suratkabar Pedoman dan Abadi di Jakarta, Pikiran Rakyat (Bandung), Suara Merdeka (Semarang), Suara Umum (Sunabaya), dan Mimbar Umum (Medan) memunyai mesin percetakan sendiri yang diperoleh melalui kredit dan Bank Industri.

Hambatan Utama Industri Dalam Negeri
Hambatan utama industri perikianan dalam negeri adalah kekurangan bahan baku atau peralatan kebutuhan industri dan perkebunan yang sebagian besar masih impor. Ini mengakibatkan hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang membutuhkan jasa periklanan. Menarik untuk diketahui bahwa meskipun perkembangan perekonomian belum mapan, namun pada 1954 sempat terselenggara Pekan Raya Ekonomi Internasional (PRED.Maksud diselenggarakan PREP untuk memperkenalkan produk-produk nasional kepada dunia. Dalam pekan raya ini terlibat beberapa biro reklame nasional ikut meramaikan pekan raya tersebut, seperti Balai Iklan di Bandung, Aneta, Indonesia Reclame and Advertentie Bureau (IRAB),dan Korra di Jakarta.

Biro-biro reklame menyadari persepsi masyara kat yang menganggap rendah mutu segala produk yang dibuat oleh industri dalam negeri. Sampai-sampai mereka berpikir perlu suatu kampanye Bell Bikinan Indonesia, meskipun untuk melakukan “ge-rakan propaganda” ini mereka mengalami banyak hambatan akibat masih terbatas industri-industri pendukung periklanan. Bisa jadi mereka mengambil pelajaran dan apa yang dilakukan industri periklanan lnggris pada masa yang bersamaan, yaitu kampanye”Buy British”.
 
Di lnggris kampanye “beli bikinan sendiri”diselenggarakan oleh semacam Dewan Periklanan (Ad Council). Dewan ini merupakan suatu lembaga yang dibentuk mewakili masyarakat periklanan (pengikian, biro reklame, dan media) serta pemerintah, terutama dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri.
 
Dalam kaitan ini, dalam ini kelompok kami menyarankan agar Radio Republik lndonesia (RRI) pun terbuka untuk beriklan, khususnya untuk barang-barang yang dibuat di dalam negeri. Upaya-upaya ini memang memiliki banyak kemungkinan yang positif bagi industri dalam negeri. iklan sebagai salah satu cara menyampaikan informasi tentang produk tetaplah relevan, terutama agar calon konsumen mengetahui bahwa sudah begitu banyak barang yang dibuat oleh putra-putra Indonesia, atau setidaknya sudah diproduksi di Indonesia”.

Corporate Identity, Sejarah Dan Aplikasinya


Dalam era globalisasi dewasa ini, dan dengan berkembangnya pasar (market), banyak perusahaan bersaing untuk menarik perhatian konsumen untuk membeli produknya. Salah satu cara untuk bersaing dan dapat bertahan di dalam pasar yang terus erkembang ini adalah dengan menciptakan suatu image dan identitas graphic. Tulisan ini akan membahas tentang corporate identity, image, fungsi dan aplikasinya.
Di dalam pasar (market) yang penuh dengan perusahaan-perusahaan besar dan kecil, yang masing-masing bersaing untuk menarik perhatian konsumen, image suatu perusahaan menjadi sangat penting terhadap keberhasilan perusahaan tersebut. Banyak perusahaan, terutama perusahaan-perusahaan besar yang sadar akan pentingnya menciptakan dan mempertahankan sebuah identitas grafts yang kuat dan mantap. Dengan bertambahnya jumlah perusahaan yang memproduksi produk-produk yang sama dan bersaing dalam pasar yang bertambah luas, sebuah identitas grafts menjadi sebuah ciri yang menonjol dari sebuah perusahaan (dan / atau produk).
Saat ini perusahaan-perusahaan besar yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang kemampuan berkomunikasi secara visual (graphic) mulai berkembang pesat. Sebagai konsekuensinya, banyak desainer komunikasi visual yang dibutuhkan tenaganya untuk menciptakan dan mengembangkan konsep suatu sistem identitas perusahaan. Selain itu, seorang desainer komunikasi visual mempunyai tanggung jawab
untuk membuat identitas itu menjadi alat jual yang efektif.

Sejarah Corporate Identity
Sejarah corporate identity yang merupakan salah satu aplikasi desain komunikasi visual, tidak terlepas dari sejarah desain komunikasi visual itu sendiri. Bentuk paling sederhana dari corporate identity adalah simbol. Manusia telah menggunakan simbol untuk berkomunikasi sejak jaman purba (Jaman Gua) untuk menceritakan dan mencatat apa yang mereka alami dan kerjakan sehari-hari. Tetapi bentuk identitas grafis yang paling awal bermula pada jaman di mana para pembuat barang-barang tembikar membuat tanda pada bagian bawah dari barang-barang tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh para peternak dengan menandai ternak-ternak mereka. Bentuk identitas grafis lain adalah lambang-Iambang pada perisai-perisai para kesatria dan bendera-bendera kerajaan pada jaman Medieval.

Pada jaman moderen, identitas grafis mulai berkembang pada masa industrialisasi dimana barang-barang yang dihasilkan dari pabrik dan dikemas. Karena banyaknya perusahaan yang memproduksi jenis barang yang sarna, maka diperlukan suatu identitas untuk membedakan produksi perusahaan A dari perusahaan B. Dari sinilah kita mengenal yang disebut logo dan cap atau merek dagang (trademark) yang digunakan untuk memasarkan barang-barang tersebut. Merek dagang yang berkembang pada rnasa ini antara lain Kodak, Singer dan Coca-Cola. Walaupun demikian logo-logo tersebut hanya bersifat dekoratif, bukan bersifat "menjual".

Perkembangan nyata dalam desain logo adalah pada rnasa setelah Perang Dunia II, dimana Amerika memasuki era kemakmuran dan banyak orang memasuki sekolah-sekolah ternama dan mulai menekuni bidang ini. Periode ini menandai "trend" dalam desain trademark. Sampai saat sebelum itu, grafis hanya digunakan sebagai dekorasi. Belum ada pemahaman tentang hubungan antara desain dan keberhasilan dalam pasar Para desainer mulai menjual desain mereka kepada para pengusaha sebagai alat penjualan dan pemasaran.

Perusahaan desain pertama yang berspesialisasi di bidang trademark design adalah Lippincott & Margulies. Perusahaan inilah yang menjadi “trend setter”. Pada Jaman Gua. kurang lebih 30.000 tahun yang lalu. manusia menggunakan simbol-simbol untuk berkomunikasi. Simbol-simbol ini berupa gambar-gambar sederhana dari benda-benda yang ada di sekeliling mereka. seperti: binatang, pohon, senjata, dan lain-lain. Gambar-gambar ini disebut pictograph.

Pada tahun 1950 dan 1960-an. dengan berkembangnya banyak perusahaan multinasional. menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya kebutuhan desain trademark untuk satu jenis produk atau jasa. Pada masa inilah puncak kejayaan desain trademark. Identitas visual pada masa ini benar-benar “mengatakan”, "Saya ingin benar-benar berbeda dan menarik dari yang lain. Dengan kata lain identitas visual mulai benar- benar memiliki konsep yang kuat dan ingin menyampaikan dan mengkomunikasikan sesuatu.

Di tahun 1970-an popularitas identitas visual mulai menurun. Hal ini dikarenakan pada masa itu banyak negara yang terkena krisis ekonomi (Great Depression). Sehingga banyak perusahaan yang mengencangkan ikat pinggangnya. Mereka lebih memilih untuk bersifat low profile. dan menggunakan uang untuk program-program sosial daripada untuk memperbaiki image mereka.

Setelah era Great Depression berakhir. banyak perusahaan kecil dan besar yang melebarkan sayapnya. sehingga pada tahun 1980-an identitas visual mulai banyak digemari kembali. Banyak perusahaan yang mendesain ulang logo mereka untuk menciptakan image yang baru. Selain itu banyak pula produk baru yang muncul, sebagai konsekuensinya dibutuhkan pula trademark-trademark baru untuk produk-produk tersebut.

Corporate Image Versus Corporate Identity
Perusahaan, seperti halnya manusia mempunyai karakter. kesan dan filosofi sendiri-sendiri. Meskipun demikian. rnasyarakat sering menganggap bahwa perusahaan adalah perusahaan. mereka "dingin" dan tidak mempunyai karakter, dengan kata lain mereka hanyalah benda. Sebuah trademark. suatu bagian dari identitas perusahaan yang lebih sering tampak. membantu "memanusiakan" suatu perusahaan dengan menampilkan sifat-sifat perusahaan tersebut dalam bentuk simbol. Simbol yang ditampilkan mencerminkan identitas perusahaan dan membentuk image perusahaan itu secara positif. Inilah salah satu perbedaan antara image dan identity.

a. Corporate Image
Corporate image adalah bagaimana suatu perusahaan dipersepsikan dan dilihat oleh masyarakat atau publik, dalam hal ini konsumen, pesaing, suplier, pemerintah dan masyarakat umum. Corporate image terbentuk dari kontak dengan perusahaan tersebut dan dengan menginterpretasikan informasi mengenai perusahaan tersebut. Informasiinformasi ini dapat didapatkan dari produk-produk dan iklan-iklan dari perusahaan tersebut.

Image dapat terus berubah secara konsisten. Dengan berkembangnya informasi, jaman dan trend bisnis, informasi-informasi baru ditambahkan atau memodifikasi kesan yang telah ditampilkan. Contohnya, sebuah perusahaan yang berkembang dan memiliki staf dari sebanyak 10 orang menjadi 75 orang dalam waktu 2 tahun dapat memberikan kesan bahwa perusahaan itu menguntungkan. Tetapi, kepada orang lain dapat berkesan bahwa perusahaan ini terlalu cepat maju.

Pesan dan kesan yang hendak disampaikan oleh suatu perusahaan dapat disalahartikan dan dapat pula diacuhkan oleh masyarakat. Dan karena pesan dan kesan yang hendak disampaikan itu umumnya lebih dari satu, maka suatu corporate image yang baik harus mempunyai dan menunjukkan karakter-karakter di bawah ini:

1. Memiliki respon emosiona1 yang kuat.
Kekuatan respon ini berkembang seiring dengan lamanya suatu image digunakan. Suatu image yang baik dapat bertahan menghadapi tekanan-tekanan dan para pesaing dan mendarahdaging dalam benak konsumen. Contohnya, perusahaan minuman ringan Coca Cola yang ingin memberikan image bahwa minuman ringan tersebut menyegarkan. Walaupun saat ini banyak pesaing yang memproduksi minuman ringan sejenis, seperti Pepsi, perusahaan ini tetap menduduki puncak penjualan minuman ringan dan disukai oleh konsumen tua maupun muda.

2. Memperlihatkan kekuatan.
Konsumen ingin merasakan kekuasaan dan kekuatan dari suatu perusahaan melalui produk dan jasanya. Konsumen juga membutuhkan perasaan bahwa mereka berurusan dengan perusahaan yang stabil dan dapat diandalkan pada saat mereka membeli produk dan jasa atau berinvestasi dalam perusahaan itu. Contohnya, dari berpuluh-puluh merek mie instan yang tersedia di pasar, merek Indo Mie yang paling dicari dan dibeli oleh konsumen. Salah satu a1asannya adalah karena produsen Indo Mie termasuk perusahaan yang dapat dipercaya dan diandalkan mutu dan produknya.

3. Menunjukkan penga1aman, kepercayaan diri dan tradisi.
Jika sebuah perusahaan telah memiliki dan mengembangkan karakter-karakter ini, maka ia dapat memperkenalkan produk atau jasa baru berdasarkan "penampilan" terdahulu. Keyword seperti, "Satu lagi dari Mayora", sangat efektif. Di sini perusahaan makanan ringan (snack) Mayora selain memperkenalkan satu produk baru lagi, juga secara tidak langsung menekankan pada pengalaman mereka selama bertahun-tahun di bidang ini.

b. Corporate Identity
Corporate identity adalah suatu bentuk visual dan ekspresi graphis dari image dan identitas suatu perusahaan.3 Sebagai bentuk visual, corporate identity menampilkan simbol yang mencerminkan image yang hendak disampaikan. Sebagai suatu ekspresi grafis, sebuah identitas perusahaan dapat diciptakan dan mempengaruhi nasib dari perusahaan tersebut.

Sebuah corporate identity yang efektif harus memiliki karakter-karakter sebagai berikut:

1. Simbolisme yang sederhana tetapi mengena.
Kesederhanaan adalah dasar dari kombinasi identitas brand-package-symbol yang baik. Semakin sederhana suatu simbol, semakin jelas pula pesan yang hendak disampaikan.

2. Mempunyai pemicu visual yang kuat.
Sebuah simbol yang efektif harus mampu memicu respon terhadap suatu produk atau perusahaan. Di saat di mana konsumen berurusan dengan perusahaan itu, maka ia hanya perlu memikirkan produk atau jasa dari perusahaan tersebut, dan nama perusahaan itu akan diingat dengan sendirinya. Contohnya, bila kita ingin membeli. Pada tahun 1959 dalam majalah Print, William Golden, seorang desainer komunikasi visual mengatakan, "Image adalah bagaimana Anda dilihat dan dipersepsikan; identitas adalah siapa diri Anda." Minyak goreng, maka kebanyakan dari kita akan mengingat bahkan langsung membeli merek Bimoli.

3. Identitas sebagai alat promosi dan pemasaran.
Corporate identity ada1ah alat promosi yang sangat efektif dan aktif. Walaupun kampanye untuk suatu iklan produk berakhir, tetapi identitas tetap dipakai sampai bertahun-tahun.

4. Corporate identity harus dapat diingat dan mengesankan.
Suatu corporate identity yang baik mempunyai dua sifat : mengusulkan suggestiveness) dan mengingatkan (recall).5 Bila konsumen ingin membeli suatu produk, maka ia akan teringat nama suatu perusahaan, ini disebut mengusulkan (suggestion). Bila konsumen ini kemudian datang lagi dan membeli produk yang sama dan ia menghubungkan kembali dengan produsennya, maka ini disebut mengingatkan (recall).

Sebuah perusahaan yang baik harus dapat menyampaikan image sesuai dengan identitasnya. Dalam suatu perusahaan, image adalah kesan yang diberikan oleh perusahaan itu kepada publik melalui produk-produknya, kegiatan-kegiatannya, dan usaha-usaha pemasarannya. Karena itu dibutuhkan sebuah identitas yang kuat sebagai patokan untuk menciptakan image atau kesan yang ingin disampaikan. Sebaliknya, image merupakan cerminan dari suatu perusahaan.

Fungsi Corporate Identity
Selain berfungsi sebagai identitas perusahaan, corporate identity juga mempunyai fungsi-fungsi lain, antara lain :

1. Sebagai alat yang menyatukan strategi perusahaan.
Sebuah corporate identity yang baik harus sejalan dengan rencana perusahaan tersebut - bagaimana perusahaan itu sekarang dan bagaimana di masa yang akan datang. Selain itu corporate identity harus dapat dengan tepat mencerminkan image perusahaan, melalui produk dan jasanya.

2. Sebagai pemacu sistem operasional suatu perusahaan.
Pertanyaan pertama yang muncul dalam pembuatan corporate identity adalah bagaimana suatu perusahaan ingin dilihat oleh publik. Pertanyaan ini secara tidak langsung membuat personil-personil perusahaan tersebut berpikir dan mengevaluasi sistem operasional mereka selama ini. Dari sini dapat ditemukan kelemahan atau kesalahan yang selama ini dilakukan, sehingga tercipta tujuan perusahaan yang lebih baik dan mantap.

3. Sebagai pendiri jaringan network yang baik.
Sebuah perusahaan yang berimage positif, stabil, dapat dipercaya dan diandalkan akan menarik perhatian para investor untuk menanamkan modal dalam perusahaan tersebut. Jenis perusahaan yang seperti ini juga yang mendapat banyak keringanan saat ia membutuhkan tambahan modal dari bank. Produk-produk dari perusahaan ini juga mungkin menjadi produk yang paling laku dan digemari di pasar.

4. Sebagai alat jual dan promosi.
Perusahaan dengan image yang positif berpeluang besar untuk mengembangkan sayapnya dan memperkenalkan produk atau jasa baru. Konsumen yang telah lama memakai produk dari perusahaan tersebut akan dengan setia terus memakai produk itu. Mereka akan lebih menerima karena telah membuktikan sendiri bahwa produk itu benar-benar cocok untuk mereka.

Aplikasi Corporate Identity
Tahap terakhir dari proses desain corporate identity adalah aplikasi. Dalam tahap ini seorang desainer komunikasi visual harus tahu apa yang penting dan efektif untuk bentuk desain komunikasi visual ini; apakah itu aplikasi pada business stationery, catalog, daftar harga, gedung perusahaan, bahkan kendaraan perusahaan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menciptakan suatu sistem komunikasi visual yang efektif dan menyatu.

Berkonsultasi dengan klien juga sangat penting dalam tahap ini. Karena bagaimanapun juga merekalah yang selama ini berurusan dengan perusahaan tersebut dan merekalah yang paling banyak tahu tentang perusahaan tersebut dan apa yang dibutuhkan.

Banyak sekali aplikasi corporate identity yang sering digunakan, antara lain:
1. Business Stationery (kop surat, amplop, memo, kartu nama,forms, bon, dan lain-lain).
2. Advertising
3. Poster
4. Brosur dan katalog
5. Signage system
6. Gedung perusahaan
7. Annual Report (Laporan Tahunan)
8. Newsletter (Buletin perusahaan)
9. Kendaraan perusahaan

Kesimpulan
Corporate identity yang dulunya hanya bersifat dekoratif sekarang telab berkembang menjadi salab satu elemen dalam strategi perusabaan, yang mencerminkan rencana perusahaan yang matang. Sebuab corporate identity yang baik harus sejalan dengan strategi dan rencana perusahaan tersebut. Selain itu ia juga hams dapat menciptakan image, yaitu cerminan dari perusahaan tersebut; bagaimana perusabaan itu dilihat oleh publik.

Dalam menciptakan suatu corporate identity, seorang desainer komunikasi visual harus tabu image yang ingin disampaikan oleh perusabaan tersebut dan mengimplementasikan pada identity yang diciptakan. la juga hams dapat menciptakan suatu si stem identity yang efektif dan menyatu pada aplikasi-aplikasinya.Tulisan oleh : Christine Suharto Cenadi)

Kepustakaan
Abbey, Norman. Notes. Art 50A, Pasadena City College. Pasadena, California. 1992.
Arntson, Amy E. Graphic Design Basics. Holt, Reinhart and Winston, Inc., Orlando.1988
Cotton, Bob. The New Guide to Graphic Design. Phaidon, Oxford. 1990.
De Neve, Rose. The Designer's Guide to Creating Corporate ID Systems. North Light Books, Cincinnati, Ohio. 1992.
Falzone, Michael. Notes. Graphic Design n. American College for the Applied Arts, Los Angeles, California. 1994.
Napoles, Veronica. Corporate Identity Design. Van Nostrand Reinhold, New York. 1988.
Wells, William. Advertising -Principles and Practice 3 rd Edition. Phaidon, Oxford. 1990.

Reputasi dalam Public Relations

Ada semacam paradoks yang berkembang dalam pengelolaan reputasi, bahwa semakin dibutuhkan, reputasi cenderung semakin sulit untuk dikelola. Yang jelas, kehilangan reputasi yang baik jauh lebih gampang dibanding usaha untuk membangunnya. Sebagian orang menyatakannya dalam metafora, dibutuhkan sepuluh tahun untuk membangun reputasi yang baik, tetapi cukup satu menit saja untuk meruntuhkannya. Mempertahankan reputasi seseorang tidaklah mudah, apalagi mempertahankan reputasi yang baik dari perusahaan.

Adam Joly menyatakan bahwa secara makro kunci dari pengelolaan reputasi adalah: behave well. Kelihatannya sederhana, tapi dalam prakteknya tidaklah sesederhana itu. Mengingat reputasi perusahaan merupakan resultan dari pemenuhan terhadap ekspektasi rasional dan ekspektasi emosional masing-masing stakeholder terhadap perusahaan dalam setiap momen interaksinya. Ekspektasi rasional seperti kita ketahui bersama lebih didasarkan atas kinerja atau kualitas dari produk yang dikonsumsi sedangkan ekspektasi emosional lebih didasarkan atas perilaku dan persepsi stakeholder. Stakeholder di sini mencakup karyawan, pelanggan, pemasok, pemegang saham, LSM, ataupun pemerintah. Padahal, masing-masing stakeholder memiliki derajat kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Luasnya cakupan khalayak ini mengakibatkan upaya membangun reputasi membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan membangun citra perusahaan.

Tidak heran jika reputasi perusahaan merupakan aset strategis, karena reputasi dapat meningkatkan value dari perusahaan yang bersangkutan. Pengalaman penulis selaku konsultan yang juga menggeluti jasa executive search menunjukkan betapa reputasi yang kuat membantu perusahaan tidak hanya dalam menjual produknya dengan harga yang menguntungkan, tetapi juga dalam menarik karyawan berpotensi tinggi untuk bekerja padanya. Perusahaan dengan reputasi yang kuat cenderung menjadi perusahaan idaman dan tambatan bagi profesional yang qualified.

Wajar jika belakangan ini makin banyak perusahaan bergiat dalam mengelola reputasinya. Hanya saja, ada beberapa catatan penulis menyikapi fenomena yang terjadi di lapangan. Ada kecenderungan bahwa perusahaan melihat reputasi perusahaan lebih berdasarkan persepsi internal. Akibatnya, perusahaan terjebak dalam perspektif yang menyesatkan. Lantas, bagaimana cara untuk mengetahui seberapa kuat reputasi perusahaan? Dalam hal ini yang dapat dilakukan adalah mengukurnya melalui penelitian pasar. Proses ini dapat menunjukkan di posisi apa reputasi perusahaan jika dibandingkan dengan reputasi para pesaing. Selain itu pegukuran reputasi perusahaan juga dapat menunjukkan sektor mana saja yang perlu diprioritaskan dan secara umum berlaku sebagai road map bagi perjalanan proses pengelolaan reputasi itu sendiri.
Beberapa perusahaan melakukan pengukuran reputasi dengan pendekatan media coverage untuk kemudian menterjemahkan isinya ke dalam reputation score cards. Memang opsi ini lebih baik daripada tidak ada action evaluasi sama sekali, walaupun opsi ini bukannya tidak mempunyai kelemahan. Kalau diperhatikan secara lebih seksama akan tampak betapa pendekatan ini lebih fokus kepada merekam outcome dari aktivitas humas di media, sedangkan pengaruhnya terhadap khalayak sasaran luput dari pengukuran.
Secara sepintas, ada empat indikator yang dapat dipakai untuk menaksir seberapa kuat reputasi suatu perusahaan. Pertama, daya saing perusahaan dalam menjual produknya dengan harga premium pada kurun waktu yang tidak sebentar. Kedua, kesanggupan perusahaan dalam merekrut dan mempertahankan staf kunci yang berkualitas. Ketiga, konsistensi perusahaan dalam mendapatkan dukungan words of mouth berupa rekomendasi positif baik dari sisi pasokan maupun pemasaran. Keempat, keberpihakan publik ketika terjadi masalah, tidak saja dalam kemampuan perusahaan untuk berkelit dari media ataupun kritikan publik.

Penulis juga mengamati, terutama saat keadaan memaksa perusahaan untuk berubah, tidak sedikit perusahaan dalam mengelola reputasinya hanya dengan perubahan yang sifatnya hanya menyentuh kulit. Perubahan kosmetis seperti penggantian logo semata tidak akan berarti banyak. Pengelolaan reputasi, apalagi bagi perusahaan yang baru saja mengalami krisis, membutuhkan perubahan yang fundamental dalam satu proses yang terintegrasi. Tidak lain, karena reputasi bukanlah sekedar masalah kepercayaan diri tetapi menyangkut jalinan yang didasarkan atas kepercayaan (trust) dan integritas.
Reputasi yang kuat dibangun dari tindakan operasional sehari-hari yang konsisten dengan tata nilai perusahaan, tidak cukup satu gebrakan saja. Diperlukan segmentasi dan penentuan skala prioritas untuk membidik khalayak yang secara kritis mempunyai dampak yang tinggi (high impact), misalnya influencer yang dapat merubah opini.

Untuk menjembatani perusahaan dengan khalayaknya baik dalam masa krisis maupun masa ’damai’ tentu saja dibutuhkan komunikasi yang proaktif dan terencana dengan baik.
Pesan yang sesuai dengan budaya komunitas yang disasar harus dibuat sedemikian rupa sehingga lebih dari sekedar dapat diterima tetapi betul-betul menarik, menggugah, dan dapat menjadi ’mantra’. Untuk itu pesan harus dikemas secara unik dan disampaikan secara konsisten kepada khalayak yang tepat. Outreach yang baik dengan melibatkan media berpengaruh jelas sangat penting artinya untuk penyampaian pesan. Demikian halnya dengan program-program yang berkenaan dengan corporate social responsibility dan sponsorship yang sifatnya strategis. Pembentukan citra yang positif dengan iklan juga akan mampu meningkatkan reputasi perusahaan.

Pengelolaan reputasi merupakan tanggung jawab bersama, tidak cukup hanya dibebankan pada bagian PR atau bahkan pimpinan perusahaan semata. Sebaliknya, tanpa dukungan dari manajemen puncak, pengelolaan reputasi cenderung akan berjalan di tempat. Masing-masing pihak dituntut untuk tidak hanya sadar atau percaya terhadap proses pengelolaan reputasi, tetapi juga berkomitmen untuk secara konsisten mewujudkannya. Untuk itu harus ada konsensus antara manajemen dan karyawan dalam tata nilai utama (core values) dan tujuan perusahaan. Meskipun demikian, perlu diorganisasikan dengan jelas antara pengelolaan reputasi perusahaan dan pengelolaan reputasi produk. Masing-masing mempunyai porsi dan penanggung jawab sendiri-sendiri dan diatur sedemikian rupa agar tidak saling berbenturan sehingga tidak kontra produktif.

Pengelolaan reputasi yang efektif tidak bisa dilepaskan dari peran bisnis perusahaan dalam menangkap peluang (ofensif) dan menanggulangi ancaman (defensif). Strategi ofensif bisa diterapkan saat launching produk baru, melakukan akuisisi atau merubah model bisnis. Dengan demikian, reputasi menjadi bagian dari karakter, budaya, dan DNA perusahaan, yang penulis perlu tekankan kembali: harus direfleksikan dalam kegiatan operasional sehari-hari. Tidak boleh dilupakan, karyawanlah yang dalam prakteknya berperan sebagai duta yang akan mempengaruhi reputasi perusahaan. (Ditulis oleh : A.B. Susanto)

KEMAMPUAN LOBI DAN NEGOISASI MENJADI SUATU KEHARUSAN GLOBAL

Oleh Drs. Rusly ZA Nasution, SH,MM*)
Abstrak:
Dalam Era Globalisasi sekarang ini, konsep Lobi dan Negosiasi adalah merupakan suatu keharusan. Karena pergaulan kemasyarakatan baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional memerlukan pelobi-pelobi dan negosiator yang handal (komunikabilitas) untuk dapat mencegah tidak terjadi dan berkembangnya suatu konflik yang berkepanjangan yang pada gilirannya menjadi suatu bentrokan fisik, bahkan peperangan. Kata Kunci: Lobi, negosiasi, dan globalisasi.
A.Pendahuluan
Adalah hal yang jamak, apabila dalam sekumpulan orang terdapat berbagai perbedaan dalam pandangan, sikap, dan tingkah laku dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik di lingkup lokal, maupunnasional dan internasional. Tuhan menciptakan manusia berbangsa-bangsa, berjenis-jenis, berbagai karakter dengan kecerdasan dan ketajaman pikiran yang berbeda pula. Sebagian manusia sangat cerdas, berdisiplin, jujur, sabar, dan bertanggung jawab, namun sebagian lagi ada yang kurang cerdas, emosional/cepat marah, suka berbohong, indisipliner dan tidak bertanggung jawab. Kondisi kodrat seperti itu merupakan salah satu sumber penyebab; mengapa tidak semua persoalan mendapat tanggapan yang sama dan penyelesaiannya juga berbeda? Apakah perbedaanperbedaan yang terjadi yang berpotensi menjadi silang pendapat bahkan tindak kekerasan terus saja dibiarkan? Banyak kasus yang berawal dari silang pendapat bermuara menjadi tindak kekerasan; lihat tindak kekerasan dalam rumah tangga biasanya bermula dari silang pendapat. Begitu pula halnya silang pendapat tentang sebuah RUU boleh jadi berpotensi menjadi sebuah kerusuhan antara kelompok yang pro dan kontra, misalnya RUU-APP. Tindak kekerasan dan/atau konflik fisik dirasakan sebagai hal yang sangat merugikan salah satu pihak bahkan kedua-duanya. Tindak kekerasan bukan saja dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan tuntas, tetapi juga menelan biaya yang besar yang seharusnya bisa dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (lihat berapa jumlah biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menyelesaikan konflik Aceh?). Masyarakat luas pada umumnya sudah tidak lagi bisa menerima tindak kekerasan yang sangat bertentangan dengan HAM. 
Dalam lingkungan kehidupan organisasi kemasyarakatan, baik sosial, ekonomi maupun politik, upaya untuk mencapai sasaran dengan menggunakan kekerasan atau berdasarkan kekuatan otot belaka sudah bukan jamannya. Dalam menyelesaikan suatu perbedaan/pertentangan diperlukan dialog dan musyawarah melalui lobi dan negosiasi, meskipun adakalanya berlangsung alot dan membutuhkan waktu relatif lama (lihat konflik Aceh yang berlangsung puluhan tahun).

Dewasa ini proses melobbi baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional yang serba global menjadi semakin penting, karena penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang atau kekerasan guna mendapatk konsesi atau persetujuan tidak lagi dapat diterima atau dianggap illegitimate. Dalam hubungan inilah, maka lobi dan negosiasi dapat merupakan solusi bagi mencegah berkembangnya pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, termasuk pergaulan internasional dalam orbit global.

B. Lobi dan Negosiasi
Sebagai Suatu Konsep Melakukan “lobi dan negosiasi” harus sesuai dengan prinsip- prinsip, strategi, teknik, dan taktik, esensi dan fungsinya, oleh karena itu disebut sebagai suatu konsep. Untuk memahami konsep termaksud perlu mensiasati terlebih dahulu pengertian atau definisi dari lobi dan negosiasi.

1.Pengertian Lobi (Lobbying)
Menurut kamus Webster, Lobby atau Lobbying berarti: Melakukan aktivitas yang bertujuan mempengaruhi pegawai umum dan khususnya anggota legislatif dalam pembuatan peraturan.
Menurut Advanced English – Indonesia Dictionary, Lobby atau Lobbying berarti: Orang atau kelompok yang mencari muka untuk mempengaruhi anggota Parlemen;. Sedangkan Lobbyist berarti: Orang yang mencoba mempengaruhi pembuat undang-undang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Melobi ialah melakukan pendekatan secara tidak resmi, sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau pimpinan politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat menguntungkan sejumlah orang. Dalam tulisan ini istilah lobby atau Lobbying di Indonesia-kan menjadi Lobi sedangkan istilah lobbyist di Indonesia-kan menjadi Pelobi, yaitu orang yang melakukan Lobi. Definisi Lobi dapat disusun sebagai ;Suatu upaya pendekatan yang dilakukan oleh satu pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk memperoleh dukungan dari pihak lain yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang dalam upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai.

2. Pengertian Negosiasi
Negosiasi (Negotiation) dalam arti harfiah adalah negosiasi atau perundingan. Negosiasi adalah komunikasi timbal balik yang dirancang untuk mencapai tujuan bersama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Negosiasi memiliki dua arti, yaitu:
1) Proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;
2) Penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Secara ringkas dapat dirumuskan, bahwa
Negosiasi adalah suatu proses perundingan antara para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang sesuatu permasalahan.

3. Esensi Lobi dan Negosiasi
Walaupun bentuknya berbeda, Namur esensi Lobi dan Negosiasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai sesuatu target (objective) tertentu. Lobi-lobi atau negosiasi harus diperankan oleh Pelobi (Lobyiest) yang mahir dan mempunyai kemampuan berkomunikasi yang tinggi (komunikabilitas). Hanya saja “Negosiasi” merupakan suatu proses resmi atau formal, sedangkan Lobi; merupakan bagian dari Negosiasi atau dapat pula dikatakan sebagai awal dari suatu proses Negosiasi.

4. Lobi sebagai awal Negosiasi
Dewasa ini upaya lobi-melobi bukan lagi monopoli dunia politik dan diplomasi, tetapi juga banyak dilakukan para pelaku bisnis, selebritis dan pihak-pihak lain termasuk PNS rendahan. 
Istilah Lobi yang berarti teras atau serambi ataupun ruang depan yang terdapat pada suatu bangunan atau hotel-hotel yang dijadikan sebagai tempat duduk tamu-tamu. Sambil duduk-duduk dan bertemu secara santai, seraya berbincang-bincang untuk membicarakan sesuatu mulai dari hal yang ringan-ringan sampai EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaza, kepada masalah politik dan pemerintahan dalam negeri bahkan luar negeri, baik dalam rangka pendekatan awal sebelum pelaksanaan negosiasi maupun secara berdiri sendiri untuk kepentingan lobi itu sendiri. Biasanya lobi-lobi dilakukan sebagai pendekatan dalam rangka merancang sesuatu perundingan. Apabila lobi berjalan mulus diyakini akan menghasilkan perundingan yang sukses. 
5. Negosiasi sebagai suatu Fungsi dan Sarana.
Istilah Negosiasi sebenarnya berawal dari dunia diplomasi yaitu dunia yang digeluti oleh para diplomat (Dubes, Duta, Kuasa Usaha, Konsul, dan lainlain) dalam melakukan kegiatan sesuai kepentingan negaranya di negara mana mereka bertugas.

Jadi, negosiasi adalah merupakan salah satu fungsi utama dari para Diplomat. Oleh karena itu, dalam pergaulan internasional hampir setiap negara menempatkan diplomat-diplomatnya di negara-negara sahabat. Meskipun istilah dan praktik negosiasi berawal dari dunia diplomasi, namun dewasa ini sudah menjadi sarana pada berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik dalam dimensi eksternal maupun dimensi domestik.

Kata kunci Negosiasi; persetujuan yang dapat diterima oleh para pihak. Kata kunci ini berlaku bagi segala macam Negosiasi, seperti:
a. Negosiasi diplomatik
b.Negosiasi perdagangan internasional (bilateral maupun multilateral)
c. Negosiasi global (seperti negosiasi sengketa utara & selatan)
d. Negosiasi antara buruh dan majikan
e. Negosiasi antara penjual dan pembeli
f. Negosiasi antara dua korporasi yang ingin melakukan merger atau aliansi strategik.
g. Negosiasi pembentukan joint venture
h. Negosiasi mengenai investasi langsung (direct investment) 
i. Negosiasi pilkada
j. Negosiasi pemenangan tender, dan sebagainya.

6. Prinsip, Strategi, Teknik, dan Taktik Lobi dan Bernegosiasi
Lobi memiliki beberapa karakteristik yaitu bersifat informal dalam berbagai bentuk, pelakunya juga beragam, dapat melibatkan pihak ketiga sebagai perantara, tempat dan waktu fleksibel dengan pendekatan satu arah oleh pelobi. Ada beberapa cara untuk melakukan lobi baik yang legal maupun ilegal, secara terbuka maupun tertutup/rahasia, secara langsung ataupun tidak langsung. Sebagai contoh: upaya penyuapan dapat dikategorikan sebagai lobi secara langsung, tertutup dan ilegal. Lobi semacam ini jelas melanggar hukum, namun karena bersifat tertutup/rahasia, agak sulit untuk membuktikannya (contoh: kasus-kasus lobi pemenangan tender dengan pendekatan gula-gula/wanita, seperti yang sering diberitakan diberbagai mass media).

C. Modal dan Model Negoisasi
1. Modal Negosiasi
a. Menurut sejumlah ilmuwan Sosial, yaitu: French dan Roven,
Baldridge dan Kanter dalam Mufid A. Busyairi, (1997). Ada beberapa sumber kekuatan dalam melakukan Negosiasi yaitu:
1) otoritas,
2) informasi dan keahlian,
3) kontrol terhadap penghargaan,
4) kekuatan memaksa dengan kekerasan,
5) aliansi dan jaringan,
6) akses terhadap dan kontrol kepada agenda,
7) mengendalikan tujuan dan simbol-simbol, dan
8) kekuatan personal.

b.Di samping delapan modal tersebut di atas, sebelum menetapkan aktor/pelobi/perunding, tempat dan waktu perundingan, pendekatan dan target,keberhasilan Lobi adalah merupakan modal yang tidak kalah pentingnya.

c. Strategi, teknik dan taktik Negosiasi yang telah dirancang dengan baik dengan
memenuhi prinsip-prinsip bernegosiasi adalah juga merupakan modal yang dapat menentukan keberhasilan Negosiator dalam bernegosiasi, termasuk di dalamnya kemampuan berkomunikasi.
Strategi yang dimaksud adalah:
1) Negosiator harus tahu persis target (objective) yang ingin dicapai.
2) Negosiator harus memiliki wewenang untuk melakukan negosiasi.
3) Negosiator harus mendalami masalah-masalah yang dirundingkan dengan baik.
4) Negosiator harus mengenali mitra rundingnya dengan baik.
5) Negosiator harus memahami hal-hal yang prinsip dan bukan prinsip.

2. Model Pendekatan Negosiasi

Belajar dari banyak kasus Negosiasi yang pernah terjadi menunjukkan adanya dua model pendekatan negosiasi, yaitu:

a.Model Pendekatan Kooperatif
Model pendekatan ini disebut juga model Pemecahan Masalah Bersama atau Model Menang-menang. Menurut Schoonmaker (1989) yang dikutip Mufid A. Busyairi (1997), Negosiasi Menang-menang layak dilakukan jika masalah yang dinegosiasikan menyangkut kepentingan bersama dan antar pihak yang bernegosiasi terdapat hubungan saling percaya mempercayai. 
Oleh karena itu, tindakan yang disarankan oleh Thorn (dalam Mufid A. Busri, 1997) yang perlu dilakukan dalam negosiasi menang-menang adalah:
1) memastikan bahwa pihak lain memilih model menang-menang (bukan mau
menang sendiri),
2) mengenali masalah yang dihadapi (tidak membahas pemecahan sebelum mengenal masalah),
3) menangani masalah yang berpotensi mempunyai pemecahan yang menghasilkan menang-menang.
4) saling membagi informasi,
5) memberi tanda-tanda positif kepada pihak lain seperti memberi hadiah-hadiah,
6) menghindari sikap bertahan dan memberikan persetujuan jika iklimnya sesuai, dan
7) menghindari sedapat mungkin pendekatan legalistik.

Negosiasi menang-menang adalah merupakan model negosiasi yang lebih besar peluang keberhasilannya bila dibanding dengan negosiasi menang-kalah (lihat peristiwa Aceh!). Kemenangan yang diperoleh adalah kemenangan bersama, karena pemecahan yang dihasilkan mengacu kepada fokus interes bersama bukan berdasar pada posisi masing-masing pihak.

b. Model Pendekatan Kompetitif

Model ini sering juga disebut dengan istilah model pendekatan menang-kalah;. Menurut Thorn yang dikutip oleh Mufid A. Busyairi (1997), untuk memenangkan
negosiasi model menang-kalah agar menempuh 4 (empat) langkah:
1) menjelaskan komitmen kita secara tegas tentang
apa yang kita inginkan.
2) menunjukkan akibat-akibat yang akan terjadi jika keinginan tersebut tidak tercapai.
3) menghadang lawan untuk mencapai keinginannya.
4) Menunjukkan jalan keluar yang bisa menyelamatkan muka lawan dengan menawarkan konsesi penghibur.

Model menang-kalah ini tidak selalu dalam bentuk kekerasan seperti menggunakan ancaman, teror, pembunuhan sampai dengan perang dan/atau kekerasan lainnya. Model menang-kalah apabila telah menjadi pilihan menandakan adanya sikap bahwa pihak lawan tidak bisa diajak berkawan (kawan bermasyarakat, bernegara dan berpolitik) tetapi telah menempatkan lawan negosiasi sebagai musuh atau sebagai pihak yang dikuasai.

Cara negosiasi dengan kekesaran dapat dicermati dalam film Goodfather karya Puzo. Dengan menggenggam sepucuk senapan yang sudah dikokang dengan menodongkan arah kepala, sang aktor berkata akan saya berikan tawaran yang tidak bisa anda tolak. Anda tandatangani atau otak Anda akan berceceran di atas kontrak ini. Memang negosiasi model menang-kalah tidak efisien dan sering tidak menghasilkan apa-apa karena tidak mampu menggunakan peluang yang ada untuk keuntungan bersama.

D. Praktik Lobi dan Negosiasi: Beberapa Kasus
Beberapa kasus pertentangan yang dimulai dari perbedaan kepentingan sampai pada pertentangan politik tingkat lokal, nasional dan internasional dapat diselesaikan melalui lobi atau negosiasi, baik secara kooperatif maupun kompetitif di antaranya adalah:

1. Kasus Pilkada Pada tahun 2000, sekitar bulan April di salah satu kabupaten di Pulau Sumatera melangsungkan pesta demokrasi, yaitu pemilihan Bupati/Wakil Bupati daerah setempat (belum pemilihan langsung).

Lobi-lobi dan negosiasi antara para calon dengan partai politik sebagai perahu tumpangan dan para anggota DPRD sebagai pemilik suara (one man – one vote) berlangsung “dahsyat”. Berbagai pendekatan dilakukan; mulai dari lobi-lobi ringan dengan memberikan bingkisan lebaran kepada para anggota Dewan, sampai dengan perundingan-perundingan yang berat, seperti: money politic yang bervariasi one man two hundred; one man one car; pilih kuda atau kijang (di teror atau menerima hadiah mobil kijang), melakukan pendekatan paksa yaitu memboyong anggota Dewan yang diperkirakan akan memilih calon lainnya kalau tidak boleh dikatakan mengkerangkeng; yang dikenal dengan istilah & serangan fajar. Bentuk/model pendekatan manapun yang dipakai oleh para Tim Sukses dari masing-masing calon, kesemuanya adalah terpulang kepada kemampuan berkomunikasi yang komunikabilitas. Hanya saja teknik yang digunakan ada yang bersifat kooperatif dan ada pula yang kompetitif yaitu dengan menghalalkan segala cara – pokoknya menang (terpilih menjadi Bupati/Wakil Bupati). 
Pada akhirnya calon yang kurang efektif dalam lobi-melobi dan bernegosiasi akan tersingkir, walaupun oleh masyarakat calon yang menang bukanlah calon yang tepat dan tidak berbobot atau tidak pantas untuk memimpin daerah. Tetapi kalau sudah terpilih oleh anggota Dewan Yang Terhormat (sekarang pemilihan langsung) mau apa lagi. Garbage in Garbage out. kalau yang terpilih berkualitas sampah, kepemimpinannya juga seperti sampah. 
2. Kasus-kasus Pemberontakan Dalam Negeri Sepanjang sejarah telah beberapa kali terjadi pemberontakan yang bertujuan ingin melepaskan diri dari NKRI dan merdeka (mendirikan negara sendiri), seperti: RMS di Maluku; Permesta di Sulawesi Utara; PRRI di Sumatera Brat; GAM di Aceh, dan OPM di Papua. Selain itu ada pula pemberontakan yang bertujuan mengganti ideologi Pancasila (DI/TII dan G.30.S/PKI). Namun mengapa perbedaan dan pertentangan yang melahirkan pemberontakan dapat terjadi, jawabannya boleh jadi karena kegagalan lobi dan negosiasi. Walaupun peristiwa pemberontakan tersebut berhasil ditumpas dengan senjata dalam arti penyelesaiannya menggunakan pendekatan menang-kalah (kompetitif). Sebagai contoh, bahwa Gerakan Aceh Merdeka (GAM) setelah beberapa tahun dilakukan penumpasan dengan angkat senjata oleh TNI/Polri namun tidak tuntas, kemudian dilakukan lobi-lobi dan perundingan/negosiasi yang pada akhirnya menghasilkan persetujuan (MOU Helsinki) yang saling menguntungkan (menang-menang) suatu pendekatan kooperatif. Pendekatan kooperatif dilakukan, karena selain penerapan pendekatan kompetitif dengan memerangi GAM (yang mendapat bantuan LN?) dirasa kurang efektif juga memang cara-cara kekerasan tidak disukai oleh dunia internasional.

3. Kasus Perang Dingin Amerika Serikat Uni Soviet Ketika Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet memuncak dan akan berubah menjadi Perang Terbuka, karena Presiden Uni Soviet mengancam akan mengangkat senjata (Perang Terbuka). Untuk menjawab tawaran berdasarkan ancaman senjata yang diperkirakan tidak akan menguntungkan Amerika, Presiden J.F. Kennedy menggertak dengan berkata I can loose ! Why ? I will tell you why. Becaouse I have knowledge, Courage and enthuasm. 
Dengan gertakan tersebut telah membuat dan memudarkan keinginan Soviet untuk berperang secara terbuka. Perang Terbuka tidak terjadi. Dalam kasus ini menggunakan model kompetitif (menangkalah) yaitu pihak yang menang adalah Amerika karena Perang Terbuka tidak terjadi. Namun tidak demikian halnya dengan sengketa AS dan Irak. 
Dalam kasus ini jelas terlihat betapa penting arti sebuah lobi. Memang di Era Globalisasi sekarang ini, kalau sesuatu perbedaan/pertikaian tidak dapat diselesaikan melalui perundingan dengan lobi-lobi yang menyakinkan, niscaya akan terjadi lagi Perang Dunia III atau setidaknya akan terulang Perang Irak (Perang Teluk) dan/atau interpensi/teror-teror lainnya.

E. Penutup
Setelah memahami konsep Lobi dan Negosiasi serta mencermati dan mensiasati kasus-kasus/peristiwa-peristiwa tentang beberapa perbedaan/ pertentangan dan persengketaan dalam pergaulan di tingkat lokal, nasional, dan internasional, maka dirasakan bahwa “Konsep lobi, dan negosiasi sudah menjadi suatu keharusan global” kalau tidak boleh dikatakan sebagai suatu kemutlakan. 
Sumber :
N. Schoonmaker, Langkah-langkah Memenangkan Negosiasi, PIM, Jakarta, 1993.
Dewi Fortuna Anwar, Lobbying dan Negosiasi, Makalah pada Orientasi Pendalaman Bidang Tugas Ketua-ketua DPRD Tingkat II se-Indonesia, Badan Diklat Depdagri, Jakarta, 1997.
Hasnan Habib, Faktor-faktor Strategik dalam Negosiasi Internasional, Makalah dalam Seminar Sehari: Strategi Negosiasi Bisnis di Era Globalisasi;, Kerjasama LAN dan Lembaga Bina Profesi, Jakarta, 1997.  
 Mufid A. Busyairi, Negosiasi untuk Mencapai Kesepakatan, Makalah pada Orientasi Pendalaman Bidang Tugas Ketua-ketua DPRD Tingkat II se-Indonesia, Badan Diklat Depdagri, Jakarta, 1997.
Yeremi G. Thorn, Terampil Bernegosiasi, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1995.

*) Dosen tetap Fakultas Ekonomi dan Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan Universitas Langlangbuana.