Selasa, 09 November 2010

Jurnalisme online Mahasiswa

KALAU  berbicara jurnalisme kampus jadi ingat kegiatan jurnalistik mahasiswa dulu dengan UKM Pers mahasiswa dimana kita bisa mulai menuangkan bauh pikiran kita sebagai mahasiswa dan produktifitas ini berlanjut berani mengirimkan tulisan ke media cetak walau hanya dapat honor Rp. 15.000,- kayaknya bangga banget sebagai mahaiswa. 

Seiring dengan masa bergolaknya mahasiswa yang jaman orba begitu gencar bahkan sebagai media propaganda terhadap mahasiswa tentang rejim orba untuk lingkungan kampus. atau  nasib  jurnalisme kampus sungguh memprihatinkan. Ditengah maraknya media massa baru yang tumbuh subur belakangan ini, produk jurnalisme kampus nyaris sama sekali tidak terdengar. 

Padahal produk Jurnalisme kampus di Indonesia pernah mengalami masa keemasan. Setidaknya, ia diwakili oleh pers mahasiswa yang terbit di awal tahun 1970-an misalnya Mahasiswa Indonesia, Harian KAMI dan Mimbar Demokrasi, yang pembacanya bukan hanya dari kalangan Mahasiswa, tetapi diminati masyarakat umum dengan oplah berkisar tigapuluh ribu sampai tujuh puluh ribu eksemplar. 

 Namun pasca puncak demokrasi mahasiswa dengan lengsernya soeharto ternyata jurnalisme kampus tertidur pulas dan pesta demokrasi sebatas pembelajaran para ativis sebelum mereka terjun ke dunia politik dan menyebar dibeberapa partai politik dan terkadang idealisme mereka hanya saat menjadi mahasiswa setelah lepas mereka menghilang bak dimakan bumi. Kegarangan tulisan mereka hanya saat dikampus, auto kritik terhadap pemerintah sebatas retorika jalanan, idealisme mereka sebatas masih jadi mahasiswa semata, kemana jiwa jurnalistik mereka yang kritis sensitiveable menghilang?

Tidak dipersalahkan, sebab sekarang ini pers mahasiswa dikalangan mahasiswa sendiri tidak populer. Bahkan tidak banyak mahasiswa yang tahu tentang keberadaan pers mahasiswa. Kecuali segelintir saja, yaitu pengelolanya dan paling jauh sesama aktivis mahasiswa, baik dilingkungan kampusnya maupun dikampus lainnya. Ibaratnya, hidup segan mati pun tak mau. Secuil buletin saja tidak begitu diminati, apalagi kegiatan peliputan ataupun merambah secara komersil sebuah jurnal mahasiswa dengan marketshare yang jelas, tapi tidak dilirik bahkan oleh para petinggi kampus itu sendiri.

Padahal saat ini, dikampus negeri dan swasta yang tersebar di Indonesia lembaga pers mahasiswa berjumlah puluhan bahkan mendekati ratusan. Tidak banyak pula yang menyadari pers mahasiswa merupakan wadah yang sangat baik untuk menempa intelektualitas pengelolanya. Disamping itu dapat dijadikan pembelajaran bagi yang berminat terjun dalam dunia jurnalisme profesional. Banyak faktor yang mendukung pers mahasiswa sebagai wadah pembelajaran lahirnya jurnalis sejati. Salah satunya tempat untuk menanamkan idealisme moral, suatu persoalan yang penting dan harus dimiliki oleh seorang jurnalis profesional dalam menjalankan tugasnya. Mengapa? Sebab didalam kultur pers mahasiswa, kita akan dibiasakan untuk memiliki independesi tinggi. Satu-satunya keberpihakan adalah pada realitas itu sendiri.

Sedangkan dari sistem kerjanya, pers mahasiswa tidaklah jauh berbeda dengan keadaan jurnalisme pada umumnya. Mulai rapat redaksi untuk menentukan tema aktual, teknik pemburuan berita, hingga penetapan batas waktu atau deadline dimana semua berita harus siap untuk naik cetak dan pada gilirannya siap diterbitkan.

Menjadi penting untuk diketahui, apa sebab sehingga pers mahasiswa sekarang mati suri. Disini kita akan temukan tiga faktor penyebab utamanya. Pertama, faktor politis sebagai tinjauan historis. Faktor kedua, minimnya budaya menulis dan membaca dikalangan kampus, dan faktor ketiga adalah iklim kapitalisme media yang merajai dinamika kehidupan keseharian kita. Secara historis, keberadaan pers mahasiswa tidak pernah bisa dilepaskan dari pengaruh rezim yang berkuasa. Berkali-kali produk jurnalisme kampus ini jatuh bangun. Pers mahasiswa tumbuh pertama kali dijaman kolonial dengan nama "Indonesia Merdeka", ia menjadi bagian alat perjuangan politik dalam menyuarakan nasionalisme Indonesia di tanah Eropa. Pendirinya adalah indische vereeneging, organisasi mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Kemudian dijaman Jepang, pers mahasiswa menjadi mandul akibat hegemoni janji-janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan.

Dalam sistem demokrasi liberal di tahun 1950-an, dan awal masa demokrasi terpimpin, pers mahasiswa kembali subur. Dengan sudut pandang ilmiah dan bobot berita yang didasari oleh pelbagai penelitian membuat pandangan-pandangan pers mahasiswa dipertimbangkan penguasa maupun masyarakat. Setelah itu, ditahun 1960-an, lonceng kematian pers mahasiswa dimulai justru saat mereka mulai mampu bersaing dengan pers komersial.

Sebab tidak lama kemudian pers mahasiswa terkotak-kotak menurut afiliasi ideologi partai yang bersaing pada jaman itu. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan politik Presiden Soekarno yang memerintahkan semua organisasi mahasiswa menyatakan dengan jelas sikap politiknya. Kendati pun demikian, pers mahasiswa tidak serta merta lantas mati. Harian KAMI, Mimbar Demokrasi dan beberapa media lain yang dikelola mahasiswa meneruskan perjuangannya dengan mengemukakan gagasan tentang pembangunan. Puncaknya, pada saat peristiwa Malari 1974, pers mahasiswa dituduh sebagai agitator yang memprovokasi kerusuhan dan pada gilirannya dilarang terbit oleh pemerintah. Peristiwa ini tidak berselang lama diikuti pembredelan terhadap beberapa media berpengaruh di Indonesia, seperti Indonesia Times, Merdeka,Pelita dan lain-lainnya.

Tekanan pemerintahan orde baru membuat jurnalisme kampus seperti hidup dibonsai. Isi surat kabar dikontrol ketat, bahkan tidak jarang isi berita dan artikel harus dirubah atau digagalkan karena intervensi pejabat kampus yang begitu ketakutan terhadap pemerintah. Beberapa pers mahasiswa yang nekad, dengan materi kritis langsung dibredel. Sedangkan yang lebih moderat, membiarkan halaman yang dilarang tetap kosong, bahkan secara berani sering ditulis " halaman ini sengaja dibiarkan kosong karena dilarang Pemerintah." Hal ini pernah penulis lakukan bersama kawan-kawan aktivis, pada masa itu, karena memuat wawancara khusus, dengan nara sumber Faisal Basri (ekonom dari UI) bertema "Bisnis Militer dan Keluarga Cendana" dalam sebuah edisi semester genap di tahun 1995, Majalah Dimensi Ekonomi yang dikelola Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DIMEK FE UMM

Selain tekanan dari pemerintah, kerap pula pers mahasiswa harus berhadapan dengan kebijakan rektorat karena bersikap kritis. Di kampus-kampus perguruan tinggi negeri, ancamannya lebih berat. mulai dari ancaman skorsing sampai dengan mempersulit kelulusan seorang aktivis. Lambat laun atas risiko yang berat itu, aktivitas jurnalisme kampus menjadi semacam "organisasi terlarang" dan pada gilirannya banyak dihindari mahasiswa.

Adapun minimnya budaya menulis dan membaca dikalangan mahasiswa maupun dosen di perguruan tinggi termasuk faktor-faktor penyebab kemerosotan jurnalisme kampus. Jamak diketahui, kegiatan menulis dikalangan mahasiswa biasanya hanya dikaitkan dengan kewajiban menulis laporan perkuliahan dan menulis kewajiban skripsi. Akibatnya, karena tidak terbiasa menulis, mahasiswa tidak sedikit yang melakukan penjiplakan (plagiasi) atas karya orang lain. Disini sebenarnya, mahasiswa bisa menarik manfaat dari keberadaan jurnalisme kampus. Sebab sejak awal ia akan mempelajari bagaimana teknik-teknik penulisan sehingga tidak sampai melakukan penjiplakan.

Kurangnya apresiasi dari pengelola kampus terhadap budaya menulis menyebabkan secara tidak langsung image jurnalisme kampus sebagai kegiatan kurang bermanfaat untuk dilakukan mahasiswa. Disamping itu ketatnya jam perkuliahan memang membutuhkan siasat tersendiri bagi yang ingin masuk dalam kegiatan ini. Mereka harus mampu mengatur kesibukan mengelola media dan mengatur jadwal masuk kelas.

Di luar itu, iklim kapitalisme media yang menjadikan acara infotainment di televisi lebih menggugah kesenangan masyarakat membuat jurnalisme kampus semakin tergeser. Peredaran surat kabar, yang berbau politis sampai pornografi, setidaknya menurut pengamatan penulis, tidak jarang membuat media yang dikelola mahasiswa kesulitan menentukan potitioning segmen pasar. Seringkali materi berita atau pun gagasannya sudah basi sehingga kurang menarik bagi pembaca.

Lebih memprihatinkan lagi, kemerosotan nilai dan mutu itu cenderung mematikan secara perlahan pers-pers kampus. Contohnya, apresiasi Goenawan Mohamad dan prestasi yang pernah dikalungkan oleh Institut Studi Arus Informasi (ISAI) Jakarta kepada majalah DIMEK FE UMM sebagai pers mahasiswa bermutu tingkat nasional, tidak mampu menghalangi majalah yang diterbitkan dalam tiga bulanan- dan pernah beroplah sampai lima ribu eksemplar sekali terbitnya itu- berubah menjadi sebuah buletin tidak bermutu yang diterbitkan enam bulanan sekali.

Sebagai konsekuensi adanya kapitalisme media, dewasa ini kita betul-betul merasakan kebutuhan untuk menerima informasi secara netral, jujur dan objektif. Oleh sebab menjamurnya media-media baru secara paradoksal justru membingungkan masyarakat pembaca. Fenomena ini ditangkap juga oleh Yasraf A Piliang. Dikatakannya, kuatnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik sesungguhnya menjadikan media tidak dapat netral, jujur, adil, objektif dan terbuka. Akibatnya, informasi yang disuguhkan oleh media telah menimbulkan persoalan objektivitas pengetahuan yang serius pada media itu sendiri.

Lebih lanjut dikatakan Yasraf, kepentingan-kepentingan ekonomi dan kekuasaan politik akan menentukan apakah informasi yang disampaikan oleh sebuah media mengandung kebenaran (truth) atau kebenaran palsu (pseudo-truth); menyampaikan objektivitas atau subjektivitas; bersifat netral atau berpihak; mempresentasikan fakta atau memelintir fakta; menggambarkan realitas (reality) atau menyimulasi realitas (simulacrum) (2004:134).

Terkadang di satu media kita melihat, pihak yang disalahkan oleh media lain muncul sebagai pihak yang benar. Begitu pula sebaliknya. Sangat terasa, media menjadi alat pemutarbalikan fakta, tergantung media itu punya kepentingan apa dan dibawah pengaruh kekuasaan siapa. Sebenarnya hal ini merupakan peluang bagi pers mahasiswa untuk dapat maju dan berkembang. Tentu akan sangat menarik melihat munculnya jurnalisme kampus. Sebab, ia tidak seperti jurnalisme umum, yang tampaknya selalu tidak bisa dilepaskan dari aspek kepentingan ekonomi (economi interest) dan aspek kepentingan kekuasaan (power interest) dibalik adanya media.
 
Selain itu pers mahasiswa telah memiliki pasar yang jelas yaitu mahasiswa itu sendiri. Tinggal bergantung pada pengelola pers mahasiswa, mampukah mereka mengembangkan kreativitas dan peka dengan kebutuhan pasar? Tulisan ini diharapkan menjadi bahan perenungan bagi para jurnalis kampus.

 Disadari Jurnalisme kampus ada yang mengatakan sebagai sarana pelatihan candradimuka sebelum mereka terjun sebagai pengamat kehidupan sosial dan politik yang terus berkembang dinamis.sehingga apa yang perlu diperbaiki biar ada link and match antara jurnalisme kampus dengan jurnalisme media yang realis dan bisa mempublikasikan kualitas keintelektualitasan mereka. perlu adanya pelatihan yang langsung bersinggungan dengan media sebenarnya, tapi apakah para jurnalist senior mau berbagi ilmu di kampus-kampus dan apakah media juga mau menampung permagangan wartawan dari mahasiswa?

Pendidikan jurnalistik
Jurnalisme kampus ada yang mengatakan sarana pelatihan candradimuka sebelum mereka terjun sebagai pengamat kehidupan sosial dan politik yang terus berkembang dinamis. Pendidikan jurnalistik, tidak bisa hanya di ruang kelas. Akan tetapi, harus diperkaya dari sisi praktis. Karena itu, mata kuliah jurnalisme di perguruan tinggi, setiap subyek, harus dilengkapi dengan program magang di lembaga penerbitan. Sehubungan dengan itu, sekolah jurnalisme harus membangun kemitraan dengan media atau lembaga penerbitan setempat. Sisi lain, perlu adanya kemitraan dalam proses magang dapat memperkecil jurang antara program jurnalisme akademis dan kenyataan yang ada di industri. 

Industri penyedia berita harus didorong untuk memberikan kesempatan kepada jurnalis untuk mengajar di universitas. Hal itu penting untuk memberikan peluang bagi para instruktur jurnalisme di sekolah tersebut meningkatkan keterampilan profesionalismenya. pada semester tertentu, mahasiswa diwajibkan untuk magang di perusahaan media. Sayangnya, hingga saat ini, belum terdapat satu model magang di perusahaan media.

Padahal, model atau panduan magang bermanfaat besar bagi perusahaan media untuk menyusun persyaratan bagi mahasiswa yang hendak magang di perusahaan tersebut. Juga, berguna bagi perguruan tinggi untuk mengetahui seperti apa persyaratan magang yang dikehendaki media. 

Jurnalisme online mahasiswa
Perkembangan media dan teknologi di era global saat ini memberi pengaruh pada semua bidang kehidupan manusia tak terkecuali jurnalisme. Jurnalisme online di Indonesia saat ini semakin pesat perkembangannya. Hal itu terlihat hampir semua media cetak besar di Indonesia sudah memiliki versi online. Perkembangan mobile phone dan wifi juga semakin mempermudah masyarakat mengakses internet. 

 Seiring perkembangan teknologi untuk publikasi sebenarnya tidak serumit dulu untuk mempublikasikan pikirannya mahasiswa bisa melalui media online sehingga dikenal dengan istilah jurnalisme online yang jauh lebih independen tanpa batas, tanpa ruang redaksi, dikelola sendiri dan luas jangkauan publikasi luar biasa yang tadinya aksi kritis melalui lapangan berubah medannya melalui publikasi online melalui blog, jurnal online kampus, media jejaring sosial seperti halaman facebook, twitter, media blog lainnya yang lebih dinamis. 

Dari kajian Jurnalistik sangat erat kaitannya dengan istilah jurnalisme, jurnalisme sendiri berarti bidang disiplin dalam mengumpulkan, melaporkan, dan menganalisis data fakta atau informasi yang mengenai kejadian aktual kemudian melaporkannya ke khalayak. Orang yang mempraktekkan kegiatan jurnalistik disebut jurnalis atau wartawan.

Lantas apa yang dimaksud dengan online? Online istilah bahasa dalam internet yang artinya sebuah informasi yang dapat diakses dimana saja selama ada jaringan internet.
Oleh sebab itu jurnalisme online adalah perubahan baru dalam ilmu jurnalistik. Laporan jurnalistik dengan menggunakan teknologi internet maka disebut dengan media online yang menyajikan informasi cepat dan mudah diakses dimana saja.

Media online detik,com di Indonesia yang telah sukses menyajikan ragam berita, selain itu kantor berita Nasional Antara juga menggunakan teknologi internet. Seiring berjalannya waktu, media online mulai bermunculan seperti astaga.com, satunet.com, suratkabar.com, berpolitik.com, dan pekan ini muncul ok-zone.com. dengan lahirnya media online maka media cetakpun tidak mau kalah, dengan dua penyajian media cetak dan media online seperti kompas.com, temporaktif.com, republika.com, pikiran-rakyat.com, klik-galamedia.com. dan masih banyak lagi. Itu adalah langkah baru berkembangnya teknologi yang telah melahirkan jurnalisme online.

Direktur Kompas Cyber Media (KCM) Ninok Leksono menyebutkan, kehadiran media online ini jelas telah mengubah paradigma baru pemberitaan, yakni event on the making. Maksudnya, berita yang muncul tidak disiarkan beberapa menit, jam, hari, atau minggu, tetapi begitu terjadi langsung di-upload (dimasukkan) ke dalam situs web media online. Itulah keunggulan media online yang serba cepat.

Pelajari dan Pahami Internet
Sebagai calon jurnalis memahami internet sangatlah penting, karena teknologi internet memudahkan melaksanakan kegiatan kejurnaslitikan, internet harus menjadi bagian hidup jurnalis. Dilihat dari tahun sebelumnya jauh sebelum internet berkembang di Indonesia jurnalis sangat kesulitan melaporkan kegiatan kejurnalitikannya.

Internet membawa berkah bagi perkembangan dunia jurnalistik, begitu juga para pers kampus yang sudah kekeringan dana untuk percetakan kini beralih menggunakan teknologi internet dengan gratis seperti weblog yang disingkat menjadi blog.

Kini Blog sudah tidak terhitung lagi, tapi Blog tidak bisa sepenuhnya disebut dengan kegiatan kejurnalistikan, perlu proses yang cukup signifikan menyatakan Blog sebagai jurnalisme online.
Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik tergantung pengelolanya tapi banyak yang memang berisikan laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita. (Zaky/”Pikiran Rakyat” Senin, 07 Februari 2005)
Namun, setidaknya bagi mahasiswa jurnalistik perlu andil dalam perkembangan teknologi, salah satunya dengan mempelajari dan memahami internet. Apalagi sekarang ini kegiatan kejurnalistikan dari kegiatan mahasiswa perlu adanya pelaporan luas, maka hal itulah yang disebut dengan jurnalisme online walaupun cangkupannya tidak luas hanya sebatas internal kampus adapun ekternal hanya sekilas saja. Dan tentunya web setiap unit kegiatan mahasiswa lebih condong pada kajian keilmuan kejurnalistikan.
Setidaknya kita sadar bahwa dalam perkuliahan selama ini kita tidak mempelajari kajian ilmu jurnalisme online secara focus apalagi menambahkan mata kuliah baru yang berisikan teori pengenalan internet dan praktek mempelajari dunia internet padahal seperti penjelasan sebelumnya internet di zaman sekarang ini sudah menjadi kebutuhan pokok, khususnya bagi yang menggeluti dunia jurnalistik.  
Karakteristik dari Jurnalistik online adalah :
  1. Audience Control. Jurnalisme online memungkinkan audience untuk bisa lebih leluasa dalam memilih berita yang ingin didapatkannya.
  2. Nonlienarity. Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri sehingga audience tidak harus membaca secara berurutan untuk memahami.
  3. Storage and retrieval. Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah oleh audience.
  4. Unlimited Space. Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan / ditayangkan kepada audience dapat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.
  5. Immediacy. Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada audience.
  6. Multimedia Capability. Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita yang akan diterima oleh audience.
  7. Interactivity. Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audience dalam setiap berita.
Jurnalisme online akan selalu berkaitan dengan media internet yang meliputi tiga hal yaitu :
  1. Jalur online communication membantu wartawan dalam memperoleh bahan baku yang akan ditulis menjadi sebuah berita. Melalui akses online communication, wartawan dapat melakukan observasi tentang berbagai masalah yang akan dilaporkan. Hal ini selanjutnya akan menjadikan berita yang ditulis lebih komprehensif. Khalayak yang membacanya akan menjadi senang dan makin setia dengan surat kabar yang bersangkutan.
  2. Email, bisa digunakan reporter di lapangan untuk mengirimkan informasi yang diperoleh pada redaktur. Informasi menjadi lebih cepat sampai. Redaktur juga memiliki waktu yang cukup banyak untuk menulis dan menyunting berita. Jika ada fakta yang kurang atau membutuhkan informasi lebih lanjut maka redaktur masih mempunyai waktu. Jadi, redaktur jadi lebih rileks dalam menulis dan menyunting berita. Hal ini merupakan keuntungan tersendiri bagi redaktur sekaligus reporter di lapangan.
  3. Web sites, digunakan dalam sebuah surat kabar untuk berkomunikasi dengan khalayaknya. Pada tingkat lebih tinggi, web bahkan dapat dipakai oleh sebuah surat kabar untuk mengirimkan berita kepada pembacanya. Seperti yang dilakukan Kompas. Media tersebut disebarluaskan dalam bentuk terbitan cetak sekaligus media online. Hal tersebut akan semakin memudahkan khalayak untuk mendapatkan sebuah informasi yang up to date bahkan berita-berita yang telah lampau hanya dengan fasilitas web tersebut.
  Kekurangan Jurnalisme Online :
  1. Jurnalisme online merupakan “mainan” masyarakat supra rasional. Masyarakaat yang tidak tergolong supra rasional tidak akan betah dengan mengakses jurnalisme online. Kalau mereka tidak mengakses jurnalisme online maka mereka akan dilanda oleh kecemasan informasi (information anxiety)
  2. Tidak memiliki kredibilitas. Ini karena logis sebab, orang yang tidak memiliki ketrampilan yang memadai pun bisa bercerita lewat jurnalisme online. Orang yang tidak mengenal selik-beluk jurnalisme bisa menyampaikan idenya pada orang-orang di berbagai belahan bumi melalui internet. Yang kedua tingkat kebenaran jurnalisme online masih diraguklan. Berita televisi dan berita surat kabar yang notaben dihasilkan oleh orang - orang yang memiliki keterampilan jurnalistik memadai dianggap masih mengandung kesalahan.
Setelah mengetahui karakter dan kelemahan dari jurnalistik online mahasiswa juga diajarkan untuk membuat sebuah Blog yaitu suatu  tempat untuk mengatualisasikan diri dalam dunia jurnalistik. Pada Blog seorang penulis bebas untuk memuat tulisannya agar  dapat dibaca oleh semua orang yang mengakses Blog tersebut. Selain diberi bagaimana cara membuat Blog juga diajarkan tentang Portal berita. Portal berita ada dua macamnya yaitu : Portal berita yang bayar dan Portal berita yang gratis.

Jurnalisme online mahasiswa perlu dihidupkan kembali oleh pihak kampus bukan sekedar pormalitas semata tapi benar-benar bisa memberikan motivasi yang besar mahasiswa untuk menulis yang jelas minat ini dirasa masih jauh dan lebih lanjut dengan budaya menulis ini akan meningkatkan bduaya meneliti dikalangan mahasiswa. Dulu susah sekali mencari media, sekarang mudah sekali tinggal sosialisasi jurnalime online, kenapa tidak? 
(Dari Berbagai sumber)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar