Senin, 30 Januari 2017

MENGELOLA TIM KERJA

Pada abad 21, yakni abad tim kerja dan membangun kerja tim dalam bingkai globalisasi dengan kebutuhan dan persaingan yang semakin kompleks dan cenderung menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. 

MAKA untuk dapat bertahan pada era globalisasi tersebut kita harus memiliki kekuatan yang lebih dari saat ini, dengan besarnya kebutuhan yang semakin meningkat dan ketatnya persaingan, kita tidak cukup mengandalkan kemampuan diri kita sendiri yang memiliki keterbatasan ini. Kekuatan itu antara lain adalah kerja kolektif dengan orang lain di luar diri kita dalam menjalankan suatu tugas untuk mendapatkan hasil lebih baik lagi, kerja sama itu sering di kenal dengan istilah Team work.

Team Work berasal dari bahasa asing terdiri dari dua suku kata Team dan Work. Tim adalah sekumpulan orang berakal yang terdiri atas dua, lima, hingga dua puluh orang dan memenuhi syarat terpenuhinya kesepahaman sehingga terbentuk sinergi antar berbagai aktifitas yang dilakukan anggotanya. Work(kerja) adalah kegiatan yang dijalankan oleh tiap individu yang telah terpenuhinya syarat kesepahaman di dalam tim itu sendiri..

Dalam tim co-acting, semua individu anggota tim bertindak secara independent dari yang lain. Kerja keras kolektif adalah hasil dari kerja keras individu anggotanya. Contoh dalam dunia olahraga  adalah renang, golf, dll. Adapun tim yang interacting, semua anggota tim berperan aktif dalam merealisasikan tujuan-tujuan bersama yang menjadi focus tim. Contoh dalam dunia olah raga adalah permainan sepak bola, basket, dll.

Urgensi TIM
Tim adalah media agar setiap individu dapat bekerja secara kolektif dengan penuh sinergi sebagai satu kesatuan yang senyawa. Divisi-divisi kecil merupakan pondasi bagi divisi-divisi yang lebih besar lagi. Divisi-divisi kecil dari sekelompok orang duduk bersama pada akhirnya membentuk keputusan-keputusan dalam suatu pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan dalam sebuah tim memiliki nilai lebih karena tersedilanya berbagai jalinan relasli manusia secara langsung tanpa adanya rintangan-rintangan formal antar individu yang berdampak positif , yaitu dapat memompa semangat anggota tim untuk bekerja secara produktif. Tim kerja dapat membantu menyingkirkan rintangan-rintangan antar divisi , seta dapat mengangkat semangat dan motivasi para pekerja.

Jika prinsip-prinsip di atas terpenuhi, persepsi yang ada pada individu berubah menjadi interaktif, institusional, dan organisasionalbesar sepanjang zaman yang kita lalui. Disisi lain, tim yang baik merupakan kunci masa depan, terutama dalam menghadapi persaingan global. Karena hanya dengan tim yang kokoh dan terprogram rapihlah yang memiliki peran sentral dalam meningkatkan kualitas. Disamping itu, sebuah tim dapat menentukan bentuk dan jenis aktivitas atau pekerjaan yang dapat diterima. Hal tersebut dapat berpengaruh positif pada produktivitas di dalam team work.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa tim kerja merupakan sumber penting bagi peroses pemutakhiran pengetahuan. Karena interaksi yang tidak dapat dihindari, terciptalah sifat-sifat bersama yang membentuk kepribadian setiap individu dalam tim. Agar organisasi atau suatu lembaga dapat membuktikan kemampuan pribadinya dalam pengembangan dan kreativitas, organisasi tersebut wajib menciptakan suasana kondusif yang dapat melicinkan jalan untuk maju dengan menciptakan kesempatan-kesempatan kerja kolektif dam menumbuhkembangkan semangat tim.

Dengan demikian, mencapai puncak tertinggi tidak mungkin bisa dicapai hanya karena kerja keras seseorang saja. Bagai manapun tinggi dan supernya kemampuan seorang pemimpin, tetap saja ia membutuhkan bantuan dari yang lainnya agar ia mampu mengerahkan segala potensi yang dimiliki tim semaksimal mungkin.

Jumlah Tim kerja Ideal
Sebagian pendapat menyatakan bahwa jumlah ideal bagi sebuah tim kerja terdiri atas tiga hingga sepuluh orang, bergantung pada pembentukan tim dan fungsi yang dibutuhkan. Karena tim dapat memberikan kontribusi optimal dan berkesinambungan antara anggota, ekspresi pribadi masih tetap terbuka bagi setiap anggota tim, dan dapat dengan mudah membagi tugas tanpa kehilangan visi integrative seputar pekerjaan dan tugas. Di sisi lain dapat memecahkan berbagi masalah structural internal tim.

Jika tujuan dan fungsi sangat sulit dan menuntut kemahiran yang tinggi, jumlah anggota tim ideal sebaiknya terdiri atas enam hingga dua belas orang anggota. Agar setiap anggota mendapatkan tugas atau pekerjaan yang menjadi wewenangnya. Sebaiknya, penujukan dan penugasan untuk sebagian tugas kepada divisi-divisi kecil yang merupakan penjabaran dari tim yang besar tadi.

Berdasarkan kajian di atas, terdapat beberapa masalah mengenai jumlah anggota tim, diantaranya adalah:
  1. Semakin besar jumlah anggota tim komunikasi semakin kompleks dan sulit, kondisi seperti ini membuat upaya untuk menyamakan persepsi semakin minim.
  2. Semakin besar jumlah tim, focus terhadap masalah pribadi dapat mengalahkan keutuhan agenda tim yang telah terprogram.
  3. Dalam tim yang terlalu kecil, gap akan muncul dan diskusi akan melebar dari focus utama yang dibahas dalam forum.
  4. Dalam jumlah tim yang seimbang, terjadi kesulitan mendapatkan suara mayoritas. Celah gap pun semakin terbuka lebar. Oleh karena itu, disarankan anggota tim bersifat individual.
Rangkaian di atas mencerminkan sikap yang fleksibel dalam menentukan jumlah anggota tim yang ideal dalam sebuah tugas kerja .Berikut ini beberapa prinsip yang harus diambil dan menjadi konsideran sebelum menentukan jumlah anggota tim:
  1. Karakteristik  pemimpin tim, baik dari segi psikis maupun fisik . 
  2. Karakteristik anggota tim  berdasarkan kapabilitas dan semangat  bekerja . 
  3. Sejauh mana seorang pemimpin menyediakan waktu bagi dirinya untuk melakukan tugas nonmanajerial dan manajerial.
  4. Tabiat pekerjaan yang ditinjau dari segi kompleksitas dan kesederhanaannya. 
  5. Gaya manajerial, dari segi pembagian tugas, apakah focus pada implementasi kebijakan dan anggaran untuk membuat program dari pada mementingkan kepentingan pribadi
Interaksi Antar Anggota Tim
Setiap individu team work memiliki latar belakang kemampan yang istimewa, berupa pemahaman, pengalaman, maupun prediksi tantangan yang dihadapi team work. Sinergi team work dapat dicapai ketika setiap individu tim merubah diri dari sifatnya yang individualis kedalam sebuah tim yang sifatnya kolektif. Kesuksesan perpindahan tersebut bergantung pada kemampuan anggota tim dalam interaksi positif dan dalam kerjasama konstruktif dalam setiap aktivitas tim.

Jadi, membuka diri dan mau menerima peran serta orang lain merupakan permulaan  dan membuka jalan bagi kita untuk mempercepat perpindahan menuju satu tim. Lebih dari itu, membuat orang lain lebih terbuka dan lapang dada untuk menerima kita, dengan sendiriya telah menghilangkan area tak bertuan yagn kita sendiri tidak mengetahuinya jika hanya bersandar pada reaksi orang lain terhadap diri kita.

Mengelola tim
Untuk dapat mengelola tim dengan baik, langkah pertama yang perlu diambil ialah menentukan target dan tujuan team work, spesifikasi tugas kepada setiap individu tim. Divisi-divisi besar meringkas tugas kepada divisi-divisi yang lebih kecil agar setiap anggota ikut andil dan merasa bagian dari tim, agar dalam pelaksanaannya dapat dikontrol dengan mudah. Pembagian tugas dan wewenang terhadap tiap divisi telah mencapai kesepakatan dari awal pembbentukan team work.

Apabila terjadi perubahan rencana dan target tim, dipelajari terlebih dahulu. Setelah tercapai kesepakatan terhadap perubahan target dan rencana tim, salah seorang dari anggota tim yang melakukan perubahan tersebut memberikan instruksi kepada setiap divisi dan membantunya saat dibutuhkan. Pada saat kegiatan tersebut dijalan, tim beserta anggota melakukan evaluasi dari awal pelaksanaan hingga puncak acara selesai dilaksanakan senantiasa untuk memastikan (mengawasi) secara rutin dan disiplin tentang peran setiap anggota tim dalam menyukseskan kerja tim.

Studi Komparatif

1. Pengalaman Jepang
Manajemen dalam pandangan bangsa Jepang adalah komitmen kolektif yang lahir dari kesadaran diri dan rasionalitas untuk mengabdi pada institusi (perusahaan) tempat kami bekerja, baik secara fisik maupun nalar. Manajemen kolektif atau manajemen konsesus yang terdapat dalam perusahaan Jepang ialah kolektivitas dengan makna bahwa kerjasama, sinergi, dan berkarya bukan hanya saling mendorong satu sama lain, namun lebih dari itu dilakukan secara hand in hand, aktif dalam mengambil keputusan, menentukan tujuan dari team work. Filosofi manajemen kolektif ini ternyata tidak hanya berlaku dan diterapkan di dalam perusahaan saja, namun berlaku diseluruh sendi kehidupan bangsa Jepang.

Keunggulan manajemen bangsa Jepang lainnya ialah bahan mereka sangat mengandalkan kualitas atau nilai kerja tim dan budaya yang menjadi spirit dan budaya setiap orang. Disitu setiap orang merasa bahwa dirinya adalah bagian dari anggota tim (perusahaan/institusi) dan ia sangat terkait erat dengan teman-temannya atau para karyawan yang bekerja dengannya. Maka, tidak diragukan lagi, kelangsungan, ketahanan, dan pertumbuhan merupakan target strategis bagi setiap perusahaan yang bersifat profit center. Selain itu, bangsa Jepang benar-benar mefokuskan pada kemahiran dan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

2. Pengalaman Amerika
Perbedaan terpenting antara Jepang dengan Amerika adalah kecenderunga dan focus mereka terhadap kolektivitas dan individualitas. Bangsa Jepang lebih cenderung bersifat kolektivitas dari pada individualitas, demikian sebaliknya dengan bangsa Amerika yang lebih mengedepankan pekerjaan secara independent dan individualitas.

Dari perbedaan itu menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
  • Tatanan keluarga Jepang relative lebih kuat.
  • Usah orang Amerika ialah merealisasikan independensi dan ambisi individualitasnya.
  • Individu Amerika cederung lebih tahan banting.
  • Tidak ada kepemimpinan , kultus atau charisma individu untuk bangsa Jepang.
  • Bangsa Amerika sangat menikmati terhadap skill dan kemampuan individu yang secara khusus dimilikinya.  
Dari dua model system manajemen yang diterapkan oleh Jepang dan Amerika dapat disatukan dalam satu titik temu yang dapat saling memperkuat, melengkapi, dan berkesinambungan seperti halnya system yang diterapkan dalam dunia islam, yaitu dengan menyeimbangkan antara kemempuan individu kedalam kerja kolektif dalam mencapai tujuan bersama..

Spirit Jiwa dan Pendidikan untuk Berinteraksi dengan Pihak Lain dalam Bingkai  Team Work
Poin-poin beikut merupakan panduan yang diharapkan menjadi pembuka jalan bagi terciptanya harmonisasi potensi yang dimiliki demi tercapainya kepentingan anggota secara luas dan penataan agenda bersama. Bekerja sama dalam hal yang disepakati dan saling toleran terhadap hal yang belum disepakati, merengkuh manfaat dari kebersamaan yang melahirkan gagasan utuh yang saling melengkapi. Atas dasar itulah kerja tim merupakan hal terpenting dalam menghadapi era globalisasi.

Jika kerja keras dan upaya kita dapat bersinergi serta saling membangun fondamen jiwa dan pendidikan , juga meresponsif terhadap nilai-nilai, norma-norma, dan visi misi kita hingga terciptanya rancangan aksi strategis di kemudian hari. Itulah spirit yang menjadi energi bagi setiap pergerakan dan aksi.

Sumber : Ahmad Abdul Jawwad,  Manajemen Team work, PT. Syaamil Cipta Media, Jakarta, 2006.

Rabu, 25 Januari 2017

Rahasia Manajemen Tim Yang Sukses

                                                               RESENSI BUKU

  • Judul Buku: The Secrets of Successful Team Management - How to lead a team to innovation, creativity and success
  • Pengarang: Prof. Michael West
  • Penerbit: Duncan Baird Publishers
  • Jumlah halaman: 160 halaman, termasuk index
  • Penulis Resensi: Majalah HC
Sejarah kerjasama tim dalam kehidupan manusia hampir setua umur manusia itu sendiri. Kerjasama tim menjadi vital ketika dunia kemiliteran dan bisnis berkembang dengan cepat. Sejalan dengan perkembangan pasar dan teknologi, industri tidak lagi bisa berjalan secara mekanistis. Ia harus bisa bertindak secara fleksibel, dan kebutuhan terhadap kelompok kerja makin terasa. Para peneliti menemukan bahwa pengaruh kelompok kerja terhadap produktifitas sama besarnya dengan pengaruh seorang manajer. Hanya saja, saat organisasi menjadi semakin besar, para pekerja kesulitan untuk saling berbagi pengetahuan tentang material, proses, dan metode kerja untuk meningkatkan daya saing organisasi. Ini terjadi karena saluran pertukaran ide dan keahlian di antara karyawan mampet.

Inovasi model bisnis berkembang selama masarekonstruksi pasca Perang Dunia II. Jepang memimpin dengan menerapkan etika tim sebagai prinsip-prinsip produksi massal. Karyawan mereka sangat termotivasi, komit terhadap teknologi, dan sangat produktif. Kemudian, perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa mengkopi cara Jepang mengelola pekerjaan itu, sembari menghapus hambatan birokrasi yang sering menghambat inovasi dalam kultur orang-orang Jepang. Upaya mencontoh itu ternyata bukanlah resep yang mudah. Hingga saat ini pun upaya mengadopsi pendekatan tim itu masih menjadi tantangan terbesar pada banyak perusahaan. Direktur HR dari 100 perusahaan paling top di Amerika (Fortune 100) melaporkan bahwa perhatian utamanya tertuju pada upaya membangun struktur berbasis tim agar perusahaan mereka bisa bergerak fleksibel, produktif, tangguh, dan efektif.

Menurut Profesor Michael West, pengarang buku The Secrets of Successful Team Management, upaya membangun tim bukan hanya soal laba dan inovasi, tetapi ia juga penting bagi kesehatan kita. Saat bekerja dalam sebuah tim, kita memiliki hubungan pertemanan yang bagus, dan kita merasa dimengerti dan dihargai. "Kita mempunyai rasa memiliki yang kini semakin hilang di perusahaanperusahaan besar," ujar professor psikologi organisasi itu. Karyawan melihat adanya gap yang lebar antara retorika sang CEO (yang selalu mengatakan, "...SDM adalah asset utama terpenting") dengan kenyataan yang dihadapi sebagai karyawan. Sebagai akibatnya, karyawan sering merasa tidak dihargai oleh perusahaan dan merasakan minimnya kontrol terhadap kerjanya.

Alienasi semacam itu tercampur saat perusahaan harus merampingkan diri untuk merespons tekanan ekonomi, karena adanya beban pekerjaan berlebihan dan seringnya terjadi pengulangan pekerjaan yang dirasakan karyawan.

Manfaat dari kerjasama tim, menurut penulis, sangat banyak. Biasanya organisasi berbasis tim memiliki struktur yang ramping. Berkerjasama dalam sebuah tim berarti memberi tanggung jawab dan otoritas kepada tim untuk membuat keputusan tentang bagaimana bekerja paling efisien, dan ini menyebabkan jumlah manajer dan level manajer lebih sedikit. Oleh sebab itu, organisasi akan bisa merespons dengan cepat dan efektif lingkungan yang cepat berubah.

Tim bisa melakukan pengembangan dan peluncuran produk dengan cepat. Tim memungkinkan organisasi untuk terus belajar (dan mengambil manfaat dari proses itu) secara lebih efektif. Tim yang melibatkan banyak fungsi akan membantu meningkatkan manajemen mutu. Ia juga mendorong berkembangnya kreatifitas dan inovasi. Kerjasama tim juga menghasilkan manfaat finansial, termasuk karena kenaikan produktifitas. Begitu pula, perubahan dalam sebuah organisasi lebih efektif bila melibatkan kerjasama tim. Masih banyak manfaat lain dari kerjasama tim.

Selain memberikan analisis teoritis dan praktis tentang manajemen tim, yang menarik dalam buku ini, penulis memberikan kiat atau tips yang amat berguna untuk menghasilkan kerjasama tim terbaik. Penulis menyebut kiat atau tips itu dengan istilah Work Solution, yang berjumlah 23 buah. Penerapan Work Solution ini secara baik diyakini akan melahirkan kerjasama tim yang kuat di perusahaan Anda. 

Work Solution 1 mengulas kenapa Anda harus membentuk kerjasama tim, karena tidak semua hal mengharuskan Anda melakukannya. Work Solution 2 berisi cara untuk menelaah kompetensi dari tim. Work Solution 3 menyarankan pembuatan jurnal manajemen waktu. Work Solution 4 mengupas tema "...meditasi pikiran" untuk meresapi tugas tim.Work Solution 5 berisi cara merespons umpan balik formal. Work Solution 6 tentang cara mengatasi anggota tim yang sulit. Work Solution 7, jurus mempersiapkan presentasi dari seorang juru bicara bagi tim. Work Solution 8, tentang seni dari persuasi. Work Solution 9 berbicara tentang penyusunan aturan main. Work Solution 10 berisi klarifikasi peran. Work Solution 11 tentang bagaimana memproses informasi yang berguna. Work Solution 12 mengupas kiat membangun hubungan dua arah. Work Solution 13 tentang cara menyusun objektif. Work Solution 14 tentang penyusunan agenda. Work Solution 15, bagaimana melakukan debat yang positif. Work Solution 16, analisis tentang stakeholder. Work Solution 17 mengupas cara bertukar pikiran dua tahap. Work Solution 18, mengelola risiko. Work Solution 19 tentang memaksimalkan upaya. Work Solution 20 tentang cara menghadapi hal-hal rutin. Work Solution 21 mengupas tema bagaimana mengevaluasi kerjasama tim. Work Solution 22 tentang pembentukan sebuah tim perubahan. Terakhir Work Solution 24 mengupas hal menghilangkan hambatan keterbukaan.

Sebuah buku yang menarik dan bermanfaat bagi siapa saja pelaku organisasi: eksekutif, manajer, karyawan, dan siapa saja yang mengandalkan kerjasama tim dalam pencapaian hasil.


The World is Flat

By Thomas R Friedmann

Dalam perjalanan jurnalistiknya ke perusahaan Infosys di India, Thomas L. Friedman dikejutkan oleh perubahan global yang menurutnya luar biasa. Sesuai dengan yang dilihatnya di India, dunia begitu kecil karena telah terhubung dengan teknologi serat fiber dan internet yang memungkinkan komunikasi global secara cepat dan murah.  Persaingan dalam dunia global telah mengalami sebuah perubahan yang fundamental. Menurutnya, lapangan permainan ekonomi dunia telah berkembang dan meningkat. Apa yang disebut para ekonom tentang barierrs to entry telah musnah. 

Dan saat ini setiap individu atau perusahaan-perusahaan, negara-negara bisa berkolaborasi atau pun berkompetisi secara global.Saat ini, menurut Friedman, telah terjadi globalisasi gelombang ketiga (Globalization 3.0). Globalisasi gelombang pertama (Globalization 1.0) terjadi mulai tahun 1492, ketika Columbus memulai pelayarannya keliling dunia, hingga tahun 1800. Globalisasi ini ditengarai dengan penjelajahan dan penguasaan negara-negara di dunia, serta munculnya negara bangsa.Gelombang kedua globalisasi (Globalization 2.0) diperankan secara dramatis oleh perusahaan multinasional yang melakukan integrasi-integrasi bisnis secara global. Gelombang kedua ini terjadi pada 1800, ditandai dengan Revolusi Industri hingga tahun 2000.Kini dalam globalisasi gelombang ketiga, kekuatan dinamisnya ialah individu-individu yang secara kasat mata telah mengglobal. Globalisasi tidak lagi didorong oleh mesin, hardware, tetapi oleh software dan jaringan serat optik yang menghubungkan semua manusia di dunia ini. 

Jika dua gelombang globalisasi sebelumnya didominasi oleh orang-orang Eropa dan Amerika, kini globalisasi melibatkan seluruh umat manusia dari bangsa, negara, dan ras manapun.Secara khusus, Friedman mencermati fenomena ekonomi yang luar biasa. Yakni proses outsourcing perusahaan-perusahaan dan jasa-jasa ekonomi Amerika beserta pekerjaan-pekerjaan teknologi informasinya ke India dan China. Sebagai contoh perusahaan akuntan di India mengerjakan pajak penghasilan dari 400 ribu warga Amerika. Dan banyak rumah sakit-rumah sakit kecil di Amerika yang menyerahkan pekerjaan membaca hasil scan CAT kepada radiologis di India dan Australia atau biasa disebut sebagai “Nighthawks”.

Saat ini telah terjadi perubahan mendasar pada proses supply chain secara global. Kebutuhan akan pasokan sumber daya (resources) dalam mencapai keunggulan kompetitif bisa didapatkan dari segala penjuru dunia.Secara lebih jelas, Friedman menjelaskan 10 kekuatan yang telah merubah wajah global menjadi datar. Pertama, runtuhnya tembok Berlin di Jerman pada 9 November 1989 yang menandai robohnya sekat-sekat ideologi global. Kedua, peristiwa go public dari Netscape (era internet). Ketiga, software aliran kerja global, keempat, open sourcing dan outsourcing sebagai kekuatan kelima. Sedangkan kekuatan keenam ialah operasi global (offshoring). Ketujuh, global supply chain. Kekuatan kedelapan, berupa insourcing(global logistic). Kesembilan, informing (masyarakat yang tercerahkan dengan informasi). Dan, kesepuluh, steroids (berupa faktor digital, mobile, visual, and personal ) yang mempercepat terjadinya dunia yang datar, sebuah dunia yang interconnected.

The Ten Forces that Flattened The World

Flattener # 1 . Runtuhnya Tembok Berlin 9 November 1989. 
Ini merupakan kemenangan kapitalisme terhadap komunisme. Arah dunia menjadi terfokus pada advokasi demokrasi, konsensus, pemerintah yang orientasi kepada pasar bebas jauh dari sistem otoriter dan ekonomi yang terpusat.  Dampaknya pada dunia bisnis, terjadinya liberalisasi perdagangan dan persaingan yang berdasarkan pada mekanisme pasar. Peranan pemerintah Indonesia yang dulu sangat besar untuk menghantarkan sukses sebuah perusahaan, kini digeser ke arah kesuksesan menaklukkan pasar bebas. Yang berarti pemenuhan demand dari customer melalui produk dan layanan yang berkualitas tinggi.

Flattener # 2. Peristiwa Go Public Perusahaan Netscape 9 Agustus 1995
Peristiwa tersebut merupkan tonggak revolusi dalam jaringan antar komputer. Ini merupakan era di mana peran internet yang menghubungkan komputer (PC) di seluruh dunia menjadi nyata. Netscape menyediakan software untuk surfing ke dunia maya, sekaligus menjadikan internet sebuah kenyataan dan mudah diakses oleh siapapun.Internet pun menjadi booming. Di Indonesia hal ini memunculkan era digitalisasi informasi. Dokumen-dokumen, data, pesan, buku, musik dirubah menjadi data digital agar dapat dipertukarkan melalui internet. Dunia usaha yang dahulu menggunakan pengiriman data dan informasi scara manual, kini dihadapkan pada kecepatan yang hampir tanpa batas untuk bertukar informasi. Siapa yang mampu menguasai, akan memenangkan persaingan.

•Flattener # 3.Work Flow Software.
Faktor ini merupakan fenomena kemunculan software-software aplikasi yang memungkinkan sebuah kerja dikerjakan bersama oleh orang-orang di berbagai belahan dunia melalui internet. Internet tidak lagi hanya digunakan untuk mengirim e-mail, browsing, mendengarkan musik, dan mengirim gambar saja. Tetapi lebih jauh digunakan secara produktif, untuk membentuk sesuatu, menciptakan, menjual dan membeli sesuatu, tracking inventory dari seluruh penjuru dunia.Konsekuensinya, intrenet menjadi key enabler dalam bisnis. Secara kasat mata, integrasi platform dengan internet ini kemudian memicu munculnya bisnis dotcom, e-commerce dan praktek-praktek bisnis yang memakai internet sebagai alat utama. Misalnya, untuk kepentingan marketing, transaksi, dan procurement (pengadaan barang dan jasa). Di Indonesia sendiri bisnis dotcom kemudian juga bermunculan, meski tidak terlalu populer seperti di Amerika. Namun dunia bisnis sudah melirik peluang usaha yang kian terbuka dengan adanya internet.

•Flattener # 4. Open-Sourcing.
Flattener ke empat sampai kesepuluh merupakan model kolaborasi baru berdasarkan platform internet yang telah ada. Orang-orang, organisasi-organisasi dan perusahaan-perusahaan dari seluruh penjuru dunia dapat berkolaborasi dan sharing untuk berbagai tujuan, Bisnis, ilmu pengetahuan, teknologi, kepentingan politik dan sebagainya. Hal ini dimungkinkan adanya software-software yang bisa diunduh (down load) oleh siapa pun secara gratis di internet. PC di kantor atau di rumah bisa terhubung dengan web site-web site pada World Wide Web. World Wide Web.Dampaknya, bisnis menjadi semakin dinamis. Kerja tidak harus dilakukan di kantor atau di ruangan yang luas. Tapi bisa dikerjakan melalui PC atau laptop dimana pun, dari mana pun dan kapan pun asalkan semua terhubung melalui internet. Bisnis menjadi semakin efisien dan efektif, karena biaya-biaya tempat, transportasi dan komunikasi dapat ditekan seminimal mungkin melalui kolaborasi kerja di internet. Kantor-kantor berbentuk fisik, kini berubah menjadi virtual office di dunia maya yang dapat diakses dari sebuah komputer yang telah terkoneksi dengan internet.

•Flattener # 5. Outsourcing.
Era internet dan digital memungkinkan sebagian pekerjaan dari kita atau perusahaan kita untuk dikerjakan oleh orang lain atau perusahaan lain dari seluruh dunia. Contohnya seperti perusahaan-perusahaan akuntan India yang mengerjakan 400 ribu pajak penghasilan warga Amerika. Atau pemindahan call center perusahaan-perusahan Amerika dan Eropa ke India. Hal tersebut demi efisiensi biaya. Menjalankan sebagian fungsi-fungsi perusahaan dengan biaya yang lebih rendah. Dan dunia yang telah terkoneksi memungkinkan itu terjadi.Dunia bisnis di Indonesia pun semakin mengalami persaingan dalam hal biaya ketika bersaing dengan perusahaan-persahaan transnasional dari Amerika dan Eropa. Sementara karena keberadaan infrastruktur yang kurang bagus, dan kendala bahasa serta rendahnya kualitas SDM, sedikit yang melirik Indonesia untuk dijadikan tujuan outsourcing.  India, Singapura dan Malaysia lebih menjadi tujuan.  Perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak banyak merasakan limpahan pekerjaan-pekerjaan itu.

•Flattener # 6. Offshoring.
Cina merupakan contoh negara yang menjadi tujuan utama offshoring. Banyak sekali perusahaan Amerika dan Eropa yang memindahkan operasi globalnya ke Cina. Tentu saja dengan alasan upah tenaga kerja yang lebih rendah, pajak rendah, infrastruktur yang bagus dan aturan-aturan investasi yang menarik. Dari Cina ini kemudian, produk barang dan jasa dikirimkan ke seluruh penjuru dunia termasuk ke Amerika dan Eropa sendiri.Maka, barang-baranag mulai tekstil, elektronik, furnitur, kaca mata, sepeda, serta otomotif dari Cina yang amat murah dan berkualitas tinggi menyerbu pasar dunia. Tanpa disadari industri dalam negeri Indonesia morat-marit terkena imbas membanjirnya barang produksi Cina yang tidak bisa disaingi oleh industri domestik. Perusahaan-perusahaan berguguran, karena digempur barang-barang murah tersebut. Mereka yang ingin bertahan harus berupaya mati-matian menekan biaya untuk bisa bersaing dengan produk-produk Cina. Sehingga pemerintah dan kalangan industri di Indonesia perlu merevisi berbagai kebijakan dan cara bisnis agar dapat bersaingan secara global. Atau setidaknya ikut menjadi tujuan offshoring global untuk menggerakkan ekonomi nasional.

•Flattener # 7. Supply-Chaining.
Internet sekali lagi menjadi platform yang memungkinkan kolaborasi secara horisontal antara berbagai pihak. Dalam supply chain, terjadi kolaborasi horisontal antara suplier, produsen, retailer, dan konsumen untuk menciptakan value. Proses produksi dan distribusi barang dan jasa mengalami perubahan drastis, dengan adanya saling keterhubungan tersebut. Dan semua pihak mendapatkan keuntungan.Integrasi suplier, produsen, retailer dan konsumen menjadikan produk barang dan jasa semakin murah namun tetap berkualitas tinggi. Perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan manajemen supply chain secara baik, akan banyak ditinggalkan oleh konsumen maupun supliernya. Karena bargaining position berbagai pihak tersebut menjadi sama, dan semua menginginkan yang terbaik (highest value). Sehingga perbaikan rantai nilai (value chain) menjadi faktor penentu sukses usaha. 

•Flattener # 8. Insourcing (Global Logistics).
Interkoneksi dunia memungkinkan terjadinya global logistik. Artinya, perusahaan di mana pun di seluruh penjuru dunia bisa mendapatkan sumber daya apa pun dan dari mana pun dengan biaya yang murah. Bantuan perusahaan delivery seperti FedEx dan UPS yang beroperasi secara global seprti saat ini.

•Flattener # 9. In-Forming.
Keberadaan mesin-mesin pencari (search engine) semacam, Google, MSN, Yahoo!, membuat masyarakat dunia semakin tercerahkan dengan berbagai macam informasi. Melalui internet, konsumen, produsen, suplier menjadi semakin terdidik karena bisa mengakses informasi apa pun via internet. Harga barang, aturan-aturan pajak, hukum, keadaan sosial politik dan ekonomi dari negara-negara di seluruh penjuru dunia tersaji secara lengkap dan bisa diakses oleh individu, kelompok masyarakat, organisasi dan perusahaan-perusahaan.Informing memungkinkan, tiap individu terintergrasi dalam proses supply chain informasi, pengetahuan dan hiburan. Individu dan komunitas masyarakat menjadi well-informed. Sulit sekarang untuk membohongi, bersikap tidak jujur atau berlaku tidak transparan. Semua informasi dan pengetahuan bisa dicari melalui internet.Maka dalam dunia bisnis, perusahaan tidak lagi bisa mendominasi suplier dan konsumennya. Informasi-informasi yang semula hanya dikuasai oleh para pengusaha, kini bisa diakses oleh siapa pun dan dimana pun. Tak ada cara lain untuk sukses dalam bisnis ini selain berkolaborasi baik dengan pemasok maupun konsumennya.

•Flattener # 10. The Steroids. Digital, Mobile, Personal, and Virtual.
Faktor perkembangan teknologi (digital, mobile, personal dan virtual) ini seperti “steroid” yang mememungkinkan faktor-faktor flattener lain menjadi lebih dahsyat dan cepat perkembangannya. Outsourcing, offshoring, open-sourcing, supply-chaining, insourcing dan in-forming semakin menguatkan peranannya melalui dukungan teknologi-teknologi tersebut.Maka industri dan dunia bisnis, terutama dengan knowledge content yang tinggi harus beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan teknologi tersebut. Kini banyak praktek bisnis yang muncul menggunakan perkembangan teknologi tersebut. Misalnya, mobile banking, internet banking, sms banking, e-procurement, call centre, serta komunikasi 3G yang mengantisipasi keperluan digital, mobile, personal dan virtual dari tiap individu dan perusahaan-perusaan.Tanpa adaptasi tesebut, bisa dipastikan para penyedia jasa dan produsen produk akan ketinggalan dan kalah dalam kompetisi global.