Selasa, 07 Juni 2011

Ayo membangun citra yang baru

Anda ingin berubah menjadi orang yang lebih menyenangkan dalam pergaulan? Ikuti langkah-langkah berikut ini, mudah-mudahan bermanfaat.

Lakukan Introspeksi Diri

Luangkan waktu untuk refleksi, lihat diri kita dengan jujur. Apakah kita dapat mengenali kelemahan dan kelebihan diri dengan baik? Ini penting, sebab orang yang tidak mengenali dirinya akan sulit memperbaiki diri.

Catat Kelemahan Diri

Tak ada salahnya membuat daftar kelemahan diri. Kita dapat melakukannya dengan mencatat setiap kejadian atau peristiwa yang membuat kita seperti orang bodoh, kampungan, atau norak. Misalnya, marah pada teman sampai mengeluarkan kata-kata kasar dan menyakitkan; membuat orang lain menangis, tersinggung atau merasa tidak nyaman; berkomentar asbun atau menyepelekan orang lain.

Kita pun dapat mengumpulkannya lewat pendapat atau pandangan orang lain tentang diri kita. Apa gelaran – meskipun dalam candaan – yang dilontarkan teman, saudara, suami atau anak tentang kita? Mungkin sekali waktu telinga kita menangkap istilah si comel, si Bete, si pemberang atau si judes. Tampung saja dan jangan panik apalagi bereaksi salah yang malah membuat citra itu makin melekat pada diri kita.

Kalau kita yakin dapat bersikap sportif dan orang yang dimintai pendapat mau berterus terang, mintalah kritik dan penilaian terbuka. Kita dapat memancing cerita dengan cara bersikap terbuka lebih dulu. Berceritalah tentang masa lalu atau hal-hal yang terkait dengan pribadi. Keterbukaan akan membuat orang lain semakin memahami diri kita sehingga ia pun mau terbuka memberikan penilaian.

Buatlah Target Citra Baru

Data di atas dapat kita pergunakan sebagai acuan untuk membentuk citra diri yang baru. Mulailah dari hal yang kita anggap paling penting dan realistis. Misalnya, mulai saat ini saya ingin membentuk citra diri sebagai si peramah atau si santun, bukan lagi si BT yang suka bikin persoalan.

Tanamkan Motivasi

Segera canangkan niat dan tanamkan motivasi kuat untuk mengubah citra diri. Berdamailah dengan diri sendiri dan yakinkan bahwa kita masih memiliki kebaikan-kebaikan yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Ini seperti memasukkan “makanan” sehat ke dalam pikiran yang akan mensugesti diri mengeluarkan perilaku atau citra diri baru yang kita inginkan.

Dan sumber motivasi yang tidak akan pernah kering adalah obsesi untuk menjadi hamba Allah yang mulia; hamba Allah yang selalu berbuat kebajikan; hamba Allah yang selalu menuai pahala; hamba Allah yang meraih surga.

Memaksa Diri

Motivasi saja tidak cukup jika tidak diikuti dengan langkah konkrit. Paksakan diri kita untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan. Misalnya, memaksa diri tetap tersenyum meski sebenarnya kita sedang kesal. Satu dua kali kita akan merasa seperti orang berwajah dua. Tapi setelah melihat dampaknya pada orang lain – bahwa tetap tersenyum itu membuat orang lain senang dan bahagia – kita seperti mendapat kekuatan tambahan untuk mempertahankan perilaku baru tersebut. Suatu saat kita akan terkejut saat mendapati diri selalu bisa bersikap menyenangkan meski pun dalam keadaan sulit.

Buat Sistem Penunjang

Selanjutnya, cari sistem atau fording system, yaitu lingkungan yang bisa membantu kita memperkokoh citra baru. Carilah teman-teman yang tulus, jujur dan ikhlas mau membantu kita. Jangan malu untuk mengatakan, “Saya sedang belajar mengendalikan diri dari ucapan dan bahasa tubuh yang dapat menyakitkan orang lain. Tolong ingatkan saya kala melakukan hal itu.”

Lebih efektif jika kita bisa membentuk semacam kelompok kecil yang masing-masing orang di dalamnya bersepakat untuk saling membantu pencapaian target perubahan diri. Komitmen bersama ini akan memperbesar peluang terjadinya proses saling menasihati tanpa insiden sakit hati yang biasanya ada pasca nasihat.

Jangan Malu Mengakui Kesalahan

Meski kita telah berupaya keras, kadang kala perilaku lama masih muncul. Jangan putus asa, mengubah diri memang bukan perkara mudah. Allah SWT menyediakan sarana taubat dan minta ampun untuk manusia, karena kita memang tempatnya salah dan lalai.

Akui saja kesalahan kita sebelum berdalih panjang lebar soal penyebab kelalaian tersebut. Jangan malu untuk berujar, “Ya, saya kembali melakukan perbuatan bodoh. Jawaban ketus saya atas pertanyaan kamu tentu membuat kamu tersinggung. Maafkan saya, saya memang masih harus terus belajar bagaimana mengendalikan emosi.”

Mengakui kesalahan merupakan cara efektif untuk memberangus sikap sombong, merasa benar dan ingin dimaklumi yang biasanya dimiliki para pembuat kesalahan sebagai kompensasi untuk menutupi kelemahan diri. Dengan mengakui kesalahan, kita mencoba menundukkan ego diri sebelum bicara soal alasan mengapa saya salah.

Tapi, tetaplah waspada pada sikap “skeptis” dan “merasa lemah” yang dapat menyertai pengakuan kesalahan secara tidak proporsional. Yang kita inginkan adalah pengakuan kesalahan sebagai cambuk untuk berbuat lebih baik di waktu lain, bukan pengakuan yang berujung pada sikap pasrah dan menyerah pada kelemahan diri.

Jangan Vonis Diri

Dengan kata lain, jangan pernah memvonis diri. Meski berulang kali terjebak pada kesalahan, teruslah berusaha. Kita selalu memiliki kesempatan dan harapan untuk mengubah diri menjadi pribadi menyenangkan selama hayat masih dikandung badan.

Jangan menyepelekan kebaikan, meskipun sedikit, karena kita tidak tahu kapan takdir kematian menjemput kita. Bukankah Rasulullah tetap memerintahkan kita untuk menanam benih yang ada meski kita tahu besok adalah hari kematian, meski besok adalah hari kiamat. Tidak ada istilah terlanjur basah untuk mengangkat diri dari kubangan.

(dikutip dari majalah Ummi edisi 1/XIII/2001)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar