Sabtu, 24 November 2012

Teknik Membuat Resensi Buku

by : Sudaryono Ahmad*


~dan…kebahagiaan akan berlipat ganda  jika dibagi dengan orang lain~
 (Paulo Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)

BERUNTUNG orang yang suka membaca buku. Mereka yang  gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak  kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mengerti  informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu  juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas.  Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal  untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, biasanya mereka tidak akan terjebak  dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi  problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam  kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi  dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi  kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.  

Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan).

Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
  1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku  sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada  menggosip yang tidak jelas juntrungnya.
  2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang  diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku  yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan  kritik dan koreksi terhadap sebuah buka. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini…. begitu”setelah membaca karya resensi.
  3.  Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.
  4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya  penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam  terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut, kalau tidak, biasanya juga menghadirkan buku-buku karya penulis lain yang  sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisadijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakandsb.

Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidaksesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;

TAHAP PERSIAPAN

Memilih jenis buku : Tentu setiap orangmempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadiminat atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. (hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus). Ini terkait dengan ” otoritasilmiah”. Hal ini tidak berarti membatasi ataumelarang-larang orang untuk meresensi buku. Tapi,hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.

Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran.Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).

Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;
  •          Judul Karya Resensi
  •          Judul Buku :
  •          Penulis :
  •          Penerbit :
  •           Harga :
  •          Tebal :
TAHAP PENGERJAAN

 Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal  penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi  seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.

Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi  buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;
  1.   Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
  2. Tentukan judul yang menarik dan“provokatif”
  3. Membuat ulasan singkat buku.
  4. Ringkasan garis besar isi buku.
  5. Memberikan penilaian buku. (substansi  isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
  6. Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
  7.  Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
  8. Mengkoreksi karya resensi.
  9.  Editing  kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian  peresensi terhadap buku tersebut.
TAHAP PUBLIKASI
  1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang  aman bagi peresensi.
  2. Menyertakan cover halaman depan buku.
  3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita oleh redaktur. 
Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku,biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Sungguh mulia bukan !.

 *Penulis lepas, kini bekerja sebagai konsultan diJakarta. Kolumnis @ gmail.com

2 komentar:

  1. nice..
    http://titianmc.co.id/index.php/silabus-pelatihan/tes-lagih/human-resources-development/110-behavioral-interviewing

    BalasHapus
  2. membaca memang jendela dunia, terimakasih untuk postingannya :) ditunggu postingan berikutnya

    BalasHapus