DEFINISI
Proses komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat dapat menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yag efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada umumnya).Proses komunikasi, banyak melalui perkembangan.
Proses komunikasi dapat terjadi apabila ada interaksi antar manusia dan ada penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi. Tahapan proses komunikasi adalah sebagai berikut :
1) Penginterprestasian, yang diinterpretasikan adalah motif komunikasi, terjadi dalam diri komunikator. Artinya, proses komunikasi tahap 1 bermula sejak motif komunikasi muncul hingga akal budi komunikator berhasil menginterpretasikan apa yang ia pikir dan rasakan ke dalam pesan – masih abstrak. Proses penerjemahan motif komunikasi ke dalam pesan disebut interpreting.
2) Penyandian, tahap ini masih ada dalam komunikator dari pesan yang bersifat abstrak berhasil diwujudkan akal budi manusia ke dalam lambang komunikasi. Tahap ini disebut encoding, akal budi manusia berfungsi sebagai encorder, alat penyandi : merubah pesan abstrak menjadi konkret.
3) Pengiriman, proses ini terjadi ketika komunikator melakukan tindakan komunikasi, mengirim lambang komunikasi dengan peralatan jasmaniah yang disebut transmitter, alat pengirim pesan.
4) Perjalanan, terjadi antara komunikator dan komunikan, sejak pesan dikirim hingga pesan diterima oleh komunikan.
5) Penerimaan, tahapan ini ditandai dengan diterimanya lambang komunikasi melalui peralatan jasmaniah komunikan.
6) Penyandian balik, tahap ini terjadi pada diri komunikan sejak lambang komunikasi diterima melalui peralatan yang berfungsi sebagai receiver hingga akal budinya berhasil menguraikannya (decoding).
7) Penginterpretasian, tahap ini terjadi pada komunikan, sejak lambang komuikasi berhasil diurai dalam bentuk pesan.
Proses komunikasi dapat dilihat dari beberapa perspektif :
(1) Perspektif psikologis
Perspektif ini merupakan tahapan komunikator pada proses encoding, kemudian hasil encoding ditransmisikan kepada komunikan sehingga terjadi komunikasi interpersonal.
(2) Perspektif mekanis
Perspektif ini merupakan tahapan disaat komunikator mentransfer pesan dengan bahasa verbal/non verbal. Komunikasi ini dibedakan :
a. Proses komunikasi primer
Adalah penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan menggunakan lambang sebagai media.
b. Proses komunikasi sekunder
Merupakan penyampaian pesan dengan menggunakan alat setelah memakai lambang sebagai media pertama.
c. Proses komunikasi linier
Penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal.
d. Proses komunikasi sirkular
Terjadinya feedback atau umpan balik dari komunikan ke komunikator.
MANAJEMEN KONFLIK
Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam. Di lain pihak, konflik diakibatkan juga oleh intensitas komunikasi yang terjalin secara intens.
KONFLIK DAN DEFENISINYA
Konflik adalah sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.
Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing masing.
JENIS-JENIS KONFLIK DALAM ORGANISASI
Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan.
Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes).
PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK
Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah. Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam dua kategori besar:
A. Karakteristik Individual
1) Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs) atau Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan di antara individual dalam suatu
organisasi.
organisasi.
2) Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)
Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih penting, sehingga hal ini tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi
tersebut.
tersebut.
3) Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences)
Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut. Di satu sisi, ia juga nganggap kita tidak bersahabat, sehingga potensial terjadinya konflik muncul dengan sendirinya.
B. Faktor Situasi
1. Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact)
Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
2. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another)
Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
3. Perbedaan Status (Status Differences)
Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang ”arogan” dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh, dalam engambilan keputusan, pihak yang berada dalam level atas organisasi merasa tidak perlu meminta pendapat para anggota tim yang ada.
4. Rintangan Komunikasi (Communication Barriers)
Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi di sisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik.
5. Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous responsibilites and Jurisdictions)
Orang-orang dengan jabatan dan tanggung jawab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, seorang sekretaris mengetahui tugas serta wewenangnya serta pertanggungjawabannya.
TEKNIK MENGELOLA KONFLIK
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
Ø Konflik itu sendiri
Ø Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
Ø Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
Ø Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
Ø Ketersediaan waktu dan tenaga
Setelah berhasil mengkalkulasikan semua poin diatas , maka lanjutkan dengan langkah berikut :
· Diawali melalui penilaian diri sendiri atau pribadi yang terlibat konflik
· Analisa isu-isu seputar konflik
· Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
· Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
· Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
· Mengembangkan dan menguraikan solusi
· Memilih solusi dan melakukan tindakan
· Merencanakan pelaksanaannya
Setelah semua pertimbangan matang dilakukan sesuai langkah diatas, maka beberapa formula penyelesaian konflik dapat digulirkan:
Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Contoh: jika konflik yang terjadi hanya akibat sentimen pribadi yang terjadi antar anggota yang tidak memiliki hubungan positif dengan kinerja organisasi maka pimpinan dapat mengisolasi konflik dengan mengabaikannya dan pastikan konflik tidak berpengaruh kepada kinerja organisasi di kemudian hari.
Mengakomodasi dan Negosiasi
Strategi pengendalian konflik dengan memberikan wadah untuk menampung aspirasi secara gamblang dan jujur antar pihak yang bersiteru. Dengan catatan, konflik telah mengganggu kinerja organisasi secara keseluruhan dan menggunakan mediator (dalam hal ini dapat berupa individu atau kelompok tertentu yang bersifat netral). Teknik ini paling banyak dilakukan. Beberapa acara keakraban internal juga dapat dijadikan jalan keluar (Outbond, sharing internal, darmawisata dll.)
Pengenaan Sangsi Organisasi
Langkah ini dilakukan apabila jalur diplomasi tidak berhasil dilakukan dan media “perdamaian” menemui jalan buntu. Disinilah urgensinya sebuah pertaturan dan tata tertib organisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar