Rabu, 16 Desember 2009

Strategi Jitu menjinakan media

Di negara demokrasi barat seperti Australia , Inggris dan Amerika Serikat para eksekutif korporasi dan organisasi besar tidak dapat lagi bersembunyi dari wartawan dibelakang kata “no comment” . Media spesialis dam umum memeriksa seluruh wilayah bisnis, perdagangan, industri dan profesi. Diam hanya melahirkan kecurigaan.

Jika anda tidak memberitahukan sisi anda terhadap suatu cerita,bagaimanapun juga, media akan tetap memuat cerita tersebut. Sebagai gantinya mereka akan berbicara dengan kompetitor anda. Dan biasanya, anda dan organisasi anda akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan karena menolak berkomentar.
Ketika mewawancarai juru bicara organisai dan bisnis, media sering menyesali kurangnya “talenta yang baik “. Istilah media untuk juru bicara yang dapat memberikan informasinya secara singkat dan jelas dengan cara yang akan menarik audiens. Sangat  sering juru bicara berbicara tanpa tujuan dengan penjelasan panjang lebar dan istilah-istilah teknis yang berjalan ke kepala orang biasa. Untuk berhasil dalam wawancara media, anda perlu memahami bagaimana cara mengemas infomasi anda untuk media dan audiens.

Dengan memahami media dan menjadi akrab dengan dan mahir dalam teknik wawancara , juru bicara dapat menyambut wawancara media dengan gembira dan menggunakannya sebagai peluang yang positif untuk komunikasi. Di zaman yang kompetitif saat ini, perusahaan, organisasi, dan bahkan instansi atau departement pemerintah seperti “kepolisian” harus dapat berkomunikasi secara koheren dan efektif dengan pemegang saham mereka dan masyarakat umum.

Profesor C. Nortcote Parkinson, yang terkenal karena “Hukum Parkinson”nya, mengatakan pada konferensi media di Sydney selama kunjungannya ke Australia :
Di dunia saat ini, anda tidak memiliki peluang jika terus berdiam diri. Ada masanya dimana orang-orang yang sangat berdiam diri tidak berhasil memberitahukan pandangan mereka. Sekarang, jika anda tidak berbicara, orang lain akan berbicara dan tidak menguntungkan anda. Orang harus mengatakan pendapatnya dan mengatakannya secara lebih efektif dari lawannya”.(Macnamara, 1984:10)

Bertahun-tahun melatih juru bicara menghadapi media dan menganalisis wawancara, kini terungkap tiga alasan utama mengapa wawancara tidak berhasil ditinjau dari sudut mengkomunikasikan apa yang ingin dikatakan oleh orang yang diwawancarai :
  1. Sikap
  2. Ketidakseimbangan
  3. Kurang persiapan
Untuk berurusan dengan media, anda terlebih dahilu harus memiliki sejumlah pengetahuan tentang mereka. Sejak dari awal, pemahaman anda terhadap kebutuhan, fungsi, peranan media, dan prosedur kerjanya membetuk sikap anda terhadap wartawan dan editor. Sikap, pada gilirannya, secara signifikan akan mempengaruhi wawancara yang anda berikan dan hubungan anda selanjutnya denga media. Jika anda tidak mempercayai atau tidak menyukai wartawan, biasanya ini akan muncul dan akan mempengaruhi urusan anda dengan media. Iklim kecurigaan tidak kondusif bagi hubungan baik atau keberhasilan komunikasi.
Salah satu pemilik media Australia, Kerry Packer, sendiri tidak memiliki penggemar wartawan. Packer mengatakan :

ketika media dikritik, reaksinya seketika adalah menyalibkan kritik tersebut. Menyerang si pembawa berita. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan semakin lama semakin sedikit orang yang tertarik berdiri melawan orang media yang sering mengganggu. Pertama itu tidak menghasilkan apa-apa dan, kedua, hanya menarik perhatian kepada anda sendiri yang dinegara ini bukan sesuatu yang ibgin anda lakukan. Sialnya, banyak orang Australia ingin menghancurkan siapa saja yang berhasil. Tidak terkecuali wartawan. Mereka telah menjadi hukum pada diri mereka sendiri. Yang benar adalah wartawan, seperti orang lain, harus bertanggung jawab pada seseorang”.(Kelly,1995:28)

Peranan media bervariasi secara meluas diseluruh dunia. Di negara komunis, peranan media adalah berfungsi sebagai “agen negara” . Para pendiri komunisme Stalinis dan Marxis melihat media sebagai alat yang esensial untuk menyepuh dukungan politik dan “mendidik rakyat”. Di sejumlah negara yang sering berkembang seperti di Asia Tenggara, media melakukan peranan yang dilukiskan sebagai “agen pembangunan”. Di Indonesia, misalnya pemerintah melihat media sebagai sumbar daya yang kritis untuk membantu dalam mengkomunikasikan pendidikan dan informasi yang vital mengenai isu yang mendasar seperi kesehatan, furifikasi air, pengendalian kelahiran kepada 180 juta penduduk bangasa ini yang tinggal di lebih dari 13.000 pulau. Media diharapkan membantu pemerintah dalam tugasnya mempersatukan dan membangun bangsa, serta meliput peristiwa masional.

Dalam demokrasi yang pluralistic, media telah mengadopsi peranan “penyanggah” (devil’s advocate). Sangat bermanfaat jika memahami sal istilah “penyanggah”karena istilah tersebut menerangkan perilaku media dalam banyak situasi. Istilah ini berasal dari proses penyucian orang suci dalam gereja katolik. Ketika seorang dianggap pantas untuk dinyatakan sebagai orang suci, sekelompok kardinal atau pejabat Gereja ditunjuk untuk mempertimbangkan kasus itu. Guna memastikan keseimbangan dan setiap kesalahan terungkap, seorang kardinal atau seorang yang terkemuka diangkat sebagai “penyanggah”tanpa memandang pandangan pribadinya mengenai kesucian atau dalam hal lain tentang calon peranannya adalah secara keras mencari pelanggaran, kekurangan,atau kesalahan.

Apa itu berita?
Jurnalisme berasal dari kata Perancis du jour yang berarti “harian”. Jurnal adalah notasi tentang apa yang terjadi selama satu hari yang dikumpulkan dan ditulis oleh reporter, disebut dengan Jurnalis.
Jurnalisme barat yang modern meninggalkan latar belakang partisan di abad ke-19, ketika para reporter tanpa malu-malu mengangkat tunjuan bahkan secara memihak, partai politik khusus. Apa yang berubah, Saya mendengar anda bertanya ? meskipun tidak mungkin media akan kembali ke gaya Amerika di tahun 1700-an. Misalnya, surat khabar Wasington yang pertama, National Intelligencer didirikan sebagai alat untuk partai Jefferson setelah presiden terpilih Thomas Jefferson memberikan gagasannya kepada editor Samuel Harrington Smith. Penulis dan analis media Amerika, Michael Nelson, juga menjelaskan bagaimana Globe didirikan oleh Andrew Jackson dan diedit oleh lingkaran penasehatnya.(Nelson,1982)

Menghindari sifat depensif
Jika mendekati media dengan sikap curiga, yang mempercayai bahwa wartawan dan editor dengan sengaja dibiaskan dan merugikan anda, maka anda akan memiliki peluang sedikit bagi keberhasilan hubungan media.”sikap defensif” meningkatkan permusuhan. Dan ini menciptakan sikap mengalah yang mulai membayangkan bias dalam setiap cerita. Juga terdapat konsep yang disebut “jurnalisme klik” yang menghasilkan apa yang tampaknya menjadi ideolodi bersama dan konspirasi terorganisir dalam media.

Meskipun bukan sesuatu yang seharusnya dibanggakan media, “jurnalisma Klik” lebih banyak merupakan faktor sifat manusia daripada konspirasi terorganisir. Wartawan seperti professional lain, cenderung mengikuti pemimpin. Jadi ketika seorang reporter atau media yang berpengaruh mengangkat sebuah isu atau mengambil sikap, orang lainnya cenderung mengikuti apa yang kadang-kadang berakhir menjadi “pengejaran sesuatu oleh kelompok” media.

Jaringan surat kabar, media, dan televisi terkunci dalam persaingan sengit. Juga, sebagian besar wartawan dan editor cenderung menjadi individu independen. Media tidak merugikan anda. Ketika menghadapi media, anda menghadapi institusi yang tidak sempurna bukan tentara yang terorganisir.

Apa perbedaan antara wawancara pers, radio dan televisi ?
Wawancara pers

Wawancara pers dapat jauh lebih santai dan pernyataan dapat lebih panjang. Artikel featur surat khabar dan majalah akan meliput isu secara lebih dalam dan memberikan lebih babyak ruang kepada anda. Sebagian besar wawancara pers memiliki persyratan yang sama dengan media elektronik ditinjau dari sudut kesingkatan dan nilai berita. Sifat wawancara pers yang tampaknya santai dibandingkan dengan wawancara media elektronik dengan mikrofon, kabel, lampu serta rasa urgensi dan ketegangannya seyogianya tidak menidurkan anda kedalam rasa keamanan yang salah. Wartawan pers mungkin memiliki gaya santai, tetapi mereka sama tajamnya dan persyratan mereka sama menuntutnya seperti kolega media elektonik mereka yang lebih glamour.

wawancara televisi
Televisi dilihat sebagai tantangan besar oleh sebagian besar orang yang diwawancarai dan kebanyakan takut akan wawancara TV. TV lebih menuntut dalam arti audiens melihat anda dan mengejar anda. Bahasa tubuh, pakaian, latar belakang, dan gerakan anda semuanya memberikan konstribusi pada komukasi dengan audiens. Jika kata muncul dengan benar, tetapi anda banyak berkeringat, anda kelihatan tidak dapat dipercaya. Anda harus mengeluarkan suara dan melihat dengan benar. Jika seekor lalat bergerak perlahan dihidung anda, pemirsa akan kehilangan semua yang anda katakana karena mereka terlalu tersita melihat gerakan lalat tersebut. Penampilan termasuk pakaian, rambut dan ekspresi muka penting di TV.

wawancara radio
Radio seyogianya tidak dipandang sebagai “televisi tanpa gambar”. Radio memiliki karakteristik dengan manfaat komunikasi yang tidak dapat ditandingi oleh TV. Radio mengudara 24 jam sehari disebagian besar kota dengan berita setiap jam serta banyak kesempatan bagi anda untuk berbicara kepada audiens dalam acara “ talk show” dan “ talk back”. Radio menawarkan ruang lingkup lebih banyak dalam waktu penuh yang tersedia disebagian besar keadaan. Transmisi radio telah berkembang 3 kali lipat dalam 25 tahun silam dengan lebih dari satu miliar radio penerima didunia. Kira-kira satu untuk setiap 4 orang di bumi. Orang mendengar radio ketika mereka sedang berjalan, jogging, melakukan pekerjaan rumah tangga, di pantai, mandi di pancuran dan bercinta.(Deakin University, 1985:5).

Radio adalah apa yang terjadi sekarang. Bahkan wawancara yang direkam akan mengudara dalam beberapa jam paling lama. Radio memberikan ilusi hubungan “satu untuk satu”. Ini dibuktikan dengan pasti dalam hal dimana pendengar telah jatuh cinta dengan penyiar dan kaget mengetahui bahwa orang lain membagi hubungan yang sama. Satu teks menguraikan bahwa radio “Sesungguhnya merupakan piranti kita untuk menguping percakapan yang terjadi diantara 2 orang“. (King dan Robert, 1973: 24-32)

Meskipun demikian, pesan radio merupakan momen suara yang berlalu dengan cepat. Radio bukan medium untuk penjelasan yang kompleks atau daftar fakta dan statistik. Radio dapat sangat intim, mediun yang hangat. Sedangkan media cetak dingin.

Kejujuran, kehalusan dan keharuan
Ada tiga unsur vital lain dari seluruh wawancara media, kejujuran, ketulusan, dan keharuan atau empati.
Anda sebaiknya selalu jujur terhadap media. Ini tidak berarti harus memberitahukan segala hal kepada wartawan. Tetapi seyogianya menceritakan kebenaran dalam apa yang anda katakan. Juga sebaiknya tidak bersifat menghindar dalam menjawab pertanyaan. Dalam media elektronik, audiens akan dapat mendengar atau melihat hal ini dan akan percaya anda sedang menyembunyikan sesuatu yang buruk. Wartawan akan menyadari dan menghampiri untuk menghantamnya..

Sebagian besar wartawan sudah terlatih dalam teknik bertanya. Apakah seseorang menceritakan kebenaran. Beberapa orang terganggu jika ditanyakan pertanyaan serupa atau sama beberapa kali. Pertanyaan yang diulang-ulang dengan segala dalam bentuk sudut berbeda hanya merupakan salah satu cara memeriksa konsistensi dalam jawaban.

Humas

JERAM persoalan di balik kasus Bibit-Chandra kian dalam dan melebar. Persisnya, usai berlangsungnya rapat kerja Kapolri dengan Komisi III DPR RI pekan lalu. Raker yang berlangsung hingga tengah malam itu dinilai Anis Baswedan, salah satu anggota tim delapan yang bertugas memverifikasi kinerja Polri, telah mengubah fungsi Komisi III menjadi humas alias hubungan masyarakat, alias public relations Polri.

Istilah itu dipergunakan untuk menggambarkan kesan bahwa Komisi III yang menyandang fungsi kontrol sosial justru berubah menjadi ‘juru bicara', sekaligus pembangun citra Polri. Tentu saja, istilah itu tak sepenuhnya relevan dengan hakikat humas alias public relations.

Humas bukanlah sebagaimana yang dikesankan dalam pernyataan itu. Dalam konteks kelembagaan, humas bukan instansi pembenaran, melainkan instansi kebenaran. Dalam konteks itulah humas menyandang fungsi sangat multidimensional. Mulai dari pembangun citra, transformer, sekaligus mediator. Dalam konteks pembangun citra (positif) kelembagaan, humas mentransformasikan (melalui proses komunikasi) gagasan-gagasan kebenaran, yang bertolak dari realitas dan pengalaman sebagai subyek. Karenanya, humas merupakan instansi yang memainkan peran leader of transformation.

Atas dasar pengertian inilah, humas bukanlah follower yang memainkan peran sebagai ‘pemadam kebakaran' atas sesuatu isu atau masalah yang muncul ke permukaan. Karena perannya sebagai leader of transformation dan bukan follower of communication, maka peran humas merupakan peran kreator berbasis gagasan. Meminjam pandangan Ibn Rusyd, gagasan itulah yang membedakan leader dengan follower. Gagasan kreatif dan inovatif dalam pandangan Ibn Khaldun, menguatkan empirisma manusia untuk membangun peradaban (civilization).

Nilai gagasan, dalam pandangan Montenaire, menjadi sangat penting dan strategis karena manusia merumuskan pengalamannya ke dalam berbagai gagasan dengan berbagai format, dan melalui proses pembelajaran tuntas (mastery learning) dan kompetensi. Inilah yang membedakan humas dengan propagandis. Propagandis hanya memainkan peran sekadar hanya mengomunikasikan need-want-interested figur pemimpin alias petinggi kepada khalayak ramai. Akan halnya humas, mentransformasikan gagasan pemimpin dan institusinya berdasarkan nilai-nilai inti yang terdapat di dalam visi, misi, dan grand strategy.
Akal budi, dengan demikian, menjadi basis kekuatan humas dalam mentransformasikan gagasan, dan terikat oleh berbagai nilai lain yang disepakati sebagai code of conduct. Nilai inilah yang tidak dimiliki oleh propagandis, yang dalam banyak hal lebih banyak didominasi oleh naluri belaka. Oleh karena itu, hasil akhir pekerjaan humas adalah harmonitas pemahaman dan pengertian khalayak ramai dengan gagasan yang ditawarkan pemimpin atau nilai-nilai dasar gagasan inti suatu lembaga.

Lembaga yang cerdas, profesional, dan berorientasi kinerja berbasis good governance: fairness, transparancy, responsibility, accountability, dan independency, sangat memerlukan humas. Tak terkecuali BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Karena, melalui humaslah gagasan inti yang bermula dari citra mental dan kultural akan berkembang sebagai citra positif.

Argumen Plato tentang citra mental dan kultural, memandu kita memadukan aneka pemahaman dan pengertian tentang perubahan tanpa henti aktivitas manusia, untuk mencapai kesempurnaan pencapaian. Itulah yang kini kita sebut sebagai kinerja profesional. Pekerjaan humas tak hanya membuat konferensi pers dan membuat pers release dalam menyikapi sesuatu isu. Melainkan menggagas dan menawarkan inovasi untuk terbentuknya citra baru. Tak hanya lembaga, bahkan juga bangsa.

Rabu, 09 Desember 2009

Komunikasi antar budaya


Definisi yang pertama dikemukakan didalam buku “Intercultural Communication: A Reader” dimana dinyatakan bahwa komunikasi antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994, p. 19).
Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (2003, p. 13). Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya (intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi.

Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif (Chaney & Martin, 2004, p. 11). Contoh dari hambatan komunikasi antabudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita lalui.

Jenis-Jenis Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang diatas air (above waterline) dan dibawah air (below waterline). Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya yang berada dibawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes), filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules),jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).

Sedangkan terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar budaya yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan tersebut adalah (Chaney & Martin, 2004, p. 11 – 12):
1. Fisik (Physical)
Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
2. Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.
3. Persepsi (Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
4. Motivasi (Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
5. Pengalaman (Experiantial)
Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.
6. Emosi (Emotional)
Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
7. Bahasa (Linguistic)
Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
8. Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.
9. Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon selularnya secara maksimal.

Memasyarakaan Kehumasan di internet

Kegiatan kehumasan di sebuah perusahaan menjadi sebuah keharusan untuk membangun citra perusahaan. Kehumasan dipahami menjadi sebuah senjata ampuh untuk mempengaruhi opini publik kepada perusahaan, tetapi kendala terbesar dalam perkembangan Kehumasan di Indonesia adalah kesalah pahaman para pembuat keputusan di perusahaan dalam menanggapi kegiatan kehumasan. Banyak yang berpikir bahwa kehumasan hanyalah memajang wanita cantik sebagai pegawai humas yang pandai berbicara mewakili perusahaan. Padahal fungsi humas jauh lebih berarti dari sekedar jual tampang dan pandai berbicara.
Mengutip pepatah asing yang mengungkapkan fungsi kehumasan di sebuah perusahan,
  1. If I tell you I am handsome and exciting, that is advertising
  2. If somebody else tells you I am handsome and exciting, that is sales promotion
  3. If you come and tell me you have heard I am handsome and exciting, that is public relations
Dalam kutipan ini jelas terlihat fungsi humas untuk mempengaruhi opini publik terhadap perusahaan merupakan tugas penting seorang pegawai kehumasan. Seorang humas wajib mampu membuat sebuah program kehumasan yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Program kehumasan terbagi pada segmentasi program itu sendiri, yaitu :
  1. Customer Relations
  2. Employee Relations
  3. Community Relations
  4. Government Relations
  5. Media Relations
Masing-masing target market mempunyai kepentingan yang berbeda-beda pada perusahaan dan hubungan baik dan citra baik yang patut dibangun dan dijaga oleh kegiatan kehumasan pada setiap stakeholder perusahaan.

E-Public Relations Sebagai Sebuah Kampanye Kehumasan
Istilah E-public relations mungkin masih sulit dicerna bagi para praktisi Kehumasan Indonesia. E-public relations adalah kegiatan kehumasan yang dilakukan di dunia Internet. Seluruh kegiatan kehumasan dapat dilakukan didalam internet dari mulai melakukan kegiatan publikasi sampai melakukan customer relations management juga dapat dilakukan di Internet.
Malah kegiatan kehumasan bisa lebih fleksibel dari yang dilakukan di dunia nyata, ketika program kehumasan konvensional mengeluarkan budget hampir ratusan juta dalam sebuah perusahan besar, jika program tersebut dilakukan melalui Internet akan jauh lebih murah.
Apa saja yang bisa dilakukan Humas dalam melakukan kegiatan kehumasan di Internet..??
1. Publikasi
Kegiatan publikasi yang di lakukan Humas dalam internet dapat dilakukan dengan jalan mengikuti mailing list-mailing list yang sesuai dengan target market perusahaan kita. Banyaklah menuliskan tulisan berupa artikel, press release mengenai perusahaan anda dalam milis tersebut. Dengan begitu seluruh anggota milis akan kena terpaan publikasi yang telah Humas lakukan.
Selain mengikuti mailing list yang sesuai dengan target market perusahaan, humas juga harus secara berkesinambungan memproduksi e-newsletter kepada member website perusahaan anda. Tetapi, jangan sekali-kali melakukan spamming terhadap pengguna internet, karena dengan melakukan spamming maka kredibilitas perusahaan anda akan hancur. Karena spamming adalah kegiatan berkonotasi negatif bagi pengguna internet, spamming bisa dikatakan sebagai kegiatan yang memaksakan kehendak dalam memberikan informasi. Jalan yang paling aman adalah mengirimkan newsletter pada anggota website anda yang secara sukarela mendaftarkan alamat emailnya untuk dikirimkan informasi tentang perusahaan anda.
2. Menciptakan Berita (Media Relations)
Untuk menjaga hubungan baik dengan wartawan dapat dilakukan melalui email, jika seorang humas mempunyai database alamat email seorang wartawan akan lebih sangat mudah dalam mengirimkan siaran pres. Jika perusahaan anda mempunyai siaran pres yang butuh disampaikan dengan segera, anda tinggal sekali “click” maka siaran pres anda akan langsung sampai di meja wartawan.
Untuk tetap menjaga hubungan baik, anda bisa menyapa wartawan tersebut lewat email menanyakan kabar wartawan tersebut dan kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan. Malah jika anda sudah sangat akrab dengan wartawan tersebut anda dapat melakukan wawancara / konferensi dengan menggunakan Instant Messenger seperti Yahoo Messenger, ICQ, atau yang lainnya.
Keuntungan melakukan kegiatan media relations dengan Internet adalah anda sebagai seorang humas sangat memudahkan para kuli tinta tersebut melakukan pekerjaannya. Bayangkan jika mereka harus melakukan wawancara dengan mendatangi kantor anda, akan membuang waktu perjalanan yang cukup lama. Tetapi jika melakukan wawancara dengan melalui Instant Messenger, kerja para wartawan akan lebih mudah, hanya duduk di meja mereka, login, dan langsung dapat wawancara. Hasil wawancara langsung dapat dirangkum dalam bentu teks yang dapat diformat dalam MS word.

Organisasi profesi Humas di Luar negeri

Organisasi-organisasi humas di negara Eropa berkumpul dalam satu wadah organisasi di tingkat Eropa, yakni Federation Associated Public Relations Organization (FAPRO).

Aktivitas organisasi ditujukan untuk secara terus menerus mengembangkan profesi humas, meningkatkan keahlian para praktisi humas melalui berbagai kegiatan-kegiatan pertemuan (seminar, lokakarya, pelatihan, dan sebagainya), riset, penerbitan (jurnal, majalah, news letter) dan pengembangan pendidikan. Tidak ketinggalan adalah aktivitas yang bertujuan untuk mengembangkan profesi antara lain menyebarkan pentingnya arti humas bagi suatu lembaga, melakukan control akses, merumuskan dan memberlakukan kode etik profesi, melakukan evaluasi dan kontrol terhadap praktek humas para anggotanya.

Berikut beberapa organisasi profesi humas di Amerika dan Inggris yang penulis sadur dari Black (1992).

Public Relations Society of Amerika (PRSA)

PRSA berkantor pusat di
New York, berdiri pada tahun 1947. Tujuan didirikan PRSA adalah:
  1. Untuk menyatukan mereka yang melakukan kegiatan di bidang humas
  2. Untuk mempertimbangkan segala masalah yang dihadapi bidang kehumasan.Untuk merumuskan, memajukan, menjelaskan kepada kelompok kelompok usaha, profesioanl, dan lain-lain, serta masyarakat, tentang tujuan-tujuan, dan fungsi humas, dan tentang mereka yang bergiat dibidang humas.
  3. Untuk memperbaiki hubungan pelaksana humas dengan para majikan dan Klien,dengan media yang mapan mengenai informasi dan opini, dan dengan masyarakat.
  4. Untuk memajukan dan berusaha mempertahankan standar yang tinggi pelayanan umum dan tingkah laku.
  5. Untuk bertukan pikiran dan pengalaman, dan untuk menghimpun dan menyebarkan informasi yang bernilai kepada para petugas humas dan masyarakat.
  6. Untuk menggiatkan, mensponsori, dan membantu perkembangan riset belajar dan cara mengajar dalam golongan masyarakat humas melalui ceramah-ceramah dan kursus-kursus lain yang dapat menjadi keharusan dan dilakukan secara beraturan pada lembaga-lembaga pendidikan yang mapan.
  7. Menyediakan sarana dan kesempatan bagi riset dan analisis mengenai setiap dan segala segi kehumasan melalui berbagai forum, diskusi,survey, pertemuan umum, pameran, dan konferensi.
  8. Untuk menerbitkan pamphlet, buku, monografi, dan secara umum menyebarkan informasi mengenai masalah kehumasan.
  9. Untuk memberikan, menghibahkan, dan mensponsori pemberian beasiswa dan hadiah pada lembaga pendidikan yang diakui bagi pengkajian dan riset di bidang humas.


Standar professional dalam PRSA dikontrol secara ketat. Setiap orang yang ingin menjadi anggota diwajibkan mentaati prinsio-prinsip kode standar profesionalnya. Pada tahun 1965 PRSA mengadakan program pengakuan sebagai anggota PRSA dengan gelar APR, melalui ujian lisan dan tulis. Ujian diadakan untuk menguji kemampuan dan pengetahuan calon anggota dalam bidang humas.

Ujian tertulis diawasi oleh sebuah organisasi penguji professional dan ujian lisan dilakukan oleh tim yang terdiri dari tiga anggota yang diakui keahlian mereka. Bahkan sejak 1969, aturan itu diberlakukan sebagai syarat wajib bagi mereka yang ingin menjadi anggota aktif.

Pelayanan dan kegiatan terus dilakukan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan praktisi humas pada segala tingkatan melalui karir humas. Antara lain dibentuklah Persatuan mahasiswa Humas Amerika (PRSSA) bagi para sarjana muda. Kegiatan pendidikan PRSSA dibimbing secara nasional oleh komite pendidikan dengan penasihat para pendidik dari berbagai sekolah tinggi dan universitas di seluruh Amerika serikat. Begitu pula kegiatan riset mendapat perhatian tersendiri. 


Tahun 1955 dibentuk pusat informasi dan merupakan pusat informasi nasional satu-satunya bagi bidang humas. Pusat ini menghimpun data mengenai humas dan memenuhi kebutuhan pengkajian dan sebagai acuan para eksekutif, pengajar, dan mahasiswa humas. Tahun 1856 PRSA mendirikan yayasan riset humas dan pendidikan oleh para anggota PRSA. Kegiatan yayasan ini antara lain memberi beasiswa tahunan kepada sejumlah pengajar humas terpilih dan memberi hadiah beasiswa tingkat sarjana setiap tahun kepada mahasiswa humas yang berprestasi. Yayasan juga melakukan kegiatan dokumentasi audio visual para penceramah humas, riwayat, wawancara yang di filmkan, serangkaian monograf mengenai sejarah profesi, penerbitan data hasil riset, dan menerbitkan buku Undang-undang Humas: Sebuah Bibliografi Komperehensif Tahun 1973, yayasan memproduksi film 
Pendapat Masyarakat mengenai profesi humas.

Selain menerbitkan jurnal humas, PRSA menerbitkan Register issue of the journal, yakni publikasi tahunan yang memuat daftar para anggota PRSA, alamat, dan afuiliasi bisnis mereka, standar profesioanl, dan prosedur bagi para panel pengadilan, kebijakan-kebijakan dewan tertentu dan peraturan-peraturan PRSA. Penerbitan humas tertua oleh PRSA adalah media publikasi Channels yang terbit bulanan, pertama kali terbit tahun 1937. PRSA memiliki program tahunan, yakni Pemberian penghargaan Gold Anvil Award (GAW) bagi pengabdian luar biasa seseorang kepada profesi humas, antara lain: Outstanding Educator Award bagi prtestasi seorang pengajar humas, Paul Lund Awards bagi pengabdian umum yang luar biasa, President Citation bagi pengabdian luar biasa kepada organisasi profesi (PRSA), Film Festival Award bagi film humas terbaik pada tahun pemilihan (terbuka bagi anggota saja). Sementara penganugerahan Chapter Banner Award diberikan kepada cabang organisasi yang menonjol dalam memajukan profesi humas maupun PRSA. Selain GAW juga ada Silver Anvil Award Competition bagi program-program humas yang menonjol yang diadakan selama setahun sebelumnya. Semua kompetisi ini terbuka bagi anggota dan yang bukan anggota.

Sumber : http://kampoengpr.blogspot.com

Iklim Komunikasi Organisasi


Iklim komunikasi organisasi telah melahirkan beberapa definisi, di antaranya: Menurut Tagiuri, Iklim Komunikasi Organisasi adalah kualitas yang relatif abadi dari lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya, mempengaruhi tingkah laku mereka serta dapat diuraikan dalam istilah nilai-nilai suatu set karakteristik tertentu dari lingkungan. (Soemirat,Ardianto, Suminar, 1999: p. 69).
Payne dan Pugh mendefinisikan organisasi sebagai suatu konsep yang merefleksikan isi dan kekuatan dari nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkah laku dan perasaan anggota terhadap suatu sistem sosial. (Soemirat, Ardianto, Suminar,1999: p. 69).
Hillreiger dan Slocum mengatakan Iklim Komunikasi Organisasi adalah suatu set atribut organisasi, yang menyebabkan bagaimana berjalannya subsistem organisasi terhadap anggota dan lingkungannya. (Soemirat, Ardianto, Suminar,1999: p. 69).
Redding mengatakan iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam organisasi untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai mereka dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko; mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas mereka dan menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang organisasi; mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat dipercayai dan terus terang dari anggota organisasi; secara aktif memberi penyuluhan kepada pra anggota organisasi sehingga mereka dapat melihat bahwa keterlibatan mereka penting bagi keputusan-keputusan dalam organisasi; dan menaruh perhatian pada pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi tantangan. (Pace dan Faules, 2002: p.148)
Pace and Faules mengatakan iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. (Pace dan Faules, 2002:p. 149). Dennis mendefinisikan iklim komunikasi organisasi sebagai kualitas pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi, yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam organisasi. (Soemirat, Ardianto, Suminar,1999:p.69)

Untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai mereka dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko; mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas mereka dan menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang organisasi; mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat dipercayai dan terus terang dari anggota organisasi; secara aktif memberi penyuluhan kepada pra anggota organisasi sehingga mereka dapat melihat bahwa keterlibatan mereka penting bagi keputusan-keputusan dalam organisasi; dan menaruh perhatian pada pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi tantangan. 

Iklim komunikasi di dalam sebuah organisasi itu penting karena secara tidak langsung iklim komunikasi organisasi dapat mempengaruhi cara hidup orang-orang di dalam sebuah organisasi: kepada siapa orang-orang berbicara, siapa saja yang disukai, bagaimana perasaan masing-masing orang, bagaimana kegiatan kerja berlangsung dan bagaimana perkembangan orang-orang di dalam organisasi (Pace dan Faules, 2002: p. 148). Menurut Redding, yang dikutip oleh Pace dan Faules menyatakan bahwa ”iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau teknik-teknik komunikasi semata-mata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif“. (Pace dan Faules, 2002:p.149)
Dari sini dapat dilihat bahwa iklim komunikasi di dalam sebuah organisasi itu perlu untuk diperhatikan agar dapat menciptakan sebuah organisasi yang efektif. Di dalam buku komunikasi organisasi yang ditulis oleh Pace dan Faules menegaskan hal ini dengan mengemukakan bahwa iklim komunikasi tertentumemberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu. Keputusan-keputusan yang diambil oleh anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, untuk mengikatkan diri mereka dengan organisasi, untuk bersikap jujur dalam bekerja, untuk meraih kesempatan dalam organisasi secara bersemangat, untuk mendukung para rekan dan anggota organisasi lainnya, untuk melaksanakan tugas secara kreatif, dan untuk menawarkan gagasan-gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasinya, semua ini dipengaruhi oleh iklim komunikasi. Iklim yang negatif dapat benar-benar merusak yang dibuat anggota organisasi mengenai bagaimana mereka akan bekerja dan berpartisipasi untuk organisasi. (Pace dan Faules, 2002: p. 155)
 
Iklim komunikasi yang penuh rasa persaudaraan mendorong para anggota organisasi untuk berkomunikasi sercara terbuka, rileks, ramah dengan anggota yang lain. Sedangkan iklim komunikasi yang negatif menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi secara terbuka dan penuh rasa persaudaraan. (Arni, 2004: p.84)
 
Jadi, iklim komunikasi memainkan peranan sentral dalam mendorong anggota organisasi untuk mencurahkan usaha kepada pekerjaan mereka dalam organisasi. (Pace dan Faules, 2002: p. 155)
 
Dari sini dapat dikatakan bahwa iklim komunikasi organisasi memiliki pengaruh yang cukup penting bagi motivasi kerja dan masa kerja pegawai dalam organisasi. Iklim komunikasi yang positif cenderung meningkatkan dan mendukung komitmen pada organisasi dan iklim komunikasi yang kuat seringkali menghasilkan praktik-praktik pengelolaan dan pedoman organisasi yang lebih mendukung (Pace dan Faules, 2002: p. 156). Hal ini didukung pula Soemirat, Ardianto dan Suminar bahwa iklim komunikasi organisasi yang positif tidak hanya menguntungkan organisasi namun juga penting bagi kehidupan manusia-manusia di dalam organisasi tersebut. (Ardianto dan Suminar, 1999:p. 68)
 
Dari uraian di atas mengenai iklim komunikasi organisasi, kita dapat melihat pentingnya peran iklim komunikasi organisasi bagi kehidupan sebuah organisasi. Oleh karena itu iklim komunikasi organisasi merupakan hal penting yang tidak boleh diabaikan, tetapi harus diperhatikan oleh organisasi.

2. Perkembangan Iklim Komunikasi di dalam Organisasi
Menurut Pace dan Faules, unsur-unsur dasar organisasi (anggota, pekerjaan, praktik-praktik yang berhubungan dengan pengelolaan, struktur dan pedomanan) dipahami secara selektif untuk menciptakan evaluasi dan reaksi yang menunjukkan apakah yang dimaksud oleh setiap unsur dasar tersebut dan seberapa baik unsur-unsur ini beroperasi bagi kebaikan anggota organisasi.
 
Misalnya, informasi yang cukup merupakan sebuah indikasi untuk para anggota organisasi mengenai seberapa baik unsur-unsur dasar organisasi itu berfungsi bersama-sama untuk menyediakan informasi bagi mereka. (Pace dan Faules, 2002: p. 153)
 
Menurut Pace dan Faules, pemahaman mengenai kecukupan informasi memberikan petunjuk kepada para anggota organisasi mengenai aspek-aspek organisasi yang merupakan salah satu bagian dari iklim komunikasi organisasi.
 
Persepsi atas kondisi-kondisi kerja, penyeliaan, upah, kenaikan pangkat, hubungan dengan rekan-rekan, hukum-hukum dan peraturan organisasi, praktik-praktik pengambilan keputusan, sumber daya yang tersedia dan cara-cara memotivasi kerja anggota organisasi semuanya membentuk suatu badan informasi yang membangun iklim komunikasi organisasi.
 
Unsur-unsur dalam organisasi tidak secara langsung menciptakan iklim komunikasi organisasi, tetapi pengaruhnya terhadap iklim komunikasi organisasi tergantung pada persepsi anggota organisasi mengenai nilai dan hukum dan peraturan tersebut, yaitu apakah hukum dan peraturan harus diabaikan?. Jadi dengan kata lain, unsur-unsur yang terdapat di dalam organisasi tidak secara otomatis menciptakan iklim komunikasi organisasi tetapi tergantung kepada persepsi anggota-anggota organisasi mengenai unsur-unsur organisasi tersebut.

3. Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi

Adapun dimensi-dimensi iklim komunikasi organisasi menurut Pace dan Faules dalam bukunya Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. (2002: p. 159-160):
 
1. Kepercayaan
Personel di semua tingkat harus berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang di dalamnya terdapat kepercayaan, keyakinan dan kredibilitas yang didukung oleh pernyataan dan tindakan. Para pemimpin hendaklah berusaha membentuk kepercayaan di antara pengirim dan penerima pesan. Kepercayaan ini akan mengarahkan kepada komunikasi yang terbuka yang akan mempermudah adanya persetujuan yang diperlukan antara bawahan dan atasan. (Arni, 2004:p.112) Haney(1973) menemukan bahwa makin tinggi kepercayaan cenderung motivasi kerja makin tinggi. (Arni, 2004:p.174)
 
2. Pembuatan keputusan bersama
Para karyawan di semua tingkatan dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi, yang relevan dengan kedudukan mereka. Para pegawai di semua tingkat harus diberi kesempatan
berkomunikasi dan berkonsultasi dengan manajemen di atas mereka agar berperan serta dalam proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.
 
Tetapi umumnya pimpinan mau memberikan informasi ke bawah bila merasa bahwa pesan itu penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan tugas, pesan itu tetap dipegangnya. (Arni,2004:p.111)
 
3. Kejujuran
Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mewarnai hubungan-hubungan dalam organisasi, dan para pegawai mampu mengatakan ”apa yang ada dalam pikiran mereka“ tanpa mengindahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat,
bawahan, atau atasan.
 
4. Keterbukaan terhadap komunikasi ke bawah
Komunikasi ke bawah menunjukan arus pesan yang mengalir dari para atasan atau para pemimpin kepada bawahannya. Menurut Lewis(1987) komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.(Arni,2004:p.108)
 
Kecuali untuk keperluan informasi rahasia, anggota organisasi harus relatif mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang-orang atau bagian-bagian lainnya, dan yang berhubungan luas dengan perusahaan,
organisasinya, para pemimpin dan rencana-rencana.
 
5. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas
Yang dimaksud dengan komunikasi ke atas adalah pesan yang mengalir dari bawahan kepada atasan atau dari tingkat yang lebih rendah kepeda tingkat yang lebih tinggi. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan balikan, memberikan saran dan mengajukan
pertanyaan. Komunikasi ini mempunyai efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan(Arni,2004:p.117)
 
Hambatan dalam Komunikasi ke atas
° Kecenderungan karyawan untuk menyembunyikan perasaan dan pikirannya.
° Perasaan karyawan bahwa pimpinan dan supervisor tidak tertarik kepada masalah mereka.
° Kurangnya reward atau penghargaan terhadap karyawan yang berkomunikasi ke atas
° Perasaan karyawan bahwa supervisor dan pimpinan tidak dapat menerima dan berespon terhadap apa yang dikatakan oleh karyawan. (Arni,2004:p.119)
 
6. Perhatian pada tujuan-tujuan berkinerja tinggi  
Personel di semua tingkat dalam organisasi harus menunjukkan suatu komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi-produktivitas tinggi, kualitas tinggi, biaya rendah-demikian pula menunjukkan perhatian besar pada anggota organisasi lainnya. Jadi secara singkat, yang termasuk dalam dimensi iklim komunikasi organisasi itu adalah kepercayaan, pembuatan keputusan bersama, kejujuran, keterbukaan, mendengarkan dalam komunikasi ke atas dan perhatian pada tujuan-tujuan kinerja tinggi.
PRINSIP-PRINSIP PUBLIC RELATIONS∗
Oleh Ashadi Siregar
(1)
Kehidupan manusia ditandai dengan upaya menjalin hubungan sesamanya,
sehingga berada dalam lingkup kehidupan sosial. Seluruh pola hubungan ini ada yang
bersifat mikro, yaitu berupa hubungan antar individu; dan ada yang bersifat makro, yaitu
hubungan bersifat struktural.
Hubungan bersifat mikro tercipta atas dasar ikatan sosial yang didasarkan kepada
status bersifat hirakhis maupun horizontal, seperti anak-orang tua, pimpinan-bawahan,
suami-isteri, karyawan-karyawan, dsb. Seluruh perikatan hubungan ini terjalin bersifat
tetap, atas dasar konvensi (yuridis, kultural, manajemen) yang berlaku dalam kehidupan
sosial dimana pihak-pihak yang berhubungan ada di dalamnya.
Hubungan bersifat makro berlangsung antar institusi. Pada dasarnya manusia
berada dalam institusi tertentu, dan menjalankan hubungan yang menjadikan suatu institusi
memiliki hubungan dengan institusi lainnya, dan dalam interaksi inilah struktur sosial
terbentuk.
Hubungan mikro dan makro ini tak dapat dipisahkan, sebab institusi hanya ada
melalui tindakan-tindakan berpola yang dijalankan secara inndividual. Tetapi tindakan
individual ada yang bersifat pribadi (personal), dan ada yang membawa konsekuensi
terhadap institusi dimana ia berada.
Selain hubungan bersifat tetap yang ditentukan oleh status masing-masing pihak,
manusia juga berusaha memelihara hubungan itu secara aktif, yaitu dengan menggunakan
informasi. Setiap kegiatan manusia dengan menggunakan informasi ini biasa disebut
komunikasi, tak lain dari upaya dalam memelihara hubungan baik mikro maupun makro.
Komunikasi dianggap sebagai manifestasi kebutuhan manusia. Untuk itu dikenal
berbagai tipe komunikasi, secara sederhana digolongkan atas :
KOMUNIKASI ATAS DASAR SITUASI
KOMUNIKASI PRIBADI TATAP MUKA
BERPERANTARA /MEDIATED
KOMUNIKASI TERPUBLIKASI TATAP MUKA / BERHIMPUN
TIDAK BERHIMPUN
KOMUNIKASI ATAS DASAR MEDIA
PERANGKAT FISIK MANUSIA ANTAR PERORANGAN
KELOMPOK
ANTAR PERORANGAN
KELOMPOK
PERANGKAT TEKNOLOGI
MASSA
Setiap sel dalam matriks di atas merupakan pola komunikasi yang memiliki
karakteristik yang khas. Kajian komunikasi dilakukan dengan perbedaan karakteristiknya,
baik dalam penggunaan maupun dampak dalam kehidupan sosial. Penggunaan dan dampak
ini dilihat secara mikro (individual) maupun makro (struktural).
(2)
∗ Bahan ceramah disampaikan pada LOKAKARYA MANAJEMEN PERKANTORAN EFEKTIF UNTUK
SEKRETARIS PENJUALAN, PT UNILEVER INDONESIA, Yogyakarta 5 Februari 2000
2
Setiap kegiatan komunikasi memiliki fungsi sosial. Artinya, informasi yang
disampaikan memiliki makna/signifikansi bagi kehidupan, baik individual maupun kolektif
(sistem sosial). Dari sini gejala komunikasi dalam masyarakat dapat dilihat sebagai proses
normal dalam masyarakat, dan juga sebagai indikator sosial yang bersifat simtomatis.
Sebagai proses, gejala komunikasi dapat diidentifikasi mulai dari sumber, media, pesan,
sasaran dan tujuannya. Komunikasi dalam masyarakat apakah dalam proses normal
ataukah simptomatis, dapat disederhanakan sebagai berikut:
NORMAL SIMPTOMATIS
SUMBER Terindentifikasi Tidak teridentifikasi
MEDIA Terindentifikasi Tidak terindentifikasi
PESAN Fungsional Disfungsional
SASARAN Intern komunitas Ekstern komunitas
TUJUAN Konstruktif bagi sistem Destruktif bagi sistem
Dalam lingkungan organisasi/perusahaan, terdapat kegiatan komunikasi sebagai
berikut:
KOMUNIKASI FORMAL INFORMAL
MANAJEMEN (1) dalam kendali (2) kendali terbatas
NON MANAJEMEN (3) kendali terbatas (4) luar kendali
Komunikasi manajemen bersifat formal (1), sepenuhnya dalam kendali (control)
manajemen, sepenuhnya terikat dengan konvensi manajemen, dilakukan mediated atau
tatap muka. Selain itu di dalam trafik manajemen, ada komunikasi bersifat informal (2),
dalam kendali terbatas manajemen, mediated atau tatap muka. Disebut dalam kendali
terbatas karena proses komunikasi berlangsung di luar konvensi manajemen, tetapi tetap
terikat dengan tujuan untuk mendukung manajemen. Komunikasi non-manajemen, bersifat
formal (3) dengan kendali terbatas, diwujudkan melalui media organik (in-house journal)
maupun media massa. Di luar itu ada pula komunikasi non-manajemen bersifat informal
(4), di luar kendali manajemen. Berlangsung untuk kepuasaan psikologis, dapat berupa
mediated (surat kaleng), tatap muka (gossip), atau permainan yang mengusik ("hacker"
dalam akses komputer jaringan).
Biasanya kegiatan public relations berupa upaya menciptakan peluang agar
terselenggara komunikasi tipe sel (2) di lingkungan perusahaan, dan mengendalikan
komunikasi tipe sel (3).
(3)
Kegiatan komunikasi yang diselenggarakan untuk perusahaan pada dasarnya
dimaksudkan untuk mendukung keberadaan perusahaan secara sosial. Untuk itu tujuan
utamanya adalah untuk membangun citra sosial (social image) atas perusahaan, sehingga
langkah-langkah yang diambil manajemen dalam masyarakat akan mendapat dukungan.
Tujuan citra sosial ini perlu dibedakan dari tujuan pragmatis seperti dalam pemasaran, dsb.
Kegiatan komunikasi internal dengan sendirinya dimaksudkan bersifat fungsional
dalam membangun sistem internal dalam perusahaan. Sedang komunikasi bersifat
eksternal dimaksudkan untuk membangun citra sosial atas perusahaan. Ada kalanya citra
sosial terhadap perusahaan membawa dampak dalam sistem internal, dan terhadap pribadi
personel.
Dalam kegiatan komunikasi sel (3), biasa digunakan media organik maupun media
massa. Media organik karena dikendalikan sendiri oleh personel perusahaan, dapat
sepenuhnya diorientasikan untuk tujuan manajemen. Berbeda halnya dengan media massa,
yang memiliki orientasi sendiri. Setiap penglola media massa memiliki politik keredaksian
(editorial policy) yang menjadi dasar dalam memilih dan menyajikan informasi. Dalam
3
mewujudkan medianya, biasanya pengelola menetapkan lebih dulu paduan keredaksian
(editorial mix). Paduan keredaksian disusun dengan rumusan atas dasar substansi isi
media, dan atas dasar bentuk isi media. Substansi dilihat dari komposisi sifat, fungsi, dan
format informasi dsb. Bentuk diwujudkan melalui rubrikasi dan desain visual. Seluruh
paduan keredaksian ini dijalankan dengan bertolak dari orientasi terhadap tujuan sosial
yang dianut oleh pengelola media.
Muatan media adalah informasi. Biasanya arus informasi yang masuk jauh lebih
banyak dari yang dapat dimuat dalam media massa. Untuk itulah pengelola media
menjalankan fungsi gate keeper, yang menentukan mana informasi yang layak diteruskan
kepada khalayaknya, mana yang harus dibuang. Kriteria dalam menentukan kelayakan ini
ada yang berdasarkan nilai jurnalisme, dan ada kalanya karena tekanan dari pihak luar,
atau kepentingan pengelola sendiri. Yang ideal adalah berdasarkan nilai jurnalisme, yaitu
berdasarkan agenda yang terbentuk dalam alam pikiran khalayak dari proses motivasinya.
Secara sederhana, kelayakan informasi berdasarkan rumus penting dan menarik.
Penting karena membawa dampak terhadap kehidupan sosial khalayak, sedang menarik
menyentuh aspek psikologis khalayak. Secara ringkas, informasi media massa dapat
diwujudkan sebagai berikut:
PERISTIWA
MANUSIA LUAR BIASA BIASA
Terkemuka Penting Menarik
Biasa Menarik Tidak memiliki nilai
Nilai suatu informasi bagi media massa dilihat dari 2 dimensi, manusia dan
peristiwa. Dengan kata lain, informasi dianggap penting (significance) dan menarik
(interesting), menyangkut manusia plus peristiwa. Posisi seseorang dapat dijadikan titik
tolak dalam memilih materi informasi. Manusia dibedakan atas keterkemukaan
(prominence) dan biasa. Peristiwa diindentifikasi atas dasar luar biasa (extra ordinary) dan
biasa. Manusia terkemuka yang mengalami peristiwa luar biasa akan menjadi informasi
penting, peristiwa biasa menjadi informasi menarik. Manusia biasa mengalami peristiwa
luar biasa menjadi informasi menarik, mengalami peristiwa biasa tidak layak menjadi
informasi.
Manusia dan peristiwa dianggap memiliki kelayakan sebagai informasi media jika
mengandung sejumlah unsur di dalamnya. Faktor penting memiliki nilai karena memiliki
dampak kepada kehidupan khalayak. Dampak ini bersifat pragmatis. Sedang faktor
menarik menyentuh psikologis khalayak.
Demikian sekilas kaidah berkomunikasi untuk perusahaan.

PROSEDUR AUDIT KOMUNIKASI


Howard Greenbaum mengemukakan prosedur audit komunikasi yang dapat diterapkan pada level sistem komunikasi secara keseluruhan/organizational system dan pada level kegiatan-kegiatan komunikasi khusus/individual communication activity.

Setiap audit komunikasi diawali dengan pemeriksaan atas organizational system yang diikuti kegiatan-kegiatan komunikasi khusus, yang dapat membedakan fokus lokasi bagi yang berminat di bidang komunikasi umum, iklim komunikasi organisasi dan proses-proses komunikasi organisasinya.

Struktur Keseluruhan Sistem Komunikasi
pengkajian secara makro dari sistem komunikasi bertolak dari tujuan organisasi dan rencana-rencana organisasi, agar dapat menentukan kebijakan-kebijakan komunikasi secara eksplisit maupun implisit.
Bila tujuan-tujuan organisasi dan kebijakan-kebijakan komunikasi telah diketahui selanjutnya diaplikasikan ke dalam action/pelaksanaan.

Langkahnya dengan menginventaris kegiatan-kegiatan komunikasi dan analisis yang meliputi klasifikasi berbagai kegiatan komunikasi menurut tingkatannya (individu, kelompok dan organisasi), menurut fungsi komunikasi (informatif, pengaturan, persuasif, integratif).

Data yang diperoleh ditambah materi-materi umum tentang pengaruh lingkungan atas perilaku kepemimpinan merupakan faktor-faktor situasional organisasi.

Informasi tentang Sumber Daya Manusia yang dikaitkan dengan faktor-faktor situasional organisasi ditambah pengetahuan tentang berbagai rencana, polesi, tanggungjawab, metode pelaksanaan dan sikap-sikap, bisa digunakan sebagai dasar untuk mengajukan saran perubahan dan program-program komunikasi yang men-support seluruh sistem komunikasi.

Struktur Kegiatan Komunikasi Khusus
Aspek mikro dari pengujian sistem komunikasi berkaitan dengan masing-masing kegiatan komunikasi.
Langkahnya : analisis tujuan komunikasi yang sudah dirumuskan menurut kinerja yang sesuai untuk mengembangkan petunjuk tentang prosedur bagaimana kegiatan dilaksanakan. (terlebih dulu membuat standar kinerja baik dalam bagian maupun keseluruhan).

Kriteria-kriteria yang harus dikembangkan ; pesan media- saluran- ketepatan waktu- kondisi-kondisi interaksi- arah- partisipasi- inisiatif- persiapan- feedback- kejelasan arti/clarity- pengulangan/redundancy- dan berbagai sub klasifikasi lain dalam perilaku komunikasi.

Bandingkan data yang terkumpul dari kinerja secara empiris dan standar kinerja yang telah dirumuskan, bila terjadi penimpangan, menjadi bahan studi lanjutan.

Pengkajian penyimpangan tersebut dapat dijadikan landasan untuk perubahan-perubahan dalam kebijakan dan kegiatan komunikasi khusus serta pelatihan dan tindakan pendukung mana yang dalam iklim komunikasi – arus informasi- teknologi informasi- pesan kekuasaan- proses interpersonal dan proses kelompok- kepemimpinan- konflik

Joyce F Jones : Proses prosedur PR melalui 4 tahap

1. Finding Out What We Think
Wawancara dengan manajemen puncak dan menengah lalu gunakan analisis SWOT untuk menelaah kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang ada di lembaga, serta publik yang relevan dan masalah-masalah terkait untuk dikembangkan secara efektif dan cepat.

2. Finding Out What They Think
Audit untuk mengkaji kedekatan pandangan antara lembaga dan publik adakah kesamaan atau tidak dan favourable atau unfavourable.

3. Evaluating The Disfarity
Merupakan tolak ukur PR yang menggambarkan asset, kemampuan, kekuatan, kelemahan yang dirancang berdasarkan analisis perbedaan melalui langkah I dan II.

4. Recomending
Membuat perencanaan audit, program dan tujuan kerja PR secara jelas, lengkap dan komprehensif yang direkomendasikan ke pimpinan agar diperoleh titik temu dengan tujuan lembaga untuk mengantisipasi perbedaan yang mungkin timbul dikemudian hari.

MODEL AUDIT KOMUNIKASI
MODEL STRUKTUR KONSEPTUAL

Menurut Howard Green Baum Komunikasi keorganisasian sebagai sebuah sistem memiliki maksud atau tujuan akhir (purpose), tata kerja atau prosedur pelaksanaan (operational prosedures) dan struktur (structures) Sistem komunikasi keorganisasian memadukan sekelompok sub sistem, yakni jaringan-jaringan komunikasi fungsional, yang masing-masing terkait pada tujuan organisasi.

Dalam teori komunikasi organisasi dikenal empat subsistem komunikasi pokok:
1. Jaringan komunikasi regulasi (regulative)
2. inovasi (innovative)
3. integrasi (integrative)
4. informasi (informative) atau instruksi (instructive)

Dilihat dari kepentingan organisasi, jaringan komunikasi tersebut bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, yang menurut James Price (1968) dapat dibedakan menjadi 4 kategori, yakni:
1. Keseragaman (conformity)
2. Penyesuaian (adaptiveness)
3. Semangat kerja (morale)
4. Pelembagaan (institutionalization)

MODEL EVALUASI KOMUNIKASI
Model Komunikasi Keorganisasian (Organizational Communication Evaluation; disingkat OCE) merupakan pemeriksaan dan penilaian atas praktek dan kegiatan-kegiatan komunikasi pada situasi tertentu.
Sebagai perspektif fungsional, OCE membangun data tentang variabel penting yang terkait dengan kerja sistem komunikasi, seperti fungsi-fungsi komunikasi, jaringan komunikasi, sistem-sistem komunikasi formal dan informal, proses-proses komunikasi dalam konteks berpasangan (dyadic), kelompok (group) dan publik (public). Manfaat dari OCE tidak dapat dilihat secara langsung dan gamblang, karena sering disertai munculnya masalah-masalah etika yang membutuhkan pertimbangan bijaksana.

MODEL PROFIL KOMUNIKASI KEORGANISASIAN
Profil Komunikasi Keorganisasian (Organizational Communication Profile) disingkat OCP pada dasarnya merupakan model analisis fungsional sistem organisasi.”Analisis fungsional secara sederhana dapat diuraikan sebagai ”penggunaan pengetahuan dari ilmu sosial untuk memeriksa keadaan masa kini (dalam) suatu organisasi yang dimaksudkan untuk menemukan jalan-jalan yang dapat digunakan untuk memperbaikinya”.

Proses dalam organisasi, menurut pengamatan Edgar Schein (1969) meliputi 6 unsur kritis yang selalu membutuhkan pemeriksaan, yaitu:
1. Komunikasi
2. Peran dan fungsi masing-masing anggota dalam berbagai kelompok (member
roles dan functions in groups)
3. Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan kelompok (group problem solving dan decision making)
4. Norma-norma kelompok dan pertumbuhan kelompok (group norms and decision making)
5. Kepemimpinan dan kewenangan (leadership and authority)
6. Kerjasama maupun persaingan antar kelompok

Pemeriksanaan atas proses organisasi mempunyai dasar etiologis , yakni menentukan sumber penyebab dari peristiwa. Misalnya mencari situasi tertentu mana suatu jens ganjaran dapat meningkatkan komitmen karyawan.

Pembuat analisis fungsional mencoba mencari faktor-faktor penyebab atau pengaruh yang menimbulkan persoalan-persoalan yang timbul dengan harapan ia dapat mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
Model analisis fungsional ini memandang komunikasi keorganisasian sebagai faktor penyebab efektif dan tidak efektifnya kerja fungsional organisasi atau sebagai simtom atau gejala tidak sehatnya organisasi. Secara positif dapat dikatakan bahwa proses komunikasi atau kemantapan proses komunikasi dapat menimbulkan hubungan kerja yang efektif dan produktivitas yang tinggi. Atau secara negatif pemeriksaan proses komunikasi dapat menghasilkan informasi yang dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa kritis-berbagai simptom-dalam organisasi, seperti ketidakpuasan karyawan, anjloknya produktivitas, keresahan karyawan, meningkatnya jumlah karyawan yang keluar dan mengendornya kerjasama kelompok.

Gangguan dari berbagai variabel dalam proses komunikasi, seperti distorsi informasi, hambatan-hambatan dalam iklim komunikasi, arus informasi, teknologi komunikasi, pesan kekuasaan, proses interpersonal dan proses kelompok, kepemimpinan dan konflik dapat dilihat sebagai sumber ketidakefetifan organisasi maupun sebagai dampak dari ketidakefektifan tersebut.

Langkah-langkah dalam community relations

Langkah-langkah dalam community relations bagi organisasi nonprofit menurut Demartinis (2004:2-4) yaitu sebagai berikut :
  1. Merumuskan komunitas organisasi dan berbagai kelompok yang ada didalamnya. Organisasi bekerja bersama dengan kelompok-kelompok orang yang memandang organisasi dari perspektif masing-masing yang unik. Cara yang paling tepat untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok utama komunitas adalah dengan membuka interaksi pada komunitas tersebut.
  2. Menentukan tujuan program community relations organisasi, apa yang ingin dicapai organisasi pada masing-masing kelompok dalam komunitas tersebut?
  3. Menyusun pesan yang hendak disampaikan, pesan yang disusun bisa saja berbeda-beda untuk setiap kelompok komunitas dan masing-masing pesan dirancang untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Hal ini mengacu pada “sasaran” pesan pada kelompok khalayak.
  4. Memilih metode yang paling baik dalam penyampaian pesan, pesan bisa disampaikan melalui berbagai bentuk media, bisa disampaikan secara personal atau menyelenggarakan kegiatan khusus, yang terpenting pesan tersebut bisa disampaikan kepada khalayak. Yang perlu diingat adalah semakin penting pesan itu maka akan makin baik bila disampaikan secara pribadi.
  5. Melaksanakan program community relations organisasi, memang membuat perencanaan sangat diperlukan. Namun hendaknya energi tak dihabiskan pada saat perencanaan belaka melainkan yang terpenting, saat rencana itu diimplementasikan.
  6. Menganalisis hasil, apakah program atau kegiatan berhasil? Apakah tujuan yang sudah ditetapkan untuk masing-masing kelompok tercapai? Luangkan waktu cukup memadai untuk menganalisis dampak kegiatan (outcome). Biasanya hasilnya merupakan paduan antara keberhasilan dan kegagalan.
Langkah-langkah community relations untuk organisasi bisnis menurut Brown (1998) yaitu sebagai berikut :
  1. Segmentasi, para praktisi PR biasanya membagi ‘publik’ ke dalam publik-publik sasaran. Begitu juga halnya dengan community relations, karena organisasi bisnis tidaklah berhubungan dengan ‘komunitas’ massa yang tunggal melaikan pada sejumlah komunitas yang berbeda-beda.
  2. Skala prioritas, dari sekian banyak komunitas itu tentu mesti dipilih mana yang hendak menjadi sasaran program community relations. Pertimbangan prioritas tersebut biasanya didasarkan pada komunitas yang paling memiliki kekuatan untuk mendukung atau menghambat pencapaian tujuan bisnis organisasi.
  3. Penelitian, setelah komunitasnya dipilih, langkah berikutnya adalah mengetahui bidang perhatian utama di kalangan komunitas yang menjadi sasaran.
  4. Pemuka pendapat pada kelompok sasaran, cara lain untuk mengetahui permasalahan komunitas adalah dengan berbicara pada pemuka pendapatanya. Hasil pembicaraan dengan pemuka pendapat itu akan memberi informasi mengenai masalah-masalah yang dihadapi komunitas.
  5. Penyelarasan, tentu saja setiap komunitas akan memiliki permasalahan dan harapannya masing-masing terhadap organisasi kita. Begitu juga dengan organisasi kita, memiliki tujuan yang berbeda-beda pada tiap komunitas. Karena itu perlu dilakukan penyelarasan.

Etika Profesi Humas

KODE ETIK PUBLIC RELATIONS (HUMAS)

I. KODE ETIK KODE ETIK KEHUMASAN INDONESIA – PERHUMAS
(Kode Etik ini telah terdaftar sejak tahun 1977 di Departemen Dalam Negri dan Deppen saat itu, dan telah tercatat serta diakui oleh organisasi profesi Humas Internasional; International Public Relations Associations / IPRA)
  1. Dijiwai oleh Pancasila maupun Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan tata kehidupan nasional.
  2. Diilhami oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai landasan tata kehidupan internasional.
  3. Dilandasi Deklarasi ASEAN (8 Agustus 1967) sebagai pemersatu bangsa-bangsa Asia Tenggara.
  4. Dan dipedomi oleh cita-cita, keinginan, dan tekad untuk mengamalkan sikap dan perilaku kehumasan secara professional.
Kami para anggota Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) sepakat untuk mematuhi kode etik kehumasan Indonesia, dan apabila terdapat bukti-bukti bahwa di antara kami dalam menjalankan profesi kehumasan ternyata ada yang melanggarnya, maka hal itu sudah tentu akan
mengakibatkan diberlakukannya tindak organisasi terhadap pelanggarnya.
Pasal 1 Komitmen Pribadi
Anggota Perhumas harus :
a. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan;
b. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalan upaya memasyarakatkan kepentingan Indonesia;
c. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antarwarga Negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal 2 Perilaku terhadap Klien atau Atasan
Anggota Perhumas harus :
a. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.
b. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang bersaing tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
c. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan.
d. Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung merendahkan martabat, klien atau atasan , maupun mantan klien atau mantan atasan.
e. Dalam memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima pembayaran, komisi, atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau atasannya yang telah memperoleh penjelasan lengkap.
f. Tidak akan menyarankan kepada calon klien atau calon atasan bahwa pembayaran atau imbalan jasa-jasanya harus didasarkan kepada hasil-hasil tertentu, atau tidak akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah kepada hal yang serupa

Pasal 3 Perilaku terhadap Masyarakat dan Media Massa
Anggota Perhumas harus :
a. Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
b. Tidak melibatkan diri dalam tindak untuk memanipulasi integritas sarana maupun jalur komunikasi massa.
c. Tidak menyebar luaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan.
d. Senantiasa membantu penyebarluasan informasi maupun pengumpulan pendapat untuk kepentingan Indonesia.
Pasal 4 Perilaku terhadap Sejawat
Praktisi kehumasan Indonesia harus :
a. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tidak professional sejawatnya. Namun, bila  ada sejawat yang bersalah karena melakukan tindak yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur, termasuk melanggar kode etik kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib disampaikan kepada Dewan Kehormatan Perhumas.
b. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan kedudukan sejawatnya.
c. Membantu dan bekerja sama dengan para sejawat di seluruh Indonesia untuk menjunjung tinggi dan mematuhi kode etik kehumasan Indonesia ini.

KODE ETIK CONFEDERATION EUROPEAN OF PUBLIC RELATIONS (CERP) DAN INTERNATIONAL PUBLIC RELATIONS ASSOCIATION (IPRA)
Kode ini disetujui oleh IPRA dan CERP di Athena Mei 1965 dan dimodifikasi di Teheran April 1968.
Kode etik ini dikenal sebagai Kode Athena.
  1. Menimbang bahwa seluruh Negara anggota PBB telah menyepakati untuk tunduk pada piagamnya yang menegaskan “Keyakinan atas hak-hak asasi yang mendasar, pada martabat dan nilai pribadi manusia” dan memperhatikan sifat paling mendasar profesi mereka. Para praktisi HUMAS di Negara-negara ini hendaknya berusaha mengetahui dan mengamalkan prinsip-prinsip yang diatur dalam piagam ini.
  2. Menimbang bahwa, selain dari “hak-hak”, umat manusia tidak hanya mempunyai kebutuhan fisik dan material saja, tetapi juga kebutuhan intelektual, moral dan social, dan bahwa hak-hak mereka adalah kepentingan nyata bagi mereka hanya sejauh kebutuhan-kebutuhan ini pada pokoknya dipenuhi.
  3. Menimbang bahwa, selama tugas professional mereka dan tergantung bagaimana tugas-tugas ini dilaksanakan, para praktisi HUMAS pada pokoknya dapat membantu memenuhi kebutuhan intelektual, moral, dan sosial.
  4. Dan akhirnya, menimbang bahwa penggunaan tehnik-tehnik yang memungkinkan mereka untuk berhubungan secara serempak dengan jutaan orang, memberikan pada praktisi HUMAS suatu kekuatan yang harus dikendalikan oleh ketaatan terhadap kode moral yang ketat.
KODE ETIK HUMAS PUBLIC RELATIONS SOCIETY OF AMERICA (PRSA)
Berdasarkan hal-hal dalam Kode Etik IPRA di atas, PRSA dengan ini menyatakan bahwa mereka menyetujui kode etik di bawah ini, sebagai landasan prinsip oral mereka dan mengingat fakta-fakta yang diajukan dewan, seorang anggota perhimpunan bila terbukti telah melanggar kode etik selama menjalankan tugas profesionalnya, ia akan dinyatakan melakukan kesalahan serius yang patut mendapat hukuman yang setimpal.

Oleh karena itu, setiap anggota PRSA hendaknya berupaya :
1. Agar memberikan sumbangan terhadap dicapainya kondisi moral dan kebudayaan yang memungkinkan umat manusia mencapai harkat yang tinggi dan menikmati hak-hak yang melekat, sebagaimana yang dikehendaki dalam deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2. Agar mengembangkan pola komunikasi dan saluran yang dengan memupuk arus bebas informasi yang amat penting, akan membuat setiap anggota merasa senantiasa diberitahu dan juga memberikan kesadaran akan keterlibatan pribadi, tanggung jawab, dan solidaritasnya dengan para anggota lainnya;
3. Agar mencamkan bahwa karena hubungan antara pofesinya dn masyarakat, tindak-tanduknya bahkan pribadinya akan mempengaruhi penilaian masyarakat secara keseluruhan kepada pofesi itu;
4. agar menghormati, selama tugas profesinya, prinsip-prinsip moral dan ketentuan “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia”;
5. Agar menghormati dengan semestinya dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan dan mengakui hak setiap pribadi untuk dipertimbangkan bagi kepentingan dirinya sendiri;
6. Agar mendorong kondisi moral, psikologis dan intelektual bagi terciptanya dialog dalam pengertian yang sebenarnya dan agar mengakui hak berbagai pihak yang terlibat untuk menyatakan persoalan dan pandangan mereka.

Setiap anggota PRSA hendaknya berusaha :
1. bertingkah laku agar dirinya senantiasa dan dalam keadaan apapun untuk menerima dan memelihara kepercayaan dengan siapa mereka berhubungan;
2. bertindak, dalam keadaan apapun dan cara sedemikian rup dengan tujuan untuk mempertimbangkan kepentingan masing-masing pihak yang terlibat, baik kepentingan organisasi tempatnya mengabdi maupun kepentingan umum;
3. melaksanakan kewajibannya secara tulus dengan menghindari bahasa yang mungkin akan menimbulkan ambiguitas atau kesalahpahamandan agar mempertahankan kesetiaan terhadap klien atau majikan, apakah di masa lalu atau sekarang.

Setiap anggota PRSA hendaknya menahan diri dari :
1. Menyisihkan kebenaran terhadap keperluan-keperluan lain;
2. Menyebarkan keterangan yang tidak benar pada kenyataan yang sudah terbukti atau sudah diketahui;
3. Mengambil bagian dalam setiap usaha atau melakukan suatu yang tidak etis atau tidak jujur atau dapat merusak martabat dan integritas;
4. Menggunakan segala cara atau tehnik-tehnik manipulatif yang bertujuan untuk menciptakan berbagai motivasi tidak sadar yang tidak dikuasai oleh setiap pribadi.

KODE ETIK PROFESI ASOSIASI PERUSAHAAN PUBLIC RELATIONS INDONESIA (APRI)
Pasal 1 Norma-norma Perilaku Profesional
Dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai kepentingan umum dan menjaga diri setiap anggota masyarakat. Menjadi tanggung jawab pribadinya untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang mantan maupun yang sekarang, dan terhadap sesame anggota asosiasi, anggota media komunikasi serta masyarakat luas.

Pasal 2 Penyebarluasan Informasi
Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, informasi yang palsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga integritas dan ketepatan informasi.

Pasal 3 Media Komunikasi
Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi.

Pasal 4 Kepentingan yang tersembunyi
Seorang anggota tidak akan melibatkan dirinya dalam kegiatan apapun yang secara sengaja bermaksud memecah belah atau menyesatkan, dengan cara seolah-olah ingin memajukan suatu kepentingan tertentu padahal sebaliknya justru ingin memajukan kepentingan lain yang tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar kepentingan sejati organisasi yang menjadi mitra kerjanya benar-benar terlaksana secara baik.

Pasal 5 Informasi Rahasia
Seorang anggota (kecuali bila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang dipercayakan kepadanya, atau yang diperolehnya, secara pribadi, dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dari kliennya,, baik di masa lalu, kini atau di masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk kepentingan lain tanpa persetujuan jelas dari yang bersangkutan.

Pasal 6 Pertentangan Kepentingan
Seorang anggota tidak akan mewakili kepentingan-kepentingan yang saling pertentangan atau saling bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu mengemukakan fakta-fakta yang terkait.

Pasal 7 Sumber-sumber Pembayaran
Dalam memberikan jasa pelayanan kepada kliennya, seorang anggota tidak akan menerima pembayaran, baik tunai maupun dalam bentuk lain, yang diberikan sehubungan dengan jasa-jasa tersebut, dari sumber mana pun, tanpa persetujuan jelas dari kliennya.

Pasal 8 Memberitahukan Kepentingan Keuangan
Seorang anggota, yang mempunyai kepentingan keuangan dalam suatu organisasi, tidak akan menyarankan klien atau majikannya untuk memakai organisasi tersebut ataupun memanfaatkan jasa-jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepentingan keuangan pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.

Pasal 9 Pembayaran Berdasarkan Hasil Kerja
Seorang anggota tidak akan mengadakan negosiasi atau menyetujui persyaratan dengan calon majikan atau calon klien, berdasarkan pembayaran yang tergantung pada hasil pekerjaan PR tertentu di masa depan.

Pasal 10 Menumpang-tindih Pekerjaan Anggota Lain
Seorang anggota yang mencari pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati langsung atau secara pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial, akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengetahui apakah pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila demikian, maka menjadi kewajibannya untuk memberitahukan anggota tersebut mengenai usaha dan pendekatan yang akan dilakukannya terhadap klien tersebut. (Sebagian atau seluruh pasal ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalangi anggota mengiklankan jasa-jasanya secara umum).

Pasal 11 Imbalan Kepada Karyawan Kantor-kantor Umum
Seorang anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apapun, dengan tujuan untuk memajukan kepentingan pribadinya (atau kepentingan klien), kepada orang yang menduduki suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.

Pasal 12 Mengkaryakan Anggota Parlemen
Seorang anggota yang mempekerjakan seorang anggota parlemen, baik sebagai konsultan atau pelaksana, akan memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tentang hal tersebut maupun tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua Asosiasi akan mencatat hal tersebut dalam suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk kep[erluan tersebut. Seorang anggota asosiasi yang kebetulan juga menjadi anggota parlemen wajib memberitahukan atau memberi peluang agar terungkap, kepada ketua, semua keterangan apapun mengenai dirinya.

Pasal 13 Mencemarkan Anggota-anggota Lain
Seorang anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktik profesional anggota lain.

Pasal 14 Instruksi/Perintah Pihak-pihak Lain
Seorang anggota yang secara sadar, mengakibatkan atau memperbolehkan orang atau organisasi lain untuk bertindak sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan kode etik ini, atau turut secara pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu, akan dianggap telah melanggar kode ini.

Pasal 15 Nama Baik Profesi
Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik asosiasi, atau profesi public relations.

Pasal 16 Menjunjung Tinggi Kode Etik
Seorang anggota wajib menjunjung tinggi kode etik ini, dan wajib bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi kode etik, serta dalam melaksanakan keputusankeputusan tentang hal apapun yang timbul sebagai akibat dari diterapkannya keputusan tersebut. Apabila seorang anggota mempunyai alas an untuk berprasangka bahwa seorang anggota lain terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat merusak kode etik ini, maka ia berkewajiban untuk memberitahukan hal tersebut kepada Asosiasi. Semua anggota wajib mendukung Asosiasi dalam menerapkan dan melaksanakna kode etik ini, dan Asosiasi wajib mendukung setiap anggota yang menerapkan dan melaksanakan kode etik ini.

Pasal 17 Profesi Lain
Dalam bertindak untuk seorang klien atau majikan yang tergabung dalam suatu profesi, seorang anggota akan menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan secara sadar tidak akan turut dalam kegiatan apapun yang dapat mencemarkan Kode Etik tersebut.
II. KODE TINGKAH LAKU HUMAS KODE TINGKAH LAKU PROFESIONAL INTERNATIONAL PUBLIC RELATIONS ASSOCIATION (IPRA)
Kode tingkah laku di bawah ini disetujui oleh IPRA pada siding umumnya di Venesia pada Mei 1961 dan mengikat semua anggota perhimpunan tersebut.
A. Integritas Pribadi dan Profesional
Seperti diketahui bahwa integritas pribadi berarti terpeliharanya baik standar moral yang tinggi maupun reputasi yang baik. Sedang integritas profesional artinya ketaatan pada anggaran dasar, peraturan dan khususnya kode tersebut sebagaimana disetujui IPRA.

B. Tingkah Laku Terhadap Klien dan Majikan
1. Seorang anggota mempunyai kewajiban umum berurusan secara jujur terhadap klien atau majikan, dulu atau sekarang.
2. Seorang anggota hendaknya tidak mewakili kepentingan yang berlawanan atau bersaing tanpa izin mereka yang bersangkutan.
3. Seorang anggota hendaknya menjaga kepercayaan klien atau majikan baik dulu atau sekarang.
4. Seorang anggota hendaknya tidak memakai metode yang cenderung menghina klien atau majikan anggota lainnya.
5. Dalam kegiatan pelayanan bagi klien atau majikan seorang anggota hendaknya tidak menerima bayaran, komisi atau barang apapun lainnya yang bertalian dengan pelayanan ini dari seseorang selain klien atau majikan tanpa izin klien atau majikan, yang diberikan setelah pengungkapan fakta sepenuhnya.
6. Seorang anggota hendaknya tidak mengusulkan kepada calon klien atau majikan bahwa bayarannya atau penggantian lain tergantung pada prestasi hasil-hasil tertentu, begitu juga hendaknya tidak mengadakan persetujuan pembayaran apapun dengan akibat yang sama.

C. Tingkah Laku Terhadap Media dan Umum
1. Seorang anggota hendaknya melakukan kegiatan-kegiatan profesionalnya sejalan dengan kepentingan umum dan dengan penuh hormat demi martabat pribadi.
2. Seorang anggota hendaknya tidak melakukan kegiatan dalam praktik apapun yang cenderung merusak integritas saluran-saluran komunikasi umum.
3. Seorang anggota hendaknya tidak menyebarkan dengtan sengaja informasi palsu atau menyesatkan.
4. Seorang anggota hendaknya di setiap waktu berusaha memberikan gambaran seimbang dan terpercaya terhadap organisasi yang dilayaninya.
5. Seorang anggota hendaknya tidak membentuk organisasi apapun untuk tujuan tertentu, tetapi sebenarnya untuk kepentingan khusus yang tidak diungkapkan atau probadi anggota atau klien atau majikan, demikian juga hendaknya ia tidak menggunakan organisasi itu atau organisasi yang ada semacam itu.

D. Tingkah Laku Terhadap Rekan
1. Seorang anggota hendaknya tidak dengan sengaja mencemarkan reputasi professional atau praktek anggota lainnya. Namun demikian, jika seorang anggota memiliki bukti bahwa anggota lain telah melakukan kesalahan yang tidak etis, illegal atau praktek-praktek tak jujur yang melanggar kode ini, hendaknya ia menyerahkan informasi itu kepada dewan IPRA.
2. Seorang anggota hendaknya tidak mencari mengganti anggota lainnya dengan majikan atau klien
3. Seorang anggota hendaknya bekerja sama dengan para anggota lainnya dalam menegakkan dan melaksanakan kode ini.

KODE TINGKAH LAKU PROFESIONAL INSTITUT PUBLIC RELATIONS (IPR)
Kode ini menegaskan dan melaksanakan alinea 3 (a) (ii) Memorandum IPR menurut “sasaransasaran” pokok, yakni “untuk mendorong dan membantu mengembangkan ketaatan standar professional yang tinggi para anggotanya dan untuk mengadakan dan menetapkan standar-standar semacam itu’. Humas terkait dengan akibat tingkah laku pada reputasi. Prinsip-prinsip di bawah ini telah diletakkan untuk diwujudkan dalam konsep ini dan meningkatkan hubungan antara para anggota lembaga dan masyarakat kepada siapa mereka secara langsung atau tak langsung bertanggung jawab
dalam pelaksanaan tugas mereka.

1. Standar Tingkah Laku Profesional. Seorang anggota, dalam pelaksanaan kegiatan profesionalnya, hendaknya menghormati kepentingan umum dan martabat pribadi. Adalah tanggung jawab pribadinya pada setiap saat untuk berurusan dengan jujur terhadap klien dan majikannya, dulu atau sekarang, dengan sesame anggota, dengan media komunikasi dan masyarakat.
2. Penyebaran Informasi. Seorang anggota hendaknya tidak secara sengaja atau secara menyebarkan informasi salah atau menyesatkan, dan hendaknya menggunakan ketelitian yang tepat untuk menghindari perbuatan kurang hati-hati demikian. Ia mempunyai tugas positif untuk memelihara integritas dan keakuratan.
3. Media Komunikasi. Seorang anggota hendaknya tidak terjun dalam setiap praktik yang cenderung merusak integritas media komunikasi.
4. Kepentingan yang tak diungkap. Seorang anggota hendaknya tidak menjadi pihak kegiatan apapun yang secara sengaja berusaha untuk menyembunyikan atau menyesatkan dengan berusaha untuk menyembunyikan suatu kepentingan tersamar atau tak diungkap sambil tampaknya memajukan yang lainnya. Adalah kewajiban anggota menjamin agar kepentingan sebenarnya organisasi apapun dengan mana ia boleh jadi terkait asecara profesiona dinyatakan secara memadai.
5. Informasi rahasia. Seorang anggota hendaknya tidak membeberkan, kecuali atas perintah pengadilan yang berwenang, atau menggunakan informasi yang diberikan atau diperboleh secara rahasia dari majikan atau kliennya, dulu atau kini, bagi kepentingan pribadi atau sebaliknya tanpa memperoleh izin.
6. Pertentangan Kepentingan. Seorang anggota hendaknya tidak mewakili kepentingan yang bertentangan atau bersaingan tanpa mendapat izin pihak-pihak yang terlibat, setelah pembeberan sepenuhnya suatu fakta.
7. Sumber Pembayaran. Seorang anggota, selama menunaikan tugas profesionalnya terhadap majikan atau klien hendaknya tidak menerima pembayaran dalam bentuk uang tunai atau sejenisnya dalam kaitan pelayanan tersebut dari sumber apapun tanpa izin majikan atau klien.
8. Pembeberan Kepentingan Keuangan. Seorang anggota yang mempunyai kepentingan keuangan dalam sebuah organisasi hendaknya tidak menganjurkan penggunaan organisasi tersebut, atau memanfaatkan jasanya atau nama klien atau majikan, tanpa menyatakan kepentingannya.
9. Pembayaran Tergantung Atas Prestasi. Seorang anggota hendaknya tidak berundingatau menyepakati persyaratan dengan calon majikan atau klien kecuali atas dasar pembayaran tergantung pada prestasi humas khusus mendatang.
10. Menambah Anggota Lain. Seorang anggota yang mencari pekerjaan atau bisnis baru melalui pendekatan langsung atau pribadi kepada majikan atau klien potensial, hendaknya mengambil semua langkah yang pantas untuk memastikan apakah pekerjaan atau bisnis sudah dilaksanakan oleh anggota lainnya. Jika demikian, langkah itu hendaknya menjadi tugasnya untuk menasehati anggota lain tersebut, sebeluim pendekatan apapun yang ia usulkan kepada majikan atau klien bersangkutan. (Tak ada dalam ketentuan ini harus diambil karena menghalangi seorang anggota dari periklanan umum mengenai pelayannya).
11. Hadiah Kepada Pemegang Jabatan Pemerintah. Seorang anggota hendaknya tidak, dengan maksud untuk memajukan kepentingannya, atau mereka yang menjadi majikan atau kliennya, memberikan atau menawarkan hadiah apapun kepada seseorang yang memegang jabatan pemerintahan kalau tindakan itu tidak sejalan dengan kepentingan umum.
12. Pekerjaan Anggota Perlemen. Seorang anggota yang mempekerjakan seorang anggota parlemen, atau badan legislative lainnya, dalam kaitannya masalah-masalah parlemen, apakah dalam kedudukan konsultan atau eksekutif, hendaknya mengungkapkan fakta itu, yang memasukkannya dalam daftar yang tersedia bagi maksud tersebut. Seorang anggota lembaga yang dirinya adalah anggota parlemen hendaknya secara langsung bertanggung jawab terhadap pengungkapan atau yang menyebabkan diungkapkannya kepada Sekjen lembaga informasi apapun semacam ini, tentang apapun yang mungkin berkaitan dengan dirinya. (Pencatatan yang dimaksud dalam klausa ini hendaknya terbuka bagi pemeriksaan umum di kantor-kantor lembaga pada jam kerja).
13. Pencemaran Terhadap Anggota Lain. Seorang anggota hendaknya tidak secara dengki mencemarkan reputasi professional atau praktik anggota lainnya.
14. Instruksi Orang Lain. Seorang anggota yang sengaja menyebabkan atau memperkenankan orang lain atau organisasi un tuk bertindak yang tidak taat atas kode ini atau pihak yang bertindak seperti itu dia akan dianggap melanggar kode ini.

15. Reputasi Profesi. Seorang anggota hendaknya tidak bertingkah laku dengan cara apapun yang dapat merusak reputasi lembaga atau profesi humas.

16. Menegakkan Kode. Seorang anggota hendaknya menjunjung tinggi kode ini, bekerja sama dengan anggota lainnya sedemikian rupa dan dalam melaksanakan pelbagai keputusan atas masalah apapun yang muncul akibat penerapan keputusan itu. Jika seorang anggota mempunayi alasan untuk mempercayai bahwa anggota lainnya telah melakukan praktek-praktek yang mungkin akan melanggar kode ini, sudah menjadi tugas semua anggota untuk membantu lembaga melaksanakan kode ini, dan lembaga akan mendukung setiap anggota yang berbuat demikian.

17. Profesi lainnya. Seorang anggota hendaknya bila bertindak atas nama klien atau majikan yang berasal dari suatu profesi lain dan hendaknya tidak dengan sengaja menjadi pihak yang akan melanggar kode seperti itu.